BimbinganIslam.com
Senin, 21 Shafar 1438 H / 21 November 2016 M
Ustadz Dr. Ainul Haris, Lc. MA
Materi Tematik | Agar Ringan dalam Menghadapi Permasalahan Hidup (Bag.1)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AH-ARDMPH-01
———————————–
AGAR RINGAN DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN HIDUP (BAG. 1)
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على رسول الله الأمين وعلى آله وصحبه أجمعين، أَمَّا بَعْدُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، أَمَّا بَعْدُ
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار وإلى النار
Ikhwān dan Akhawāt rahimani wa rahimakumullāh.
Marilah kita senantiasa berdo’a dan memohon kepada Allāh agar kita dimudahkan dalam segala urusan kita. Agar diberi solusi untuk setiap persoalan yang kita hadapi sehingga kita lebih mudah menjalankan keta’atan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Di dunia ini, semua orang, tidak peduli apakah dia orang muslim atau orang kāfir, orang kaya atau orang miskin, penguasa atau rakyat jelata, laki-laki ataupun wanita, semuanya ingin menghadapi berbagai persoalan hidupnya dengan ringan, tenang dan tanpa beban.
Ikhwah sekalian rahimani wa rahimakumullāh.
Masing-masing orang memiliki prespektif dan cara pandangnya sendiri-sendiri berkaitan dengan masalah yang dia hadapi dan itu tergantung kondisi masing-masing orang.
Kalau orang miskin yang setiap harinya susah makan, susah mendapatkan tempat tinggal, susah merealisasikan keinginan-keinginannya, dia beranggapan bahwa masalahnya akan selesai apabila dia memiliki banyak uang. Karena dengan begitu dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Orang yang menjadi bawahan yang selalu disuruh melayani, yang selalu diberikan perintah dan instruksi. Menurut dia masalah hidupnya akan selesai jika dirinya menjadi atasan. Sehingga gampang dan tinggal menyuruh kepada anak buahnya, karena semuanya sudah ada yang melayani, semua sudah ada yang menyiapkan.
Orang yang tidak dikenal yang ke mana pun dia pergi tidak ada yang menyapa atau tersenyum kepadanya (baginya) mungkin penyelesaiannya adalah dengan menjadi orang populer yang senantiasa apabila dia pergi ke mana saja, dia dikerubuti orang, disalami orang, dimintai tanda-tangan dan seterusnya. Dan itulah baginya penyelesaian dari persoalan hidupnya.
Anak muda yang sedang dibakar oleh hawa nafsu dan gejolak masa mudanya beranggapan bahwa jiwa mudanya akan selesai untuk dipenuhi apa yang dia inginkan, apabila dia bisa hidup bebas, sebebas-sebebasnya tanpa aturan. Pergi ke diskotik, pergi ke kafe, bahkan hingga menghisap ganja narkoba dan sebagainya, bagi mereka itu, inilah merupakan penyelesaian dari gejolak masa mudanya.
Dan masih banyak lagi kondisi yang dipandang oleh orang sebagai cara penyelesaian dari masalah-masalah yang dihadapi.
Misalnya:
⇒ Seorang yang tergolek di rumah sakit, dia akan merasa bahwa bebannya akan hilang apabila dia sembuh dari penyakitnya. Meskipun untuk itu dia harus mengeluarkan seluruh hartanya membelanjakan apa yang dia miliki, sehingga dia berpikir yang penting dia bisa sehat.
Hidup menjadi ringan karena tidak lagi mempunyai penyakit dan bebas dari berbagai penderitaan.
⇒ Demikian juga orang yang punya hutang akan merasa lepas dari beban hidupnya jika dia bisa dan mampu untuk melunasi hutang-hutangnya.
Saudaraku rahimani wa rahimakumullāh.
Apabila seseorang merasa ringgan dan terlepas dari beban hidup dengan cara keluar dari masalah yang dihadapi maka betapa banyak manusia di dunia ini yang menderita karena beban hidupnya yang sedemikian banyak.
