Tulisan ini saya buat beberapa tahun yang lalu, kalau melihat tanggal di draft-nya sih tahun 2009 ketika saya masih ngeblog di Multiply. Belum kunjung dipublikasikan karena mempertimbangkan banyak hal. Namun, kabar mengejutkan beberapa hari yang lalu membuat saya ingin memuat tulisan ini di blog yang sekarang. Sebagai pengingat bahwa kami pernah tergabung dalam sebuah ‘geng’ yang kompak pada masanya, meskipun belakangan prioritas masing-masing mengalahkan kebutuhan untuk tetap saling kontak. Selamat jalan, A, doa kami untukmu.
Lima orang menapak jalan baru bersamaan di sebuah perguruan tinggi plat merah. Hanya satu yang memakai rok saat kuliah, seperti disyaratkan dalam peraturan kemahasiswaan. Tanpa sengaja kedekatan tercipta meski karakter masing-masing berbeda. Ada pemuda metropolitan yang sedang patah hati dan gemar filsafat. Cowok aktivis asal pulau seberang yang konon diincar banyak gadis sekaligus paling manja. Si easygoing yang kesannya ngabodor terus tapi malah punya IP paling cemerlang. Lelaki dari Jawa yang kocak dan gemar berolahraga. Perempuan yang awalnya kecewa karena di tengah kerumunan 30 orang lebih lelaki di kelasnya tak tersisa satu pun manusia berjenis kelamin sama dengannya, apalagi ia tak tinggal di kos yang memungkinkannya mendapat teman curhat sesama cewek.
Setahun pertama terlewati penuh bunga. Jalan bareng, nongkrong bareng, nonton bareng, ke acara-acara kampus bareng, mengerjakan tugas kuliah bareng, foto narsis bareng… Curahan hati tertumpah deras. Saling memberi nasihat saat ada yang naksir atau ditaksir lawan jenis.
Selera tak selalu sama, tapi bisa saling mengisi. Kadang ada benturan, tapi segera dapat teratasi. Kertas obrolan yang beredar dari meja ke meja sambil mewaspadai tatapan dosen masih tersimpan hingga kini. Bahkan keluarga masing-masing pun ada yang jadi saling mengenal.
Menginjak tahun kedua, perekat bernama kelas yang sama itu hanya berlaku bagi dua orang dari mereka. Masih ada agenda jalan bersama. Juga kejutan-kejutan iseng maupun manis ketika ada yang sedang berbahagia, berulang tahun misalnya. Mulai ada kesenjangan karena perbedaan kesibukan. Dan seperti biasa si perempuan sok berlagak pahlawan berjuang mencari waktu dan tempat yang tepat untuk bisa berkumpul sekali tempo. Dari menghadiri talkshow kampus sampai nomat lagi film yang sudah dilihatnya midnight sebelumnya.
Tahun terakhir di kampus plat merah, intensitas bertemu makin jarang. Ketemu di jalan pun kadang hanya sapaan basa-basi yang terlontar. Ada yang bertemu di organisasi yang sama, tapi kian sulit duduk bersama berlima seperti dulu. Kemudian jarak makin jauh memisahkan. Para anggota tersebar di empat instansi berbeda. Di tahun-tahun awal tak ada yang bekerja di provinsi yang sama, seorang malah mendapat rezeki menuntut ilmu ke negara lain. Doa masih terus mengalir saat ada yang harus melewati saat-saat menegangkan dalam hidupnya. Sang perempuan melepas masa lajang paling dulu, tapi janji untuk datang kalau ada yang menikah hanya terpenuhi separuh karena lokasi yang tidak memungkinkan. Teknologi sangat membantu. Meski tak bisa reguler saling mengontak, Friendster membuat semuanya lebih mudah. Semoga meski kedekatan itu tak bisa seakrab dulu lagi, pertemanan ini masih bisa terjaga….