[Ulasan Buku] Si Kembar dan Tantangan Profesor Haydar

Ada anak bertanya pada bapaknya,
“Buat apa berlapar-lapar puasa?”
Ada anak bertanya pada bapaknya,
“Tadarus tarawih apalah gunanya?”

Penggalan lagu Bimbo di atas rasanya sudah akrab di telinga kita, generasi X dan Y. Dulu, mungkin penjelasan seperti lanjutan syair lagunya sudah cukup bagi anak-anak pada zamannya: lapar mengajarmu rendah hati selalu. Tadarus artinya memahami kitab suci. Tarawih mendekatkan diri pada Ilahi.

Namun, generasi berikutnya bisa jadi tidak akan puas dengan jawaban seperti itu. Generasi Z dan Alpha, sesuai karakter mereka yang sedikit banyak juga dibentuk oleh orang tua yang “tidak ingin anak merasakan keadaan serba-terbatas seperti dirinya dulu”, akan dengan berani menuntut penjelasan lebih lanjut.

Keberanian semacam ini, dulu atas nama penghormatan dan rasa segan, hanya akan diekspresikan oleh segelintir anak. Sekarang, anak-anak cenderung lebih bebas berinteraksi karena sebagian orang tua berupaya menghilangkan sekat masa lalu yang mengekang. Hal ini, didukung dengan makin majunya teknologi, berdampak pula pada kebebasan anak-anak dalam berekspresi. Itu pun masih syukur kalau anak mau bertanya ke orang tua atau pihak yang kompeten. Bagaimana kalau mereka nekat mencari tahu sendiri di belantara informasi?

SI Kembar dan Tantangan Profesor Haydar

Continue reading

Ulasan Buku Baiti Jannatiy: 25 Kisah Perjalanan Membangun Rumah Tangga Sejati

Buku Baiti Jannatiy: 25 Kisah Perjalanan Membangun Rumah Tangga Sejati ini berisi ragam cerita para ibu dalam menjalani rumah tangganya masing-masing. Kisahnya amat berwarna, ada yang bikin hati ikut menghangat karena bahagia, ada yang memancing senyum, ada pula yang membuat gemas atau menerbitkan haru.

Buku Baiti Jannatiy

Memang, dalam menggapai cita-cita baiti jannatiy alias rumahku surgaku, kadang kita harus menempuh jalan berliku. Tantangan demi tantangan hadir, mulai dari hadirnya pihak lain, campur tangan keluarga, problema pekerjaan, drama asisten rumah tangga, maupun masalah anak. Pembaca seperti diajak berkaca, karena apa yang dituliskan memang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Tip-tip yang disajikan bisa menjadi inspirasi semakin memperbaiki diri. Sejumlah kiat mungkin sudah pernah kita baca dalam buku-buku terkait pernikahan, tetapi menjadi lebih mengena ketika dalam buku ini disandingkan dengan kasus nyata. Dengan sendirinya para penulis mengakui bahwa diri mereka memanglah belum sempurna, tetapi tetap mau berupaya dan tak menganggap kiat-kiat itu teori belaka.

Soal penyajian, masih ada beberapa salah ketik (misalnya testpact, kucuba, dan misscommunication), tetapi tidak sampai mengganggu kenikmatan membaca. Kekurangan itu sama sekali tidak menghalangi untuk mengambil hikmah dari 25 penggalan episode hidup di dalam buku Baiti Jannatiy.

Judul buku: Baiti Jannatiy
Penerbit: @stiletto_indiebook
Penulis: Rumbel Literasi @institut.ibu.profesional Bekasi
Jumlah halaman: vii + 249
Cetakan pertama, Oktober 2018
Harga: Rp63.000,00
Beli di: @unitusahaipbekasi

Belajar tentang Pelaksanaan Haji dan Kurban Melalui Buku

Dekat-dekat hari raya Idul Adha begini, rasanya tepat jika kita mengajak anak-anak untuk belajar lebih jauh mengenai pelaksanaan ibadah haji dan kurban. Kedua ibadah ini pelaksanaannya memang terikat oleh waktu, dan puncaknya adalah hari raya Idul Adha yang tahun ini ditetapkan oleh pemerintah RI jatuh pada tanggal 22 Agustus 2018.