Sebab mungkin saja dia bisa menyelesaikan satu masalah tetapi masalah-masalah lain menunggu untuk diselesaikan.
Sehingga apabila dikatakan bahwa beban hidup bisa diselesaikan dengan cara keluar dari masalah itu, maka tidak akan orang yang bisa untuk bisa hidup tenang, untuk bisa menghindari dari kesengsaraan dan kesusahan hidup karena setiap orang mesti menghadapi berbagai masalah dengan tingkatnya yang berbeda-beda. Ada yang sulit, ada yang berat, ada yang ringan dan ada yang enteng.
Dan demikianlah masalah-masalah dan problem hidup yang kita hadapi.
____________________________
BimbinganIslam.com
Selasa, 22 Shafar 1438 H / 22 November 2016 M
Ustadz Dr. Ainul Haris, Lc. MA
Materi Tematik | Agar Ringan dalam Menghadapi Permasalahan Hidup (Bag.2)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AH-ARDMPH-02
———————————–
AGAR RINGAN DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN HIDUP (BAG. 2)
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على رسول الله الأمين وعلى آله وصحبه أجمعين، أَمَّا بَعْدُ
Ikhwan dan akhwat rahimani wa rahimakumullāh.
Jelasnya setiap kita pasti memiliki masalah, tetapi ada orang yang memiliki sekian banyak masalah dan dia mampu untuk menghadapi masalah itu dengan cerah, ringan dan tanpa beban.
Sebaliknya, ada orang yang memiliki hanya satu dua masalah bahkan mungkin masalah yang dia hadapi itu termasuk masalah kecil dan sederhana namun dia menghadapi masalah itu seakan sebagai masalah yang sangat besar.
Dia memperbesar persoalan hidupnya lebih dari kenyataan yang sebenarnya.
Sehingga dia menyikapi secara berlebihan dan karenanya dia menjadi menderita meskipun dia hanya menghadapi masalah yang sederhana, masalah yang menyangkut tentang dirinya.
Sementara ada orang yang memiliki sekian banyak masalah, memikirkan masalah yang sedemikian berat, tidak hanya masalah yang menyangkut dirinya tapi menyangkut ribuan orang, menyangkut sekian banyak orang akan tetapi dia masih bisa menyelesaikan dengan senyuman, dengan segala bentuk keringanan hidup dan dia tidak ada beban.
Ikhwan dan akhwat, rahimani wa rahimakumullāh.
Ada juga orang yang kemudian mengambil sebuah kesimpulan pintas dan praktis bahwa semua masalah akan bisa diselesaikan dengan uang.
Karena dengan uang semua bisa diselesaikan, semua bisa ditutupi.
Apabila ini adalah sesuatu yang benar tentu kita tidak akan mendengar seperti di Amerika (misalnya), ada seorang milyuner yang merasa bahwa hartanya yang melimpah, karyawannya yang berjumlah ribuan, malah memenjarakan dirinya. Malah dia mengatakan bahwa hartanya itulah yang menjadi sumber masalah bagi dia.
Karena itu kita sebagai seorang muslim, hendaknya kembali kepada apa yang diajarkan oleh Allāh dan Rasūl-Nya, bagaimana semestinya kita menghadapi persoalan-persoalan hidup.
Timbul satu pertanyaan besar, dari manakah kita memulai jawaban?
Dari manakah kita bisa menghadapi persoalan hidup, baik yang berat maupun yang ringan dengan tanpa beban dengan tanpa meninggalkan persoalan-persoalan baru?
Dari kasus-kasus kehidupan yang nyata dan real di dalam masyarakat, ternyata kita melihat antara satu orang dengan yang lainnya memiliki prespektif yang berbeda, cara pandang yang berbeda, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidup.
Kalau di dalam pandangan Islām, di dalam prespektif Islām, kunci utama sehingga kita bisa menghadapi hidup ini dengan ringan dengan lapang, betapa pun banyak masalah yang kita hadapi dan yang harus kita selesaikan, adalah dengan imān yang kokoh kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Menurut konsep Islām, sesuatu yang sifatnya materi atau di luar diri manusia tidaklah sebagai solusi dari persoalan hidup.
