Category Archives: Islam
Sahabat Yang Baik Itu…
Kalau kita bilang, “Teman, kalau nanti kamu tidak melihat saya di surga, cari dan panggil saya dari neraka” itu kok seperti kita angan-angankan masuk neraka. Jangan begitu. Membayangkan kita masuk (jatuh ke) selokan saja pasti kita tidak mau, kan?
Ucapan Ustadz Oemar Mita pada kajian tanggal 15 kemarin di OJK berasa makjleb di hati. Memang, kalimat yang dinukil dari ucapan Ibnul Jauziy* tersebut cukup sering dilontarkan di sana-sini. Sekilas sepertinya tujuannya baik, biasanya untuk semakin memperkokoh pertemanan. Toh ada ulama yang mencontohkannya. Lagipula kayaknya kalau mau menyebut-nyebut kita pede masuk surga, takutnya seperti takabur gitu, ya. Wong amalan ya masih begini-begini saja. Namun, memang kalau kita minder atau nggak pede masuk surga, maka kita perlu usaha perbanyak amalan baik dan wasilah lain yang bisa menolong kita. Salah satunya, ya sahabat baik itu.
Meriah Kontemplatif Milad Keempat Blogger Muslimah
Tahun ini Komunitas Blogger Muslimah telah genap berusia empat tahun. Saya sendiri baru tergabung di komunitas ini selama kira-kira setahun setengah. Dalam rangka menyambut miladnya tahun ini, Blogger Muslimah menyelenggarakan acara sharing session dengan tema Menuju Hijrah Kaffah. Tentu saja saya tak mau ketinggalan mendaftarkan diri. Apalagi lokasinya sudah familiar, yaitu Nutrifood Inspiring Center. Di tempat inilah saya untuk pertama kalinya mengikuti gelaran kegiatan Blogger Muslimah Agustus tahun 2017.
Baca juga: Blogger Muslimah Meet Up, Belajar Agar Lebih Cerdas dan Cantik

Poster Milad Blogger Muslimah Ke-4
Masjid Ramah Anak atau Ramah Ibadah?
Ramadhan dua tahun yang lalu saya pernah menulis kesukaan Fathia ikut ke masjid. Di situ saya sekilas menyebutkan tulisan Ustadz Bendri Jaisyurrahman tentang Masjid Ramah Anak. Selengkapnya bisa dibaca di sini: Masjid Ramah Anak di Lingkungan Kami.
Tulisan tersebut memang bagus untuk meningkatkan kesadaran dan semangat untuk membuat anak-anak nyaman berada di masjid, yang pada akhirnya diharapkan membuat hati anak-anak terpaut pada masjid sejak dini. Nantinya, semoga mereka juga tergerak memakmurkan masjid, mengikuti bahkan mengadakan kegiatan-kegiatan yang kian menumbuhkan kecintaan kerhadap Islam.
Kemarin, di salah satu grup yang saya ikuti, ada yang meneruskan tulisan Abah Ihsan mengenai hal serupa. Tulisan Abah Ihsan jauh lebih panjang dan menyeluruh, karena juga menyoroti bahwa jangan sampai kenyamanan anak membuat masjid justru menjadi kurang nyaman bagi jamaah dewasa. Tentu bukan berarti serta merta anak yang harus ‘diusir’. Ada solusi yang bisa dikerjakan bersama-sama agar semua bisa sama-sama nyaman. Berikut selengkapnya:
Masjid Ramah Anak atau Ramah Ibadah?
Oleh: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari @abahihsan
Direktur Auladi Parenting School
Penggagas Program 1821 Kumpul KeluargaApakah boleh mengajak anak ke masjid meski mereka belum wajib sholat? Apakah harus didampingi orangtua? Bagaimana pula jika anak ribut di masjid? Bolehkah anak-anak bermain di masjid?
Bagaimana jika ada orang dewasa yang tidak membawa anak lalu tengah khusyu’ ibadah merasa terganggu dengan anak yang ribut di masjid? Apakah orang dewasa yang harus bersabar dan menyesuaikan diri atau anak yang dikondisikan untuk tidak ribut? Haruskah dibiarkan atau sebaiknya diusir dari masjid?
