Minggu lalu, selama lima hari saya mengikuti Diklat Jurnalistik di BPPK Purnawarman. Banyak cerita seru sebenarnya di situ, tapi sementara diunggah tugas-tugasnya dulu saja, ya. Ini tulisan saya untuk tugas soft news, dan karena dianggap bagus maka dapat buku dari pengajar plus cokelat :).
Cinta Mela untuk Kopi, Menepis Mitos Ketergantungan
Jakarta, 2/8 (Dikjur III) – Bagi sejumlah orang, meminum secangkir kopi di pagi hari merupakan salah satu ritual yang tak boleh dilewatkan. Kafein dalam kopi memang terbukti menjadi penyemangat sebelum memulai aktivitas. Namun, berbeda dengan Meladia S.W. Issak. Pegawai Balai Diklat Keuangan Balikpapan ini adalah seorang pecinta kopi yang tidak menjadikannya bagian dari rutinitas harian.
Bagi perempuan yang akrab disapa Mela ini, menikmati kopi seutuhnya berarti juga menikmati proses penyeduhannya. Saat ditemui di Jakarta kemarin siang, Mela menuturkan bahwa penyeduhan kopi bisa dilakukan dengan beragam metode. Hasilnya tentu juga akan bervariasi, ditambah lagi dengan keragaman biji kopi yang dipakai dan bahan tambahan seperti susu jika diinginkan.
“Enggak, enggak harus setiap hari, kok,” tukas Mela menimpali tentang kebiasaan minum kopinya.
Tidak seperti kebanyakan penyuka kopi yang bisa dibilang ‘kecanduan’ dan merasa ada yang kurang jika tidak minum kopi, Mela justru tidak mewajibkan asupan kopi sebagai bagian dari jadwal sehari-hari.
Penyebabnya, minum kopi bagi Mela identik dengan serangkaian proses yang cukup panjang. Mulai dari menyiapkan biji yang dikehendaki, menakar bahan tambahan, menggiling biji kopi, sampai menyeduh dengan alat yang sesuai.
Daftar ini masih bisa berlanjut untuk bisa mendapatkan kopi tertentu seperti cold brewed coffee yang memerlukan fermentasi. Kesibukan kerja acapkali membuat Mela tak sempat melaksanakan prosedur tersebut.
Demi hobinya menikmati kopi ini, Mela memang sampai berburu bahan dan alat yang dibutuhkan.
“Soalnya kalau sering-sering ke kafe, ‘kan, lumayan juga,” katanya beralasan.
Mela lebih suka membeli biji kopi maupun alat sambil tugas dinas ke daerah tertentu. Pasalnya untuk alat, pengiriman dengan ekspedisi adakalanya berisiko rusak atau pecah. Tapi di sisi lain kendala lain menanti. Ketika ada perjalanan dinas ke Jakarta misalnya, belum tentu alat yang diincar sedang tersedia.
Adapun tingkat kesegaran biji kopi bisa berkurang seiring dengan berjalannya waktu, dan hal ini berpengaruh ke citarasa. Itulah mengapa Mela jarang menyetok biji kopi banyak-banyak.
“Tergantung mood saja, sih, mana yang mau diminum,” jawab abdi negara kelahiran tahun 1983 ini saat ditanya kopi seperti apa yang menjadi favoritnya.
Namun, kopi grade A asal Enrekang, Sulawesi Selatan mendapatkan perhatian khusus darinya.
“Kopi dari daerah itu dijual dan di-branding sebagai kopi Toraja, padahal berbeda,” terang Mela.
Awalnya Mela mengikuti kebiasaan minum kopi sang ibu, yaitu mengonsumsi kopi instan. Namun, belakangan ia mengenal kopi non-instan ketika sedang menyelesaikan studi S2 Komunikasi di Universitas Hasanuddin, Makassar.
Saat itu, Mela biasa mengerjakan tugas di kafe-kafe dan memesan kopi untuk menemaninya mengetik. Lama-lama, Mela tertarik mencicipi bermacam jenis kopi karena merasa setiap kopi punya rasa dan aroma khasnya sendiri.