Betapa banyak orang yang banyak uang, memiliki popularitas, memiliki jabatan yang tinggi tapi malah tidak kuat menanggung beban dan masalah hidup.
Karena dengan hartanya yang banyak dan dengan semakin tinggi jabatan, semakin tenar seseorang maka semakin banyak persoalan-persoalan yang dia hadapi. Baik berkaitan dengan relasinya, berkaitan dengan apa yang harus dia jaga dari hartanya dan sebagainya.
Akhirnya, bahkan di antara mereka, karena tidak kuat menanggung berbagai problem hidup itu, ada diantaranya yang kemudian stres atau malah bunuh diri, sebagaimana kita sudah sebutkan beberapa contoh yang tadi.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla, berkaitan dengan kunci kita sebagai seorang muslim dalam menghadapi hidup, menyatakan sebuah petunjuk di dalam firman-Nya:
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ* وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
_”Maka jika datang kepadamu petunjuk dariku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjukku dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka, dan barang siapa yang berpaling dari peringatanku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”_
(QS Thaha: 123-124)
Dalam tafsir _Al Aisarit Tafāsīr_ karya Syaikh Al Jazairy disebutkan tentang ayat ini bahwa:
“Mengikuti petunjuk Allāh berarti beriman terhadap petunjuk Allāh itu, sekaligus mengamalkannya. Jika demikian maka tidak akan tersesat orang itu dalam kehidupannya baik di dunia dan dia tidak akan celaka dalam kehidupannya nanti di akhirat.”
Sebaliknya dalam tafsir yang sama disebutkan:
“Barang siapa yang tidak beriman kepada Allāh tidak mau mengamalkan petunjuk yang diberikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, maka dia akan merasakan balasan dari Allāh berupa kehidupan yang sempit, tidak akan bisa merasakan kebahagiaan hidup dalam dunianya apalagi nanti ketika dia di giring di alam akhirat pada hari kiamat.”
____________________________
——————————————
BimbinganIslam.com
Rabu, 23 Shafar 1438 H / 23 November 2016 M
Ustadz Dr. Ainul Haris, Lc. MA
Materi Tematik | Agar Ringan dalam Menghadapi Permasalahan Hidup (Bag.3)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AH-ARDMPH-03
———————————–
AGAR RINGAN DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN HIDUP (BAG. 3)
Ikhwan dan akhwat rahimani wa rahimakumullāh.
Dalam ayat lain Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ
_”Barang siapa yang beramal shālih baik laki-laki maupun perempuan dan dia seorang mu’min maka kami akan berikan padanya kehidupan yang baik yaitu kebahagiaan.”_
(QS An Nahl: 97)
Dalam ayat ini Allāh berjanji terhadap orang yang beriman dan beramal shālih untuk diberi kehidupan yang baik. Yang mendapat janji Allāh tersebut adalah mu’min sejati yang selalu mendorongnya untuk beramal shālih, menjauhi syirik dan kemaksiatan.
Jika dia seorang mu’min sejati maka Allāh akan memberinya jaminan hidup, kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman di dunia.
Para mufasir memberikan tafsiran yang berbeda-beda tentang kehidupan yang baik (hayātan thayyibah) yang disebutkan dalam surat An Nahl: 97 tadi.
⇒ Ada yang mengatakan hayātan thayyibah itu berarti rejeki yang halal.
⇒ Ada lagi yang mengatakan kepuasan di dalam menerima pembagian dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
⇒ Yang lainnya mengatakan itu adalah petunjuk kepada keta’atan yang menyebabkan dia mendapatkan ridhā Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
⇒ Yang lainnya mengatakan hayātan thayyibah berarti dia diberikan manisnya ketaatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
⇒ Dan yang terakhir ada yang mengatakan hayātan thayyibah itu adalah mengenal Allāh dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Pertanyaan berikutnya, adalah mengapa iman yang tangguh itu bisa melahirkan kelapangan hidup, bisa menjadikan orang dengan ringan menghadapi segala problem kehidupan?