(Peringatan: tulisan ini panjang, agar dipahami secara utuh, tidak sepotong-sepotong. Membaca sebagian tulisan ini, akan berakibat tidak baik untuk pencernaan pikiran Anda.)
Self Healing Inner Child dalam Pandangan Islam
Materi seputar inner child tak ada habisnya digali. Seringnya tema ini dibahas di grup-grup yang saya ikuti saya anggap sebagai tren positif, sarana belajar khususnya bagi para orang tua yang tidak hendak berhenti meningkatkan kualitas diri sekaligus mutu pengasuhan (walaupun yang masih single atau belum dikaruniai buah hati juga bisa bisa turut menyimak). Seperti pernah saya tuliskan di postingan sebelumnya, meskipun sudah beberapa kali mengikuti kulwap terkait inner child, tapi sudut pandang yang lain dari pemateri yang berbeda tetap bisa memperkaya wawasan. Kali ini saya berkesempatan belajar tentang Self Healing Inner Child dalam Pandangan Islam. Pekan lalu, kajian muslimah di kantor pusat menghadirkan Ustadzah Isra Yeni – Founder dan Penasihat Rumah Surga sekaligus penulis buku The Great Dad, 5 Pilar Ayah Hebat (duet dengan suami beliau) untuk membawakan materi ini.
Kepada Siapa Kita Minta Pertolongan?
Materi dari grup Bimbingan Agama Islam (BiAS) hari ini lagi-lagi sayang kalau tidak diarsipkan di sini…
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi’ | Bab Zuhud Dan Wara’
🔊 Hadits 05 | Perintah Meminta Pertolongan Hanya Kepada Allāh
Hadits 05 | Perintah Meminta Pertolongan Hanya Kepada Allah (Bagian 1)
klik link audioبِسْـــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــــــــم
Dari Ibnu ‘Abbās radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumā mengatakan:
Pada suatu hari aku pernah dibonceng Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan beliau bersabda:
“Wahai remaja (pemuda), jagalah Allāh, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allāh, niscaya kamu akan mendapati-Nya selalu hadir di hadapanmu.
Jika kamu meminta sesuatu, mintalah kepada Allāh. Dan jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allāh.”
(HR Tirmidzi, dan ia berkata: “Hadits ini derajatnya adalah hasan shahih.”)
⇒Ibnu ‘Abbās merupakan sepupu Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan shahābat kecil saat itu.
Hadits ini menjelaskan bagaimana perhatian Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam memberi nasihat, bahkan kepada anak-anak.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menanamkan tauhid bukan hanya kepada para shahābat yang senior (besar) tetapi juga kepada para shahābat yang junior (kecil).
Dan anak-anak, kalau ditanamkan tauhid padanya sejak kecil maka akan terpatri dalam dada-dada mereka.
Yang dimaksud dengan “menjaga Allāh” adalah sebagaimana dijelaskan oleh Al Imām Nawawi rahimahullāh, yaitu:
◆ احفظ اوامره وامتثلها وانتبه عن نواهيه يحفظك في تطلباتك وفي دنياك واخرتك
◆ Jagalah perintah-perintah Allāh dan kerjakanlah, dan berhentilah engkau dari perkara yang diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Niscaya Allāh akan menjaga engkau dalam gerakanmu (perpindahanmu) dalam duniamu maupun akhiratmu.
⇒Jadi yang dimaksud dengan menjaga Allāh adalah menjaga syari’at Allāh; perintah Allāh dikerjakan dan larangan Allāh dijauhi.
Apa balasannya?
الجزاء من جنس العمل
Barang siapa yang menjaga perintah Allāh, maka Allāh akan menjaganya.
Allāh akan menjaga dia dalam dua perkara, yaitu:
■ Penjagaan Pertama | Allāh akan menjaga dia dalam urusan dunianya (kesehatan, istri, anak-anak, harta)
Orang yang menjaga perintah Allāh maka Allāh akan:
⑴ Menjaga keluarganya.