Selain meracik kopi sendiri, Mela juga selalu tertarik mencoba saat ada gerai kopi baru yang dibuka di daerah tempat tinggalnya.
Tak ketinggalan, ia senantiasa mencari tahu keberadaan kedai kopi terdekat ketika sedang berada di kota lain. Media sosial komunitas penghobi kopi di tiap daerah menjadi andalannya untuk menggali informasi.
Mela yang asli Makassar ini juga menyukai aroma kopi untuk perawatan kulit. Jika tersedia produk beraroma kopi di salon atau spa yang ia datangi, pastilah produk tersebut yang menjadi pilihannya.
Terkait citra negatif kopi dalam hal kesehatan, misalnya bisa menimbulkan rasa tidak nyaman di lambung, kecanduan, atau kesulitan tidur, Mela menampik.
“Itu mitos aja, kok,” bantahnya tegas.
“Kopi justru baik untuk kesehatan. Yang bikin kopi punya dampak negatif itu biasanya campurannya, seperti gula. Saya sendiri selalu meminum kopi tanpa gula untuk mendapatkan manfaat optimal.”
Menurut Mela, dari yang ia baca didukung oleh pengalamannya sendiri, kopi bisa mengatasi masalah seperti sakit kepala.
“Kalau kopi instan, nah, itu yang bisa ada efek kurang baik ke badan. Mungkin sekarang tidak terasa, tapi bisa terakumulasi di masa mendatang,” jelas Mela.
Gadis berjilbab ini sering mengingatkan orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan teman kantor mengenai efek samping kopi instan. Dirinya juga menjadi bukti bahwa penggemar kopi tak harus mengalami ketergantungan atau ‘nagih‘ minum kopi di waktu-waktu tertentu.
Jika sedang merasa ingin mendapat manfaat suntikan semangat atau perlu mencari ide baru, kopi yang diminumnya tidak harus sampai secangkir penuh.
Sewaktu disinggung tentang pernak-pernik kopi yang hingga sekarang belum kesampaian dimiliki, Mela menyebutkan sebuah alat pembuat kopi yang memang hanya dibuat terbatas. “Ada alat handpresso yang bentuknya lucu, tuh. Sayang, habis terus stoknya,” sesal Mela menutup perbincangan.
=====================================================================
Oh iya, ini buku yang saya peroleh dari pengajar hari itu, Mba Sella Panduarsa Gareta, jurnalis Antara :).
Hooo.. akhirnya tau tentang kopi hehe saya bukan penikmat kopi sih mba. Biasanya minum supaya kekinian, plus lambung saya g kuat. Tapi disebutkan di dalam artikel bahwa kopi sebetulnya tanpa efek samping ya (baca: tidak iritatif di lambung), memang saya akui selama ini saya mengkonsumsi kopi dari gerai dan tidak pernah kopi murni, selalu ada campuran menyertai, ya susu, ya caramel, ya gula hahaha disitu saya simpulkan lambung saya anti kopi. Tapi setelah ini saya akan coba kopi murni, penasaran pengen tahu, betulkah lambung ini rukun- rukun saja dengan kopi. Thanks y mba 😘
Nah, bagian pernyataan ini sebetulnya perlu disertai bukti pendukung, Mba Vivi. Sebetulnya bisa sih ditambahkan misalnya kutipan riset yang mendukung atau justru membantah, tapi sayanya kemarin nggak enak nulisnya kalau ternyata secara ilmiah bertentangan sama hasil wawancara, hehehe. Kalau untuk keperluan tulisan blog ini pada umumnya, biasa pencarian landasan ini saya lakukan biar lebih valid. Coba baca-baca di sini juga ya, Mbak, ada penjelasan soal efek samping kopi dari segi kesehatan yang in sya Allah tepercaya http://www.webmd.com/vitamins-supplements/ingredientmono-980-coffee.aspx?activeingredientid=980. Saya termasuk yang sensi juga sih soalnya beberapa tahun belakangan.
Hop baiklah. Thank you referensinya mba
Sama-sama, Mba Vivi :).