Yang Pertama | Karena orang yang beriman yakin, seyakin-yakinnya terhadap adanya taqdir Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Seorang mu’min yakin bahwa apa yang terjadi semuanya adalah dengan kehendak dan taqdir Allāh. Di mana seseorang rela atau tidak maka hal itu pasti terjadi karena sudah ditentukan dan ditaqdirkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Allāh berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ* لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ
_”Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di muka bumi ini tidak pula yang menimpamu melainkan yang telah di tulis di dalam kitāb lauhul mafhudz sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allāh kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikannya kepadamu.”_
(QS Al Hadīd: 22-23)
Seorang mu’min adalah seorang yang yakin dari apa yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ
_”Apa yang ditaqdirkan menimpamu tidak akan keliru pasti akan menimpamu dan apa yang ditaqdirkan tidak menimpamu maka pasti ia tidak akan menimpamu.”_
(Hadīts riwayat Ahmad 5/185. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadīts ini qawiy (kuat).
Karena itu seorang mu’min ketika mendapatkan musibah, ketika menghadapi persoalan yang berat dengan mantap dia mengatakan:
_”Qadarullāh wa mā syā a fa’ala.”_
(Ini sudah di taqdirkan oleh Allāh dan Allāh berbuat sesuai dengan apa yang dia kehendaki)
Setelah itu dia akan mengatakan:
_”Innalillāhi wa innāilaihi rāji’ūn.”_
(Sesungguhnya kami adalah milik Allāh dan kepada-Nya kami akan kembali).
Sebab semua yang ada pada kita adalah milik Allāh, semuanya adalah titipan Allāh sehingga sewaktu-waktu Allāh berhak untuk mengambilnya dari kita.
Di samping itu, semua kejadian dan semua musibah yang menimpa kita, semua sudah ditetapkan oleh Allāh sebelum kita diciptakan dan kehendak Allāh itu pasti akan terjadi.
Berbeda dengan orang yang tidak beriman kepada taqdir yang tidak percaya bahwa Allāh-lah yang menentukan semua yang terjadi pada dirinya maupun yang ada dan terjadi dalam kehidupan ini.
Ketika terjadi musibah atas dirinya maka dia akan berandai-andai dia akan mengatakan (misalnya):
√ Seandainya waktu itu saya tidak jadi berangkat mungkin saya tidak akan terkena/terjadi kecelakaan.
√ Seandainya saya berhati-hati, saya tentu. tidak kecurian dan sebagainya.
Dia akan senantiasa berandai-andai setiap kali mendapatkan masalah/musibah/bencana/penyakit. Yang semua itu bukan merupakan solusi tetapi semakin menyesakkan dadanya, semakin menyedihkan dirinya, bahkan malah menambah masalah dan bukan memberikan penyelesaian.
Seperti disebutkan di dalam Al Qurān surat Al Imrān ayat 154, mereka berkata:
“Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu, hak campur tangan dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh/dikalahkan di sini.”
Maka kata Allāh:
“Katakanlah wahai Muhammad, sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah di taqdirkan akan mati terbunuh dia itu akan keluar juga ke tempat mereka terbunuh (karena sudah ditaqdirkan oleh Allāh dia terbunuh di sana).”
Dan Allāh berbuat demikian untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada di dalam hatimu. Allāh maha mengetahui isi hati.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
____________________________
——————————————
BimbinganIslam.com
Kamis, 24 Shafar 1438 H / 24 November 2016 M
Ustadz Dr. Ainul Haris, Lc. MA
Materi Tematik | Agar Ringan dalam Menghadapi Permasalahan Hidup (Bag.4)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AH-ARDMPH-04
———————————–
AGAR RINGAN DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN HIDUP (BAG. 4)
Ikhwan dan akhwat rahimani warahimakumullāh.
Mengapa seorang mu’min yang tangguh imannya, selalu tenang, selalu lapang di dalam menghadapi berbagai persoalan hidup?