⑵ Mengirimkan malaikat untuk menjaganya.
Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ
“Baginya (bagi seorang manusia) ada malaikat-malaikat yang berada di depannya dan di belakangnya. Mereka menjaga menusia ini karena perintah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
(QS Ar Ra’d: 11)
Oleh karenanya, di zaman yang penuh dengan fitnah (godaan) ini, sulit untuk bisa menjaga keluarga dan anak-anak kita kecuali kalau kita bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kalau diri kita bertaqwa (menjalankan perintah Allāh dan menjauhi larangan-Nya) maka Allāh akan menjaga anak-anak kita.
Siapa yang bisa menjaga anak-anak kita sementara anak-anak dilepaskan di sekolah?
⇒Bertemu dengan orang-orang nakal.
⇒Melihat hal-hal yang diharamkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
⇒Bergaul dengan teman-teman yang tidak benar.
⇒Mendengarkan ucapan-ucapan yang kotor.
⇒Diajari oleh temannya untuk membohongi kedua orang tua.
Sulit bagi kita untuk menjaganya.
Kalau anak-anak di (dalam) rumah mungkin bisa kita jaga, itu pun tidak mudah.
Apalagi kalau kita punya kesibukan di luar rumah dan anak-anak di luar rumah, maka siapa yang bisa menjaganya?
Tidak ada yang bisa menjaganya kecuali Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Oleh karenanya, kita dapati banyak sekali orang-orang shalih (misal di Arab Saudi) yang Allāh berikan umur panjang, diberkahi umur dan ilmu mereka, dijauhkan dari pikun. Subhānallāh, sebagaimana para masyāyikh (para ulama) yang kita lihat.
■ Penjagaan Kedua | Allāh akan menjaga dalam urusan akhiratnya.
⇒Artinya, Allāh akan menjaga dia sehingga tidak terkena syubhat-syubhat (kerancuan pemikiran).
Ada syubhat yang bisa membuat seseorang menjadi kafir, munafiq atau ada yang membuat ragu terhadap agama.
Kita tahu, di zaman sekarang ini syubhat begitu banyak beredar di internet (dunia maya).
Maka kalau dia bertaqwa kepada Allāh, maka Allāh akan:
✓Melindungi (menjauhkan) dirinya dari syubhat-syubhat tersebut.
✓Menjaganya (menjauhkan) dari syahwat yang bisa menjerumuskan dia dalam perbuatan dosa besar.
Kemudian, kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
“Jagalah Allāh, niscaya engkau akan mendapati Allāh di hadapanmu.”
Artinya apa?
Allāh akan senantiasa bersamamu.
◆ Barang siapa yang bertaqwa kepada Allāh di manapun dia berada dan kapan pun, maka senantiasa Allāh bersama dia, menolong dia setiap ada kesulitan.
Olah karenanya, tatkala Allāh mengutus Nabi Mūsā dan Hārūn untuk berdakwah kepada Fir’aun, mereka berdua takut, maka Allāh berkata:
لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
“Janganlah kalian berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian dan Aku melihat apa yang kalian lakukan.”
(QS Thāhā: 46)
Barang siapa yang bertaqwa kepada Allāh, maka yakinlah kalau dia butuh Allāh, maka Allāh selalu berada di sampingnya untuk memudahkan urusannya.
والله تعالى أعلم بالصواب
Urgensi Mempelajari Sirah Nabawiyah dalam Pendidikan Anak
📚 Resume Kulwap Grup Arsitek Peradaban
🍓 Urgensi Mempelajari Sirah Nabawiyah dalam Pendidikan Anak
📅 30 Agustus 2017
🍓🍓🍓🍓
💕 Materi Kulwap Grup Arsitek Peradaban 💕
Urgensi Mempelajari Sirah Nabawiyah dalam Pendidikan Anak
Oleh: drg. Deasy Rosalina, MMedSc (curriculum vitae di bawah)
“Kami diajari Maghazi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagaimana kami diajari surah dalam Al-Qur’an.” (Ali bin al-Husain w. 94H – Generasi Tabi’in)
Maghazi adalah salah satu aspek dalam Sirah Nabawiyyah yang terkait dengan peperangan.
