Kalau yang ini tugas kelompok untuk menulis feature. Karena pada sesi sebelumnya ada yang melontarkan usul komunitas panahan, saya berpikir ide yang ini bisa dieksekusi. Saya memang tidak tergabung dalam komunitas tersebut, tetapi saya sering melihat latihannya di hari-hari tertentu ketika berangkat atau pulang kantor. Mengingat saya juga pernah mencoba panahan, kepengin juga sebetulnya bergabung, tapi waktunya masih belum pas. Lewat tugas ini jadinya malah bisa ‘kenalan’ dengan pendiri komunitas archery yang banyak pesertanya berasal dari pegawai kantor seputaran Lapangan Banteng ini. Alhamdulillah ada facebook fanpage mereka yang mudah diakses dan permintaan wawancara saya lewat inbox fb pun direspon dengan cepat. Syarat mimimal tiga narasumber terpenuhi sudah, berhasil diwawancarai via whatsapp, walaupun narasumber pelatih dari menwa (maksudnya biar sudut pandang orang luarnya lebih ‘dapet’) belum menjawab pertanyaan saya lagi. Belakangan ingat juga kalau teman latihan panahan saya, dr. Ian, mungkin bisa dimintai pandangan dari segi kesehatan, dan alhamdulillah dapat juga pernyataannya. Lagi, tulisan ini juga membuahkan reward cokelat dari pengajar, kali ini untuk sekelompok (cuma satu, sih, hehehe).
Komunitas Archery Lapangan Banteng, Membidik Target Sehat Jiwa Raga
Jakarta, 2/8 (Dikjur III) – Anak panah melesat cepat dari busurnya, kemudian menancap di papan sasaran. Secara berkala, sejumlah orang mengecek letak tertancapnya anak panah dan menghitung skor.

Suasana latihan (foto: facebook)
Pemandangan seperti ini acapkali terlihat di lapangan rumput di halaman depan Gedung Jusuf Anwar (atau lebih dikenal dengan nama Gedung eks-MA), kompleks perkantoran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Lapangan Banteng, pada jam krida setiap Jumat pagi. Ya, di sinilah Komunitas Archery Lapangan Banteng mengadakan latihan rutin.
Komunitas para peminat panahan yang berkantor di daerah Lapangan Banteng dan sekitarnya ini berawal dari kebetulan. Sekitar bulan Mei 2016, Dony Febriyanto (30), pelaksana pada Biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Jenderal Kemenkeu biasa berlatih panahan di halaman Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) pada hari Sabtu dan Minggu.
Di sana ia bertemu dengan Epri Eko Nuryanto, pegawai Pusintek yang ternyata sama-sama menyukai panahan. Hanya saja model yang digunakan berbeda. Dony menggunakan standard bow, sedangkan Epri memakai model tradisional (horse bow).
“Kemudian kami berdua bersepakat untuk latihan panahan bareng di Jumat pagi, saat jam krida,” kata Dony saat dihubungi (1/8). Jam krida yang dimaksud adalah pukul 06.00 sampai 08.00 setiap hari Jumat, waktu yang dialokasikan secara khusus oleh Kementerian Keuangan untuk pegawai berolahraga.
“Dari berdua kemudian berlima. Akhirnya karena semakin banyak yang tertarik, kita (mengajukan) izin ke Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, untuk menggunakan lapangan depan gedung eks-MA,” lelaki kelahiran Klaten ini menuturkan.
Kepengurusan Komunitas Archery Lapangan Banteng pun dibentuk dengan Dony sebagai ketuanya. Susunan pengurus ini ikut dilampirkan saat pengajuan izin.
Pada bulan Agustus 2017 anggota Komunitas Archery Lapangan Banteng yang terdaftar sudah lebih dari 100 orang. Peserta latihan bukan hanya dari kalangan pegawai Kemenkeu, melainkan juga datang dari kalangan pegawai Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pusat Statistik (BPS), Pertamina, dan Maybank.