Salah satu media yang biasa kami pakai untuk mendampingi anak-anak belajar adalah buku. Tentunya lebih enak kalau menggunakan buku yang memang ditujukan untuk anak-anak, ya, karena materi dan penyampaiannya sudah disesuaikan dengan usia mereka.

Continue reading

[Ulasan Buku] Asyiknya Mempraktikkan Percobaan dari Seri Literasi Sains

Acara bermain dengan anak bisa saja dilakukan secara spontan, tetapi jika permainannya terkonsep dengan baik tentu akan ada nilai plusnya, bukan? Apalagi sebagai mama bekerja, maunya sih waktu bermain saya dengan anak-anak tetap berkualitas dengan waktu yang kadang-kadang terbatas. Dari hasil obrolan dengan teman-teman, saya menyimpulkan bahwa mama yang stay at home pun pada umumnya punya keinginan serupa. Untuk tujuan inilah saya sering browsing mencari ide kegiatan bermain yang sekaligus ada manfaatnya untuk menstimulasi perkembangan anak.

Syukurlah, saat ini juga sudah tersedia sejumlah buku yang membantu orangtua dalam merancang sesi bermain edukatif dengan anak-anak. Salah satunya adalah Seri Literasi Sains terbitan Erlangga for Kids, yang ditulis oleh Delphine Grinberg, Isabelle Chavigny, dan Isabelle Pellegrini. Saat ini, dari empat buku yang diterbitkan dalam seri tersebut, saya baru memiliki buku pertama yang bertajuk 35 Percobaan Mudah dan Menyenangkan dan buku ketiga yang diberi judul 26 Percobaan Mudah dan Menyenangkan. Dari dua buku ini saja sudah banyak aktivitas bersama yang bisa dipraktikkan.

Continue reading

[Ulasan Buku] Talents Mapping

Judul buku: Talents Mapping, Inspirasi untuk Hidup Lebih Asyik dan Bermakna
Penulis: Abah Rama Royani
Cetakan: Pertama, Desember 2016
Tebal: 208 halaman
Penerbit: ToscaBook
ISBN: 978-602-74211-3-4

Saat ini terdapat cukup banyak tes untuk mengetahui bakat maupun tipe kepribadian manusia. Dengan mengetahui kekuatan maupun kelemahan diri, diharapkan seseorang bisa mengoptimalkan potensinya. Tes tersebut juga kerapkali digunakan oleh perusahaan, instansi pemerintahan, maupun institusi pendidikan untuk mengetahui kecocokan seseorang dengan posisi yang tersedia.

Sedikit berbeda dengan penggolongan potensi atau kepribadian manusia lainnya, talents mapping dirumuskan oleh penulis dari pengalamannya dengan keyakinan bahwa setiap orang punya kekuatan maupun keterbatasan. Bekerja sama dengan memberi manfaat di masing-masing bidang menjadi hal yang sangat penting. “Dalam talents mapping, tidak ada bakat yang buruk. Semua bakat berpotensi menjadi kekuatan. Tinggal bagaimana kita menyalurkan bakat itu ke tempat yang tepat. Jangan sampai bakat itu tersalurkan ke tempat yang salah sehingga malah menimbulkan kerusakan.” (halaman 51)

Continue reading

[Ulasan Buku] Real Mom, Real Journey

Judul buku: Real Mom, Real Journey (and other Motherhood Stories)
Penulis: Elvina Lim Kusumo
Cetakan pertama, Agustus 2017
Penerbit: B first (Bentang Pustaka)
Jumlah halaman: viii + 200
Harga: Rp62.900,00 (ikut PO buku bertanda tangan di Bukabuku.com dengan bonus notes dan voucher belanja)