Yang kedua | Karena, seorang mu’min itu pandai menyikapi keadaan dan tahan banting terhadap segala macam suasana.
√ Baik suasana lapang maupun suasana sempit.
√ Baik dalam keadaan kaya maupun miskin.
√ Baik sebagai pejabat maupun sebagai rakyat jelata.
√ Baik sebagai orang yang tidak dikenal maupun sebagai orang yang terkenal.
√ Baik sebagai orang yang sehat maupun orang yang sakit.
√ Baik sedang menerima nikmat atau sedang ditimpa musibah/bencana/penyakit.
Dalam berbagai keadaan itu seorang mu’min bisa menyikapinya dengan benar. Sehingga semua suasana tetap tidak mempengaruhi kebahagiaan hidupnya, tetap tidak menjadikannya orang yang sengsara.
Karena itu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menegaskan:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
_”Sungguh menakjubkan keadaan seorang mu’min itu, semua keadaannya adalah baik dan itu tidak dimiliki seorangpun selain orang mu’min. Bila dia diberi kesenangan atau kelapangan dia bersyukur dan itu adalah lebih baik baginya, bila dia ditimpa musibah (kesempitan) dia bersabar, dan itu adalah lebih baik bagi dirinya.”_
(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2999)
⇒ Jadi seorang mu’min itu, senantiasa memiliki kontrol (remote) yang mengatur situasi hatinya, disesuaikan dengan keadaan yang ada di luar dirinya.
Seorang mu’min adalah orang yang pandai bersyukur karena yakin semua itu adalah karunia dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Apalagi disebutkan dalam sebuah hadīts bahwa seorang yang pandai bersyukur yaitu seorang yang ketika makan, dia mensyukuri dengan makanan yang dia makan itu maka dia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang sabar ketika dia berpuasa dengan kelaparannya.
Adapun seorang mu’min sejati apabila mendapat musibah/bencana/penyakit atau hal-hal yang tidak dia kehendaki maka dia bersabar karena yang ada padanya semua merupakan amanah dari Allāh dan dia meyakini ini.
Semua merupakan titipan dari Allāh yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Berbeda keadaannya dengan orang yang tidak beriman. Seorang yang tidak beriman menyikapi musibah, menyikapi penyakit, menyikapi bencana, akan menjadikan dia melakukan hal-hal yang sifatnya destrukstif (menghancurkan dirinya dan kehidupannya).
√ Ada yang dengan cara meratap.
√ Ada yang dengan cara membentur-benturkan kepalanya ke tembok.
√ Ada yang merobek-robek pakaiannya.
√ Ada yang meraung-raung.
√ Ada yang sampai pingsan.
Ini jelas-jelas sesuatu yang dilarang oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Kita tidak boleh menghadapi musibah, menghadapi persoalan, menghadapi apa pun, seberat apa pun yang kita hadapi dari masalah-masalah hidup dengan cara-cara yang tidak dituntunkan oleh Islām, yang menunjukan bahwa kita tidak rela dengan taqdir yang diberikan oleh Allāh kepada kita. Sebab semuanya itu adalah cara-cara Jāhilīyyah. Bahkan secara tegas Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menegaskan;
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّة
_”Tidak termasuk golongan kami orang yang menampar pipi (wajah), merobek saku, dan melakukan amalan Jāhilīyyah.”_
(Hadīts riwayatkan Bukhāri no. 1294 dan Muslim no. 103)
Maksudnya, ketika terjadi musibah (misalnya) terjadi kematian, mendapatkan penyakit, bencana dan sebagainya, dia menampar pipinya (wajahnya) atau dia merobek-robek pakaiannya dan menyeru (meraung-raung) dengan seruan-seruan Jāhilīyyah dan ini semuanya bukan merupakan tuntunan Islām.
Bahkan diantara mereka yang tidak kuat menghadapi beban hidup, ada yang sampai pada tingkat bunuh diri, naudzubillāh.