Untuk mengakomodasi banyaknya peserta, dibuat jadwal latihan yang antara lain dibagi berdasarkan instansi. Misalnya, anggota dari OJK berlatih pada hari Rabu sore, LPDP pada Jumat sore, sedangkan dari BPS memanah pada hari Kamis pagi.
“Kini di Jumat pagi yang latihan sekitar 15 sampai 25 orang,” sebut Dony.
Anggota dikenai iuran Rp15.000,00 per kedatangan, jadi yang sedang berhalangan hadir tidak perlu membayar iuran. Kegiatan yang dilakukan pada saat latihan bersama tidak hanya olah fisik dan membidik sasaran, tetapi juga sesi diskusi.
Dony dan rekan-rekannya yang sudah memiliki sertifikat pelatih panahan dari Indonesia Archery School Program (INASP) ataupun sudah cukup ahli di bidang panahannya bertindak selaku coach atau pelatih. Belakangan, agar latihan lebih terarah, Dony dan kawan-kawannya memutuskan untuk menyewa pelatih profesional dari X8 Archery Resimen Mahasiswa Universitas Indonesia (Menwa UI).
Sebagai penyemangat, pada akhir April hingga awal Mei 2017 lalu diselenggarakan Turnamen Panahan Pemula Piala Pusintek Tahun 2017. Para peserta berlomba mengasah keterampilan untuk kategori kecepatan dan akurasi.
Eri Soediar Tri Wahyudi (35), pegawai OJK, saat ini menjadi salah satu pelatih pada komunitas panahan ini. Ia menyatakan pada mulanya tidak memiliki niatan untuk mengambil sertifikasi pelatih (certified archery coach).
Awalnya pria asal Malang ini hanya ingin mendalami panahan, mulai dari materi sampai praktiknya. Ilmu tersebut bisa saja diperoleh dari latihan rutin. Namun, melalui sertifikasi pelatih, Eri bisa belajar secara menyeluruh dalam waktu singkat.
“Pada dasarnya panahan digunakan sebagai alat untuk berburu dan perang. Akhirnya panahan dijadikan lomba dalam event internasional. Kalau di Indonesia sendiri, awalnya berangkat dari panahan tradisional di antaranya memanah sambil duduk atau jemparingan (sekarang masih ada di Yogyakarta dan sekitarnya),” jelas aparatur sipil negara yang tinggal di Depok ini.
Eri berpendapat panahan di Indonesia semakin marak dengan adanya klub-klub panahan lokal. Selain Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) yang lebih berfokus pada pengembangan atlet, ada juga INASP yang mendukung atlet dan mempunyai misi memasyarakatkan panahan, walaupun hanya untuk hobi.
Menurut Eri, manfaat yang bisa didapatkan dari olahraga panahan antara lain melatih ketenangan dan mengasah fokus serta melatih keseimbangan dari seluruh gerak tubuh dan konsistensi.
“Panahan tidak memerlukan tenaga yang ekstra seperti sepakbola, atletik, atau renang, karena panahan termasuk olahraga anaerob. Panahan hanya membutuhkan beberapa otot tubuh seperti otot lengan, bahu, dan punggung,” jelas Eri melalui pesan singkat (1/8).
Tipe-tipe Pemanah di Indonesia
Setelah aktif melatih selama beberapa waktu, Eri mengamati bahwa di Indonesia pemanah terbagi dalam empat tipe. Yang pertama adalah tipe selfie. Tipe jenis ini berfokus pada eksistensinya. Pada awal mencoba panahan, tipe jenis ini lebih banyak mengambil swafoto daripada memanah. Tidak peduli baik atau tidak bidikannya, yang terpenting adalah dapat foto bagus untuk dijadikan profile picture.