Generasi sahabat memandang pelajaran Sirah sama pentingnya seperti pelajaran Al-Qur’an. Sebab Al-Qur’an sebagai sebagai firman Tuhan merupakan konsep dan dasar-dasar petunjuk hidup. Namun untuk masalah yang mendetail tidak diajarkan dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, Sirah Nabawiyyah-lah yang mendetailkan apa yang ada di Al-Qur’an. Sebab setiap nilai dalam Al-Qur’an dapat dilihat dari akhlak keseharian Rasulullah.
I.Sirah Nabawiyyah
Sirah Nabawiyyah berarti perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam selama menjalankan tugas kerasulan, yaitu menyampaikan dan mewujudkan risalah Islam di tengah kehidupan manusia.
Memahami Sirah Nabawiyah mencakup; masa pra Islam (Jahiliyah), masa dakwah, dan masa khilafah Nubuwah (Khilafah Rasyidah).
“Mendalami Sirah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam akan mendorong siapa pun kepada keniscayaan mengakui kebenaran Nabi dan bersaksi bahwa beliau benar-benar utusan Allah. Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak memiliki satu pun mukjizat selain sirahnya, maka itu pun sudah cukup.” (Ibn Hazm al-Andalusi w. 456H)
Buku Eid, Teman Menyambut Lebaran
Lebaran sebentar lagi….
Bulan Suci Ramadhan tak lama lagi berakhir, artinya Idul Fitri akan segera tiba. Fathia (5,5 tahun) sudah mulai mengenali aktivitas khas hari raya seperti shalat berjamaah dan saling mengunjungi. Kegiatan mudik juga ia tunggu-tunggu. Adiknya, Fahira (2,5 tahun) sih ikut saja, kalau kakaknya sedang semangat cerita rencana mau main apa di rumah eyang, ia akan ikut nimbrung dengan antusias. Menjelang tibanya hari lebaran, saya rasa baik juga mengenalkan tradisi Idul Fitri yang sedikit berbeda. Supaya anak-anak tahu, ada beragam bentuk perayaan di berbagai belahan bumi yang intinya tetap bergembira dalam rasa syukur di hari kemenangan.
Lailatur Qadar untuk Para Wanita
Setelah 20 hari berlalu, biasanya yang diburu di bulan Ramadhan adalah Lailatul Qodar. Bagaimana dengan para wanita, yang dalam beberapa hal jelas berbeda dengan para pria? Ustadzah Kingkin Anida Jumat lalu memberi tausiyah terkait hal ini di pengajian Dharma Wanita di kantor.
Tak terasa sebentar lagi Ramadhan akan berakhir. Ibarat akan ditinggalkan oleh kekasih, kita akan merasa belum lama bersama, sedih dan belum mau berpisah. Maksimalkan ibadah pada 10 hari terakhir, bukan hanya malam ganjil dan Lailatul Qadar. Salah satu caranya adalah dengan i’tikaf atau berdiam diri dengan memperbanyak ibadah yang bisa dilakukan. Lelaki tentu baiknya di masjid, ada pendapat bahkan minimal harus sehari. Wanita juga bisa di masjid jika memungkinkan, tapi tidak ada minimalnya. Jangan sia-siakan kesempatan ini, persiapkan fisik siang hari untuk malam harinya. Misalkan makanan terbaik, istirahat cukup (sesuai jalan berpikir masing-masing, tidak harus sesuai standar yang dibilang ahli kesehatan). Tambah motivasi pada anggota keluarga: memberi teladan, siapkan reward untuk keluarga yang berangkat i’tikaf (memang baiknya ke masjid karena kalau di rumah hawanya beda, dan banyak yang memperjuangkan hal serupa).
