Menengok 22 Tahun Perjalanan FLP, Penuh Haru dan Ikut Bangga

Saya mengenal Forum Lingkar Pena atau FLP pertama kalinya di bangku SMA. Saat itu, majalah Annida menjadi bacaan wajib saya. FLP di mata saya adalah organisasi yang memayungi para penulis, utamanya yang beragama Islam, agar bisa saling mengingatkan dalam kebaikan dan saling menyemangati serta membantu dalam berkarya. Di kampus dulu sempat ada organisasi rintisan sebagai bagian dari FLP, tetapi saya tidak bergabung dan tidak mendengar lagi juga kelanjutannya. Sewaktu bertugas di Pangkalpinang, saya diajak oleh beberapa teman untuk membangkitkan lagi FLP Bangka Belitung, tetapi cita-cita itu juga belum terlaksana. Baru sebatas obrolan dengan anggota FLP yang dulu pernah membentuk FLP Bangka Belitung dan juga dengan salah satu pengurus FLP pusat. Begitu saya pindah ke Jakarta, obrolan itu jadi menguap.

Meski tidak menjadi anggota, tetapi saya tetap tertarik dengan berita-berita terkait FLP. Ketika membaca pengumuman di grup Blogger Muslimah bahwa dalam pada tanggal 24 Februari akan diselenggarakan acara untuk memperingati Milad ke-22 Forum Lingkar Pena, saya pun mendaftarkan diri. Kegiatannya sendiri mengambil tema Berbakti, Berkarya, Berarti dan diselenggarakan di kantor Balai Pustaka, Jakarta Timur.

Baru dari acara inilah saya mencermati betul sejarah FLP lewat video yang disajikan. Jadi, FLP didirikan di UI pada tanggal 22 Februari 2007 oleh tiga aktivis literasi yaitu mbak Helvy Tiana Rosa, mbak Asma Nadia (Asmarani Rosalba), dan mbak Maimon Herawati. Yang pernah menjadi Ketua Umum FLP adalah mbak Helvy Tiana Rosa (1997-2005), mas M. Irfan Hidayatullah (2005-2009), mbak Izzatul Jannah atau Setiawati Intan Savitri (2009-2013), dan mbak Sinta Yudisia Wisudanti (2013-2017). Kini anggota FLP yang sudah terverifikasi mencapai 2800 orang, dan masih ratusan yang belum terekonsiliasi registrasinya. FLP memiliki penjenjangan anggota (Muda, Madya, Andal) dengan assessment terstandar. Dalam kegiatan ini juga sekaligus diadakan peluncuran buku “Berbakti, Berkarya, Berarti: Jejak Forum Lingkar Pena dalam Gerakan Literasi Indonesia”.

Mba Yeni Mulati atau lebih dikenal dengan nama penanya Afifah Afra selaku Ketua Umum FLP Pusat periode 2017-2021 bercerita tentang visi dan misi FLP yang langsung to the point: literasi merupakan satu tujuan penting. “Kita ingin literasi menjadi suatu hal yang universal, masuk ke gang-gang sempit, kedai kopi, pos ronda, tempat berkumpulnya ibu rumah tangga. Mengembalikan periode yang hilang, yang tercungkil dari periode peradaban Indonesia,” sebut mba Afifah Afra.

Maka lima tahun terakhir ini FLP sudah menggarap lahan literasi yang spesifik, misalnya literasi untuk narapidana yang dimulai sejak akhir tahun 2017. Ada juga literasi inklusif yang menyasar sahabat difabel. Kepedulian FLP juga ditunjukkan dalam bentuk literasi bencana, di mana relawan FLP (yang sebagian juga sebenarnya menjadi korban) menyediakan pendampingan pascabencana. FLP juga masuk ke ranah digital, menyesuaikan dengan zaman.

Direktur Utama PT Balai Pustaka (Pesero) pak Achmad Fachrodji yang menjadi ‘tuan rumah’ kegiatan turut memberikan sambutan. Usai menyajikan aksi sulap yang kocak, pak Rodji, begitu beliau biasa disapa, bercerita tentang upaya yang beliau lakukan agar Balai Pustaka sebagai penerbit legendaris Indonesia bisa ‘hidup kembali’. Kini Balai Pustaka dilengkapi dengan Istana Peradaban, semacam museum dengan koleksi artefak sastra Indonesia dan mesin-mesin cetak zaman dahulu ditambah dengan ruang baca bernuansa kekinian. Halamannya yang luas dihiasi dengan taman yang cantik, tersedia juga Kafe Sastra yang nyaman dilengkapi buku-buku berkualitas. Usai rangkaian kegiatan, seluruh peserta diajak berkeliling Istana Peradaban, lho. Sayangnya saya keburu pulang, hiks….