Kedua, tipe hura-hura. Ini tipe yang berpandangan “yang penting bisa latihan memanah”. Tidak begitu peduli apakah punya alat atau tidak, dan latihan memanah juga sesempatnya. Jenis ini yang sesuai bagi pegawai kantoran. Yang ketiga adalah tipe hobi. Pemanah tipe ini mulai memrioritaskan hasil bidikan, memiliki peralatan lengkap, dan menjalankan latihan secara rutin. Adapun tipe yang terakhir adalah tipe atlet. Sesuai namanya, tipe ini selalu memanah mulai pagi sampai sore setiap hari.
Dari pengamatannya selama ikut melatih di Komunitas Archery Lapangan Banteng, Eri mengategorikan anggota perkumpulan tersebut mayoritas adalah tipe pertama dan kedua. Namun demikian, jika terus latihan mereka bisa menjadi tipe ketiga.
Lusi Desnawati (31), salah satu anggota Komunitas Archery Lapangan Banteng ikut bercerita tentang kesan-kesannya selama bergabung. Dimulai dari ajakan suami, Lusi yang awalnya sedikit menganggap enteng belakangan justru tertantang.
“Pas dicoba ternyata tidak semudah yang dibayangkan, dan jadi penasaran karena tidak kena sasaran terus. Beratnya tarikan busur lumayan juga. Sampai akhirnya memutuskan untuk lebih ditekuni panahannya. Selain itu juga karena mencari olahraga yang tidak perlu jungkir balik dan lari sana-sini,” kisah pegawai Pusintek ini.
Manfaat Panahan
Menurut Lusi, setelah beberapa lama menekuni panahan, ia merasakan beberapa manfaat.
“Memanah itu melatih fokus kita. Otot tangan dan bahu juga harus kuat, karena tarikan busurnya yang lumayan berat. Dan melepas stres, mengendalikan emosi,” urai Lusi.
Lusi menambahkan bahwa panahan juga sekaligus bisa melepas jenuh dari kegiatan kantor. Terkait kegiatan kantor ini, Lusi mengungkapkan bahwa pembagian waktu bisa dijalaninya dengan baik.
“Alhamdulillah tidak mengganggu (aktivitas kantor), karena latihannya yang rutin itu Jumat di jam krida atau hari libur/Sabtu,” jelas wanita berdarah Sunda ini.
Dampak positif yang dirasakan oleh Lusi sejalan dengan pendapat dr. Farian Sakinah, M.Si. (37). Pengajar di Universitas Indonesia yang juga anggota Komite Ahli Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan ini juga pernah menjajal olahraga panahan. Menurut ibu tiga anak ini, panahan memiliki beberapa manfaat sebagai aktivitas yang menyehatkan.
“Bisa melatih kekuatan otot tangan, koordinasi, dan keseimbangan,” terang perempuan yang biasa disapa dengan sebutan akrab dr. Ian ini.
Kendati banyak yang sudah menikmati berlatih panahan bersama, Eri selaku salah satu coach merasa kegiatan panahan di lingkungan kantor memiliki beberapa kendala, antara lain fasilitas dan peralatan yang seadanya, waktu latihan yang terhambat jadwal anggota dan faktor cuaca, serta minimnya keseriusan mayoritas anggota yang dapat mengakibatkan kebosanan dan rasa putus asa pada panahan.
Adapun menurut Dony, tantangan yang dihadapi adalah ketika latihan fisik yang diterapkan oleh pelatih baru dari Menwa UI sempat membuat para anggota kaget karena sangat disiplin. Tentu ia ingin hal ini tidak sampai menyurutkan minat para peserta latihan, justru meningkatkan daya tahan dan semangat.
“Harapan saya, sih, komunitas panahan ini bisa mendapatkan perhatian lebih dari Badan Pembina Olahraga dan Seni (Baporseni) Kemenkeu,” ungkap Dony. “Syukur-syukur bisa ada turnamen dengan piala dari Menteri Keuangan,” tutupnya sambil tersenyum.
Pengen ikuuutt. Sayang cukup jauh.
Mungkin bisa cari komunitas yang dekat, Mbak, belakangan kayaknya cukup banyak yang bikin semacam klubnya.