Semakin menjelang akhir Ramadhan, niatkan lebih baik, misal 10 hari khatam lebih banyak, kalau sudah niat akan ada rencana yang lebih tertata, bisa bergantian dengan teman-teman sekelompok. Bisa diseling antata tilawah dengan sedekah, sholat, wirid. Termasuk untuk ibu-ibu yang sudah setengah baya, biarpun usia menjelang senja tapi juga harus punya cita-cita, doakan juga keluarga dekat, keluarga jauh, bangsa dan negara, umat sedunia, bukan hanya diri sendiri. Ikhlaskan maaf pada mereka yang pernah bersalah atau menyakiti kita.
Wanita yang sedang haid tidak boleh i’tikaf bahkan di rumah pun (jika tidak haid, wanita boleh i’tikaf di tempatnya biasa sholat, berdiam di atas sajadah), jadi yang bisa dilakukan antara lain:
1. Bersegera pada ampunan Allah, istighfar sebanyak-banyaknya.
2. Bersedekah, termasuk memberi makanan berbuka puasa dan untuk yang beri’tikaf.
3. Menahan amarah dan memaafkan, misalnya ketika akhirnya jadi harus mengerjakan lebih banyak pekerjaan rumah ketika yang lain bisa i’tikaf, kadang kan tergoda untuk menggerutu.
Ahlul Qur’an akan disertai oleh para malaikat Allah, yang haid bisa berdoa agar Al-Qur’an dikumpulkan di dada.
Ciri-ciri Lailatul Qadar: alam rasanya tenang, matahari cerah bersinar tetapi tidak menyengat. Para penghuni langit turun.
Ketentuan i’tikaf bagi wanita: wudhu, niat (tidak harus dilafalkan nawaitu…), sholat tahiyat masjid, pakaian nyaman syar’i tidak terawang, tidak bau tapi juga tidak berparfum. Kalau mau bawa perlengkapan siapkan juga, misal bantal kecil, agar nyaman dan tidak merepotkan penjaga masjid.
Semoga kita semua bisa berupaya menggapai malam yang lebih baik dari seribu bulan dan berhasil memperolehnya….
Meningkatkan Etos Kerja dengan Spirit Ramadhan
Selama ini membaca saja tulisan-tulisan ustadz Salim di buku maupun internet atau juga menonton video ceramahnya, Rabu lalu salah satu kantor di kompleks perkantoran saya mengundang beliau untuk berceramah. Saya tentu tidak mau ketinggalan menyimak Berikut catatan saya.
Meningkatkan Etos Kerja dengan Spirit Ramadhan
Ustadz Salim A. Fillah, DJKN, 7 Juni 2017
Output yang diharapkan dari berpuasa yaitu:
1. Al Baqarah 183, supaya semua bertaqwa
2. Al Baqarah 185, supaya bersyukur
3. Al Baqarah 185, supaya mendapatkan bimbingan atau petunjuk.
Etos yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bekerja, berbangsa, bernegara meliputi ketiga hal di atas.
1. Taqwa jika diringkas dalam satu kata singkat mencakup kehati-hatian. Kehati-hatian ini di atas ketaatan karena bukan hanya membedakan halal dan haram, baik dengan buruk, melainkan juga menjaga jarak agar tidak terjatuh pada yang salah dan bermasalah.
Khususnya di bulan Ramadhan ini kita berhati-hati di segala hal, di rumah, di kantor, di mana saja. Hadits: yang benar jelas, yang buruk jelas, tapi di tengah-tengah ada yang abu-abu. Maka kata kuncinya adalah berhati-hati terhadap yang samar-samar itu, sehingga seseorang yang berhati-hati berarti telah menjaga agama dan kehormatannya. Sebagaimana seseorang yang menggembala kambing perlu mengikat agar tak masuk dan memakan tanaman kebun tetangga. Termasuk dari berhati-hati bisa dalam bentuk menjaga aurat misalnya bagi lelaki, meski dada bukanlah aurat, tetapi Imam Syafii tidak pernah keluar tanpa baju atasan untuk menjaga kehormatan.