Beberapa hari yang lalu facebook mengingatkan saya bahwa saya pernah ikutan lomba resensi yang diadakan oleh penulis buku ini, Mba Dhonna. Sekalian saya posting ulang di sini saja, nostalgia juga menengok kembali gaya menulis saya lima tahun yang lalu :).
Judul : Todi si Belalang Kerdil
Penulis : RF. Dhonna
Tebal : iv + 53 halaman
ISBN : 978-602-9079-45-6
Penerbit: Leutika
Tahun terbit: 2011
Buku untuk anak-anak konon memiliki pakemnya sendiri. Harus mudah dipahami, tetapi sekaligus tanpa mengabaikan kenyataan bahwa daya cerna anak-anak zaman sekarang kian canggih saja. Harus punya pesan moral, sebisa mungkin cukup tersirat tanpa harus menggurui. Dari segi penampilan, sebaiknya buku anak menggunakan huruf yang tidak terlalu rapat dan kecil, serta sebisa mungkin dilengkapi dengan ilustrasi yang semakin menarik minat baca.
Delapan cerita yang termuat dalam buku ini rata-rata tergolong sangat pendek jika dikonversikan ke halaman A4, sehingga bisa dikatakan cukup memadai untuk rentang perhatian anak khususnya usia awal SD (meskipun ternyata di sampul versi barunya tertulis untuk anak usia 9 s.d. 12 tahun). Ukurannya yang mungil dan tipis cocok untuk dibawa ke mana-mana, termasuk untuk dibaca atau dibacakan menjelang tidur. Ilustrasi yang ada pada setiap halaman masih mengacu pada cerita yang menjadi judul buku, sehingga semuanya sama dan tampil hitam-putih. Tema kisah para hewan alias fabel dan dunia khayal putri serta peri menjadi pilihan, dengan satu-dua kisah keseharian masa kini.
Pesan moral yang disampaikan dalam cerita-cerita yang ada cukup bervariasi, di antaranya mengenai makanan sehat, kejujuran, prioritas, kedisiplinan, pergaulan, kesabaran dan ketegaran, inisiatif, serta kerja keras. Benang merah yang paling menonjol di kebanyakan cerita adalah motivasi agar tetap percaya diri dalam berbagai kondisi. Beberapa hikmah cerita disampaikan dalam bentuk pertanyaan di akhir kisah, sehingga anak atau orang dewasa yang membacakan bisa berpikir sendiri atau berdiskusi mengenainya.
Cerita favorit saya adalah Senyum Terindah Molly, karena mengingatkan pada diri saya sendiri. Tidak enak memang disangka sombong karena tampak lebih suka menyendiri. Padahal aslinya hal tersebut disebabkan oleh kepribadian yang memang cenderung introvert (sedikit berbeda dengan Molly yang sempat minder akan keadaan fisiknya). Todi si Belalang Kerdil mengingatkan untuk tidak membalas keburukan orang-orang (atau dalam buku ini, hewan-hewan) lain dengan perbuatan jelek pula. Sedangkan Kisah Peri Warna menggelitik pemikiran saya, adakah cerita di situ dimaksudkan sebagai satir bagi kondisi masyarakat yang enggan mengubah sesuatu yang ‘sudah sejak dulu begitu’, alih-alih mencoba berinovasi demi masa depan yang lebih indah?
Masukan untuk penulis, ungkapan “Rasain!” yang muncul dalam cerita Banguuun, Nanda! tampaknya agak kurang pas karena rawan ditiru oleh anak-anak. Mungkin akan lebih baik jika diganti dengan kalimat lain yang meskipun intinya sama-sama girang karena rencana (yang sedikit ‘curang’ tapi maksudnya baik?) berhasil, tetapi tidak terlalu bernada keras atau puas di atas kesedihan orang lain (kendati tujuannya memang untuk memberi pelajaran).
Halo mbak leil… aku sering mampir ke blog ini lho. Isinya bagus. Syukak deh ❤. Trims ya mbak, si todi repost di sini 😊
Halo, Mbak Dhonna, hihihi, sama-sama, makasih yaa sudah menyempatkan mampir :).