Jelly art sempat menjadi tren beberapa waktu yang lalu. Setidaknya hal ini saya nilai dari banyaknya postingan di media sosial, baik yang jualan ataupun masih belajar. Buku tutorialnya pun tak sedikit terpajang di rak toko buku. Mama saya tak ketinggalan, bahkan sampai ikut kursus sehari di kota tetangga dengan biaya yang menurut saya lumayan mahal.
Saya? Berhubung waktu itu sedang dalam kondisi hamil besar kemudian melahirkan anak kedua, saya cukup jadi pengamat saja. Lagipula, saya merasa diri ini bukan orang yang nyeni. Jelly art sebetulnya mirip dengan melukis, kan. Khawatirnya malah berantakan, kan sayang (ya walaupun kalau gagal juga sebenarnya bisa dimakan sih).
Nah, beberapa waktu yang lalu ada pengumuman di grup wali murid kalau akan diadakan ‘demo dari nutrijell’. Jadilah saya mendaftar dan hadir dengan semangat pada pelaksanaan kegiatan tanggal 30 Juli 2017 walaupun badan rada meriang dan agenda hari itu cukup padat (setidaknya ada tiga acara lain). Setelah membayar biaya kegiatan sebesar lima puluh ribu, saya diminta memilih meja. Dan karena yang tersisa hanya paling depan dan paling belakang, saya pun memilih di depan saja, biar jelas. Di meja-meja dalam ruangan sudah disediakan alat-alat dan sebagian bahan mulai dari agar-agar tanpa warna/bening dalam kotak plastik, spuit suntik ukuran 10ml, sendok plastik kecil, garpu plastik kecil, dua gelas yang salah satunya berisi air, dan beberapa lembar tisu. Adapun bahan berupa agar-agar/jelly berwarna disiapkan di meja pengajar dalam panci kukusan dengan kompor menyala di bawahnya, untuk nantinya diambil ke depan oleh para peserta sesuai tahapan yang diajarkan.
Dari awal, mbak Mega selaku pengajar sudah bilang bahwa ini kelas basic, jadi ya yang diajarkan bikin bunga dulu dengan alat yang murah. Saya jadi ingat alat-alat punya mama yang memang diklaim bisa lebih mudah dan cepat membuat bentuk-bentuk indah yang saat itu harganya lumayan, tapi kalau dari cerita-cerita teman-teman sih sekarang sudah lebih murah.
Mbak Mega juga menyampaikan bahwa bahan yang paling bagus dipakai untuk membuat kanvas transparan tempat ‘melukis’ jelly art nantinya adalah Nutrijell Balanced Color (ekstrak buah dan sayur) Sirsak. Tapi dalam pengolahannya disesuaikan, gulanya cukup 100gr, air 600ml, jadi bukan ikut petunjuk di kemasan.
Agar jelly tak menggumpal, tipsnya bahan kering dicampur dulu di panci, aduk sampai rata, tambah air, baru nyalakan api. Setelah bahan di panci mendidih, matikan api, terus aduk sampai uap panas hilang. Tuang ke cetakan setelah tidak ada uap panas lagi. Seingat saya, urutan ini sebetulnya sudah tercantum di kemasan juga, ya, tapi memang sehari-hari banyak yang langsung mencampurnya dengan air sehingga hasil jelly-nya tidak rata.
Ketebalan kanvas jelly transparan yang dihasilkan harus 2-3cm. Jika kurang tebal akan sulit saat pembuatan pola, sedangkan kalau terlalu tebal, nanti buram dan hasilnya kurang terlihat. Kemudian untuk pemilihan loyang/cetakan, loyang/wadah bundar biasanya sulit ‘dikendalikan’ karena wadah plus isinya akan ikut berputar saat kita melakukan gerakan menyuntik. Lebih baik pilih wadah yang punya sudut agar sisi-sisinya tertahan, terutama bagi yang baru belajar atau pemula.
Sekarang waktunya mulai melukis, nih. Untuk tinta yang akan mengisi suntikan, pakai Agarasa Vanilla yang teksturnya paling pas. Komposisinya, 1 sachet Agarasa + gula putih 125gr. Gula pasirnya jangan yang kuning, ya, karena bisa berpengaruh ke warna juga. Kemudian untuk tinta ini kan nggak bening ya karena bakal kurang terlihat kalau bening, jadi airnya diganti susu UHT plain 900ml.
Tinta dari Agarasa ini kemudian dikukus dalam wadah dan diberi pewarna sesuai kebutuhan. Gunakan pewarna makanan yang berbahan dasar air, bisa juga pilih yang sudah ada label halalnya seperti Koepoe Koepoe, jangan pakai pewarna bubuk karena yang bubuk dikhawatirkan menggumpal dan membuat hasilnya kurang bagus.
Hari itu kami belajar membuat bunga mawar, sakura, daun, dan kuntum. Kami mengantre untuk diisi spuit-nya, kemudian menyimak contoh dan instruksi lebih lanjut. Mbak Mega mengingatkan agar penyuntikan jangan terlalu dekat dengan dinding maupun dasar loyang atau dalam hal ini kami pakai lunch box. Lakukan gerakan mengoyak, tapi jangan maju mundur. Yang ‘jalan’ ujung suntikan saja, jangan keseluruhan suntikan ikut jalan seperti menggergaji.
Awalnya bikin putik dulu, dengan gerakan tusuk dan isi. Empat putik yang dibuat jangan terlalu berdekatan, karena harus disediakan ruang untuk bunga dan daunnya kelak. Semua dimulai dari titik yang sama. Jika ada kelebihan di bagian atas kanvas, bisa dibersihkan dengan sendok kecil.
Untuk bunga, yang dilakukan adalah tusuk-koyak ke samping-isi. Oh ya, sebelumnya suntikan dibersihkan dulu dengan cara menyemprotkan sisanya ke gelas kosong, kemudian bilas bagian dalamnya dengan memasukkan air putih dari gelas satunya dan menyemprotkannya lagi ke gelas kosong.
Selesai membuat bunga, dilanjutkan dengan membuat daun yang melibatkan gerakan menusuk-mundur-isi untuk tulang daun, kemudian diisi sisi-sisinya membentuk daun. Hasil saya sih terlalu bergerigi ya, hehehe, kurang membentuk daun yang cantik. Terakhir, buat kuntum untuk mengisi ruang kosong dengan cara mirip putik, hanya saja ujungnya disemprot dulu agar membentuk bulatan.
Usai melukis, masih ada lagi nih yang perlu dilakukan, yaitu memberi tambalan. Tambalan ini adalah jelly yang dituang belakangan setelah lukisan selesai untuk melapisi kanvas. Gunanya agar hasil lukisan lebih terlihat. Jadi ketika sudah mengeras dan dibalik, tambalan ini akan menjadi semacam latar belakang dari kanvas. Agar latar belakang ini mendukung lukisan utama, yang digunakan adalah jelly dengan warna yang kontras. Contoh yang digunakan sekarang adalah Nutrijell Balanced Color (ekstrak buah & sayur) rasa delima/pome yang berwarna merah, dengan air 600ml.
Ini foto sebelum dan sesudah diberi tambalan (foto yang ini credit to ibu-ibu grup):
Daan ini hasil jadi buatan saya, agak berantakan, ya, hehehe.