Dari Institut Ibu Profesional saya belajar bahwa ada yang namanya tsunami informasi. Contohnya adalah ketika kita sibuk mencari dan memperoleh informasi dari banyak tempat atau sumber. Dampaknya, kita bisa mengira diri telah belajar banyak, padahal sebetulnya ya hanya di situ-situ saja. Dalam hal parenting, misalnya. Alih-alih mempraktikkan kiat atau kurikulum yang barusan kita baca atau ikuti seminarnya, atau aktif mengolah ulang kalau memang dirasa ada yang kurang sesuai dengan visi keluarga kita, kita malah terus sibuk menggali informasi baru. Salah satu alasannya, siapa tahu ada metode yang lebih dekat dengan keluarga kita dan lebih mudah dipakai.

Tapi kekhawatiran terpapar tsunami informasi tidak menghalangi saya dari membaca beragam buku tentang parenting. Salah satu buku parenting yang belum lama ini saya baca adalah Real Mom, Real Journey, karya mom Elvina Lim Kusumo atau biasa disapa dengan Mom Vina/Mommy C, pemilik laman IndonesiaMontessori.com (IMC). Ada beberapa tulisan dari kontributor lain dalam buku ini. Saya belum resmi mengikuti komunitas IMC sih, hanya sebatas menjadi pengamat saja dan menerapkan apa yang bisa dijalankan.

Jika dalam buku sebelumnya, Montessori di Rumah, mom Vina bercerita tentang kegiatan ala Montessori yang ia kerjakan bersama-sama putranya, C, buku yang ini lebih fokus ke ‘motherhood‘. Dalam buku ini terangkum kisah-kisah mom Vina, bagaimana ia menghadapi masa-masa awal sebagai ibu nun jauh di negeri orang (California, dan sekarang Singapura meskipun kadang-kadang pulang ke Jakarta). Punya bayi ternyata jauh dari bayangan keindahan yang tampak di foto-foto keluarga pada iklan maupun majalah. Untuk bisa menjadi ibu ideal seperti yang dicita-citakan selama ini, kok susah ya. Belum lagi kalau menengok ke media sosial, wah, kok bisa ya ibu-ibu di sana tampak cantik, kinclong, semua terkendali?

Continue reading

Buku Eid, Teman Menyambut Lebaran

Lebaran sebentar lagi….

Bulan Suci Ramadhan tak lama lagi berakhir, artinya Idul Fitri akan segera tiba. Fathia (5,5 tahun) sudah mulai mengenali aktivitas khas hari raya seperti shalat berjamaah dan saling mengunjungi. Kegiatan mudik juga ia tunggu-tunggu. Adiknya, Fahira (2,5 tahun) sih ikut saja, kalau kakaknya sedang semangat cerita rencana mau main apa di rumah eyang, ia akan ikut nimbrung dengan antusias. Menjelang tibanya hari lebaran, saya rasa baik juga mengenalkan tradisi Idul Fitri yang sedikit berbeda. Supaya anak-anak tahu, ada beragam bentuk perayaan di berbagai belahan bumi yang intinya tetap bergembira dalam rasa syukur di hari kemenangan.

Continue reading

Screen Time, Sentilan Telak untuk Orangtua

Minggu lalu saya menyimak acara bincang-bincang parenting yang disiarkan live di instagram. Salah satu pembicaranya adalah mama Tascha Liudmila yang selama ini dikenal sebagai pembaca berita di televisi. Tema besar acara pada hari itu adalah perlunya pembatasan penggunaan gadget untuk anak-anak, terutama dari segi waktu. Selain sharing tentang pengalamannya, mama Tascha juga beberapa kali menyebutkan buku Screen Time yang ia tulis sendiri. Penasaran, saya pun memesan buku terbitan tahun 2015 ini.