Sebaliknya orang yang tidak beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, bila dia mendapat nikmat maka dia akan bergembira kelewat batas, dia akan lupa daratan bahkan dengan nikmat yang dia terima akan menggiringnya pada kesombongan. Merasa bangga diri bahkan dia merasa bahwa dengan kekayaan itu dia dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sedangkan orang-orang miskin, menurut orang-orang yang mendapatkan nikmat tetapi dia ini orang yang tidak beriman, orang-orang miskin itu dalam pandangan mereka adalah orang-orang yang dihinakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, naudzubillāh.
Itulah yang disinggung dalam ayat Allāh:
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ* وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
_”Mereka itu ketika mendapatkan nikmat merasa nikmat itu merupakan bentuk penghargaan, bentuk pemulyaan Allāh terhadap mereka, sebaliknya bila diberi kesempitan rejeki, diberi bencana, musibah, penyakit dia mengatakan dan berpraduga bahwa itu semua adalah bentuk penghinaan Allāh terhadap dirinya.”_
(QS Al Fajr: 15-16)
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
____________________________
——————————————
Jum’at, 25 Shafar 1438 H / 25 November 2016 M
Ustadz Dr. Ainul Haris, Lc. MA
Materi Tematik | Agar Ringan Dalam Menghadapi Permasalahan Hidup (Bag.5)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AH-ARDMPH-05
———————————–
AGAR RINGAN DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN HIDUP (BAG. 5)
Mengapa seorang mu’min yang tangguh imannya bisa melahirkan kebahagiaan hakiki, mampu menghadapi berbagai persoalan hidup dengan tenang?
Yang ketiga | Karena seorang mu’min itu menganggap dan bahkan yaqin, bahwa penyakit kesedihan dan kesakitan yang dia rasakan itu semuanya merupakan pelebur dosa.
Bahkan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menegaskan, sampai-sampai duri yang mengenai telapak kaki kita (sesuatu yang sederhana yang menyakiti telapak kaki kita) itu merupakan pelebur dosa yang dikehendaki Allāh terhadap kita.
Karena itu seorang mu’min tetap bahagia, tetap bisa tenang ketika menghadapi penyakit yang sebesar apa pun, seberat apa pun yang menimpanya.
Musibah seberat apa pun yang menimpanya, dia tetap tenang menghadapinya. Karena dia tetap punya harapan bahwa di sisi Allāh adalah balasan yang lebih baik terutama dengan adanya peleburan dosa dari penyakit/ bencana/musibah yang mengenai dirinya.
Bahkan dalam sebuah hadīts disebutkan:
أَشَدُّ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ
_”Orang yang paling berat cobaanya adalah para nabi kemudian orang yang derajatnya di bawahnya dan yang derajatnya di bawahnya.”_
(HR Tirmidzi nomor 2398)
Itulah sebuah contoh real dan hal yang faktual dalam kehidupan para nabi, di mana mereka adalah orang-orang yang paling banyak mendapatkan ujian yang paling banyak mendapatkan musibah, paling banyak mendapatkan tantangan dalam hidupnya.
Tetapi justru dengan tantangan hidup itulah, dengan musibah dengan ujian hidup itulah, dengan berbagai tantangan yang ada itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla meninggikan derajat mereka. Karena mereka bersabar dengan berbagai problematika hidup yang mereka hadapi.
Ikhwan dan akhwat rahimani wa rahimakumullāh.
Seorang mu’min yakin bahwa Allāh tidak akan membebani hamba-Nya di luar kemampuan dirinya.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
_”Allah tidak akan membebani seseorang di luar kemampuan dirinya.”_
(QS Al Baqarah: 286)
Karena itu, musibah yang menimpa kita, problematika hidup yang kita hadapi, semua itu sudah diukur oleh Allāh bahwa kita pasti akan mampu untuk menghadapinya apabila kita benar-benar mengikuti petunjuk Allah dan kita benar-benar sabar di dalam menghadapinya.
Sehingga musibah itu tidak menyisahkan kesedihan, tidak menyisahkan kesengsaraan sama sekali.
Adapun orang yang tidak beriman, maka dia tidak percaya bahwa musibah itu bisa melebur dosa.
Karena itu, begitu dia terkena musibah mendapatkan penyakit dia akan terus menyesali, dia akan terus meratap bahkan mengumpat orang lain. Di mana dengan demikian dia akan semakin sedih dan semakin hancur hati dan kehidupannya.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
____________________________
——————————————
BimbinganIslam.com
Sabtu, 26 Shafar 1438 H / 26 November 2016 M
Ustadz Dr. Ainul Haris, Lc. MA
Materi Tematik | Agar Ringan Dalam Menghadapi Permasalahan Hidup (Bag.6 – selesai)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AH-ARDMPH-06
———————————–
AGAR RINGAN DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN HIDUP (BAG. 6 – selesai)
Agar Ringan Dalam Menghadapi Permasalahan Hidup
Pendengar rahimani wa rahimakumullāh.
Mengapa seorang mu’min yang tangguh imannya bisa menghadapi hidup ini dengan lapang meskipun berat tantangan hidup yang di hadapi
Yang Ke-empat| Karena seorang mu’min itu selalu bertawakal kepada Allāh, selalu menggantungkan dirinya hanya kepada Allāh dalam segala urusannya, baik yang berat maupun yang ringan, yang lapang maupun yang sempit.
Semua masalah dia gantungkan hanya kepada Allāh, dia tidak mengantungkan permasalahan yang dihadapi kepada kemampuan dirinya sendiri. Juga dia tidak mengantungkan kepada sebab dan akibat.
Karena itu dia senantiasa berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla di pagi dan sore harinya sebagaimana dituntunkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
وَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ
“Yā Allāh, janganlah engkau bebankan, beban-beban hidup itu terhadap diriku sendiri, meskipun hanya sekejap mata”
(HR Abu Daud nomor 5090)
Jadi meskipun hanya satu kedipan mata, waktu yang kita perlukan tetapi dalam kondisi waktu yang sangat singkat itu pun kita tetap hanya mengantungkan kepada Allāh.
Kita tidak mengantungkan kepada diri kita, tidak mengantungkan kepada makhluk dan tidak kita gantungkan nasib dan berbagai problem yang kita hadapi kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Adapun orang-orang yang betul-betul bertawakal, orang-orang mu’min sejati yang betul-betul bertawaqal kepada Allāh maka jaminannya jelas dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allāh maka Allāh akan mencukupi kebutuhannya”
(QS At-thalāq: 3)
Dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Imān Bukhāri dan Imān An-Nasāi’ dari Ibnu ‘Abbās Radhiyallāhu ‘anhu ketika Nabi Ibrāhim ‘alayhissalām dilemparkan ke dalam api beliau mengucapkan, “Hasbunāllāhu wa ni’mal wakīl” (Cukuplah Allāh bagi kami, dan Allāh adalah sebaik-baik pelindung kami).
Dan kalimat ini pulalah, pendengar rahimani wa rahimakumullāh.
Yang diucapkan oleh nabi kita Muhammad Shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika ditakut-takuti oleh bangsa Quraysh bahwa beliau akan diserang oleh sekumpulan pasukan.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan tegasnya mengatakan, “Hasbunāllāhu wa ni’mal wakīl”.
Dalam sebuah ayatnya disebutkan dalam surat Al-Imrān ayat 173:
“Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu wahai Muhammad, karena itu takutlah kepada mereka”
Inilah bentuk teror yang dilakukan oleh orang-orang Quraysh kepada nabi kita Muhammad Shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Tapi apa jawaban nabi Muhammad?
Jawaban Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam terhadap mereka adalah:
“Cukuplah Allāh menjadi penolong kami dan Allāh sebaik-baik penolong”, (“Hasbunāllāhu wa ni’mal wakīl”).
Pendengar rahimani wa rahimakumullāh.
Berbeda dengan orang yang tidak bertawakal kepada Allāh, yang tidak mengantungkan hidupnya kepada Allāh.