Pada pemirsa acara tersebut, mama Tascha sudah menyampaikan peringatan: jangan bacakan buku Screen Time ini ke anak jika belum siap dengan konsekuensinya, yaitu diprotes oleh anak-anak ketika kita sibuk sendiri dengan gadget. Ya, buku Screen Time ini adalah buku cerita anak-anak yang dilengkapi dengan ilustrasi menarik karya Inez Tiara. Melalui buku ini, mama Tascha ingin mengajak sesama orangtua untuk memahami risiko pemakaian gadget yang berlebihan, dan bertindak untuk mengurangi dampaknya.

Continue reading

[Ulasan Buku] Berdamai dengan Ketidaksempurnaan

I'm (Not) Perfect

I’m (Not) Perfect

Judul buku ini langsung menarik perhatian saya. I’m (Not) Perfect: Walaupun Tidak Sempurna, Perempuan Tetap Bisa Bahagia. Mengingat gaya tulisan Cici Dian Kristiani di Buying Office Girl, kemungkinan buku ini juga ditulis dengan lincah dan kocak, seperti dituliskan di sampul depannya, 1001 curhat seru nan kocak tentang mengapa perempuan harus lebih mencintai diri sendiri dan menghargai orang lain. Kenapa saya bilang menarik? Karena belakangan saya memang sedang memikirkan banyaknya tuntutan bagi perempuan, khususnya yang sudah menjadi ibu, untuk (terlihat) sempurna. Peer pressure-nya menurut saya lebih tinggi karena tolok ukur ‘kesuksesan’ bertambah banyak, dari kurus gemuknya anak sampai SPP sekolah anak.

Membaca lembar demi lembar buku setebal 153+xi halaman ini rasanya sungguh gado-gado. Ada kalanya saya manggut-manggut, tetapi ada pula bagian yang membuat saya mengerutkan kening. Dalam buku yang terdiri atas 28 tulisan pendek ini, Cici Dian berbagi mengenai hal-hal yang memicu munculnya bisik-bisik sinis atau pandangan sebelah mata. Ada yang merupakan pengalaman pribadinya, ada juga yang bersumber dari curhatan teman. Sebut saja melahirkan dengan operasi sectio caesarean, penggunaan susu formula, pemberian jajanan ‘sembarangan’ untuk anak, status sebagai single parent, pengenaan hukuman fisik pada anak, ketergantungan terhadap pengasuh anak, konsumsi rokok, status keperawanan (lebih tepatnya ketidakperawanan), pilihan untuk bekerja di luar rumah, ukuran tubuh, belum hadirnya buah hati, keterampilan memasak, hingga obsesi terkait kecerdasan anak.

Nah, begitu banyaknya segi kehidupan seorang manusia, lebih khususnya lagi seorang perempuan, sungguh mustahil bisa sempurna di semua bidang, kan? Dan ketika kita punya sisi-sisi kurang baik, apa yang harus kita lakukan?

“Berterus terang sajalah. Tak usah pedulikan apa kata orang tentang diri kita. Meladeni tanggapan orang lain tak akan ada habisnya,” demikian kata cici Dian di pengantar buku. Di sisi lain, meskipun konteksnya sedikit berbeda, “Memiliki hidup lebih baik itu mutlak, berusaha itu  penting.” (halaman 3). Kesimpulan saya, sih, kita tidak perlu memasukkan semua omongan orang ke dalam hati apalagi menjadikannya sebagai beban, kendati yang namanya introspeksi untuk perbaikan diri itu juga perlu.

Be yourself... Itu bukan berarti aku tak mau mengubah sikapku menjadi lebih baik,” tegas cici Dian di halaman 103. Nah, terus terang di bagian ini saya agak bingung. Sebatas apakah kita harus menutupi kekurangan atau malah membuka terang-terangan (kadang dengan rasa bangga karena telah berani ‘beda’)?

Continue reading