Ketika terjadi musibah, ketika menghadapi persoalan-persoalan berat dia akan kebingungan karena dia menggantungkan semuanya kepada dirinya atau kepada sebab akibat atau kepada makhluk sementara dirinya lemah, sementara makhluk itu lemah. Sehingga dengan demikian dia akan semakin menderita karena tidak mampu menghadapi berbagai persoalan-persoalan yang setengah merundung dirinya.
Pendengar rahimani wa rahimakumullāh.
Semuanya itu tidak akan mampu dia selesaikan bahkan sebaliknya dengan menggantungkan terhadap dirinya sendiri maka dia semakin bertambah sengsara.
Yang kelima | Seorang mu’min itu senantiasa mampu menghadapi persoalannya, betapa pun beratnya persoalan itu, karena dia sebagai seorang muslim yakin bahwa pilihan Allāh itulah pilihan yang terbaik.
Karena itu disebutkan di dalam Al-Qurān:
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Janganlah kamu membenci sesuatu padahal ia adalah lebih baik bagimu dan janganlah kamu menyukai sesuatu padahal ia adalah lebih buruk bagimu, Allāh maha mengetahui dan kamu tidak mengetahui”
(QS Al-Baqarah: 216)
Dengan demikian seseorang akan tetap bahagia dengan musibah dengan penderitaan atau berbagai penyakit yang menimpa dirinya, karena dia melihat persoalan dengan perspektif jangka panjang dengan positive thinking sehingga dia akan tetap bisa menghadapi persoalan itu dengan tenang dan dia mengharapkan sesuatu yang lebih baik dalam kehidupannya yang akan datang.
Pendengar rahimani wa rahimakumullāh.
Marilah kita lihat diri kita masing-masing, siapa pun diri kita.
· Apakah kita orang yang miskin atau orang kaya?
· Apakah rakyat jelata atau seorang pejabat?
Apakah kita telah merasakan kelapangan dalam hidup ini?
√ Apakah kita sudah bisa menghadapi berbagai problem hidup kita dengan tenang?
√ Apakah kita sudah bisa menghadapi dengan optimisme yang besar?
√ Apakah kita sudah bisa berpikir positive thinking dalam menghadapi problematik hidup?
√ Apakah kita justru sebaliknya melihat masalah dengan pandangan yang buram?
√ Selalu pesimis?
√ Suka menyalahkan orang lain?
√ Sering marah mungkin bahkan suka stress?
Ketahuilah apabila itu sering terjadi pada diri kita, menunjukan bahwa iman kita masih lemah.
Iman bisa bertambah dan bisa berkurang, sebanyak tingkat keimanan kita sebesar tingkat keimanan kita, sebesar itulah kemampuan kita di dalam menghadapi berbagai problematika hidup.
Semakin lemah iman kita, maka kita akan semakin lemah pula di dalam menghadapi problematika hidup.
Kita akan gampang gelisah, gampang marah, gampang stress dan gampang berbuat dosa dan maksiat, apabila iman kita lemah.
Akan tetapi seorang mu’min hendaknya terus berusaha untuk meningkatkan keimanan nya karena memang iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang.
Seorang mu’min sejatinya selalu dalam kebahagiaan, senantiasa dalam kebahagiaan dan kelapangan dalam kondisi apa pun.
Seperti dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah:
“Di dunia ini sudah ada surga, sudah ada kebahagiaan, ketenangan dan kelapangan, barang siapa yang tidak masuk di dalamnya maka dia tidak akan bisa masuk surga yang ada di akhirat”.
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang memiliki iman yang tangguh, sehingga selalu bisa menikmati kebahagiaan, kelapangan dan optimis dalam menghadapi setiap persoalan. Bahagia di dunia ini maupun nanti di akhirat. Āmīn.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
__________________________________
Mari bersama mengambil peran dalam dakwah…
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah
1. Pembangunan & Pengembangan 100 Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia
Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/
*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
www.cintasedekah.org