Program yang digiatkan oleh pak Rodji adalah 1000 taman baca untuk menggerakkan literasi. Pak Rodji aktif mengajak BUMN-BUMN lain untuk ikut berpartisipasi. Cerita lain yang disampaikan oleh pak Rodji adalah adanya rencana memfilmkan karya sastra klasik terbitan Balai Pustaka seperti Sitti Nurbaja, Sabai nan Aluih, dan Sengsara Membawa Nikmat. Waah, penasaran deh sama hasilnya.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta pak Wahyu Haryadi ikut mengucapkan selamat milad pada FLP. Pak Wahyu menyampaikan bahwa sebagaimana FLP bergerak di bidang literasi, pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun bercita-cita menumbuhkembangkan minat baca di seluruh lapisan masyarakat. Salah satu aksi nyatanya adalah dengan membuat pojok-pojok baca sebagai usaha mendekatkan bahan bacaan kepada warga masyarakat agar lebih menarik minat. Yang sudah didirikan adalah pojok baca di RSUD, Puskesmas, dan taman di wilayah DKI Jakarta. Menyusul kemudian nanti pojok baca untuk di pasar dan terminal.

Nah, dari apa yang sudah dipaparkan oleh para pejabat yang memberikan sambutan, tampak bahwa agar literasi di negeri ini kian semarak, tentu perlu peran serta berbagai pihak. Apa saja yang bisa dilakukan? Untuk menggali lebih jauh terkait hal ini, panitia juga menggelar seminar bertema “Sinergi Pemerintah dan Masyarakat untuk Penguatan Literasi Nasional” dalam rangkaian acara Milad.

Dari pihak relawan, Ketua Forum Taman Baca Masyarakat (TBM) dan Relawan Rumah Dunia mas Firman Venayaksa mengungkapkan bahwa ia berharap kesadaran terkait literasi yang sesungguhnya bisa bangkit, jadi bukan hanya terkait baca dan tulis saja. Kini gerakan literasi menjadi masif dan menjasi semacam fenomena. Pemerintah pun sudah merespon dan hadir menguatkan gerakan literasi. Harapannya, gerakan literasi tak hanya terbatas di upaya meningkatkan minat baca masyarakat, tetapi lebih luas lagi. Misalnya melalui program literasi korupsi yang dijalankan oleh TBM dengan menyediakan buku-buku yang secara khusus bertema kejujuran, bekerja sama dengan KPK. TBM yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia pun diupayakan memiliki program yang terstandar agar lebih terjaga kualitasnya dan bisa memberikan manfaat optimal.

Untuk mendukung kekayaan literasi nusantara, tentunya diperlukan bahan bacaan yang bermutu. Mas Reza Putra, Marketing Coordinator Let’s Read! Indonesia, The Asia Foundation, menerangkan bahwa buku-buku @letsread.indonesia diterbitkan bukan hanya dalam bahasa Indonesia tetapi juga bahasa Jawa, Sunda, dan Minang. Konten lokal memang dipandang oleh Let’s Read penting untuk diangkat. Dalam pengembangan ceritanya, Let’s Read bekerja sama dengan Yayasan Litara. Let’s Read memanfaatkan teknologi dalam bentuk aplikasi mobile maupun online library untuk tujuan menguatkan literasi digital, khususnya dalam bentuk bacaan anak.

Adapun Ketua Dewan Perpustakaan Provinsi DKI Jakarta mas Wien Muldian yang dulu ternyata juga termasuk dekat sejak zaman kuliah dengan tokoh-tokoh pendiri FLP mengajak untuk tidak tanggung-tanggung kalau bergabung dengan FLP.

“Harus membuat perubahan! Bukan hanya melakukan apa yang sudah ada dan sekadar memperpanjang umur,” tegasnya. Mas Wien mengingatkan, apa kita sudah terlibat mengawal media sosial kita untuk memberikan manfaat yang baik untuk orang banyak, dengan pemikiran yang jernih dan bukan hanya ikut-ikutan, ajang eksistensi diri atau pencarian jati diri? Contohnya, coba buat gerakan untuk tata niaga buku, melindungi hak-hak penulis berkaitan dengan penerbitan karyanya.

Mas Wien juga menyoroti pentingnya penyediaan konten buku sesuai kebutuhan anak untuk mewarnai proses tumbuh kembangnya, sebagai bekal hidupnya kelak. Ini nantinya akan bermanfaat di usia produktif seseorang, yang kalau dihitung dari usia anak-anak sekarang maka akan terjadi bersamaan dengan fenomena bonus demografi Indonesia kelak. Yang menjadi masalah sekarang adalah akses terhadap bacaan berkualitas, bukan soal minat baca. Bacaan untuk usia praremaja misalnya, saat ini dirasakan kurang, padahal ini tahapan penting juga dalam perkembangan anak. Kemudian, menjadi penggerak literasi tidak cukup dengan membuat taman bacaan.

Mba Afifah Afra menambahkan, menjadi anggota FLP itu bukan soal masuk ke jenjang anggota yang mana. Bukan pula berhenti menjadi seorang penulis saja, tetapi harus menjadi penggiat literasi. Mulai dari literasi reguler hingga spesifik. Untuk menyasar kalangan spesifik, anggota pun mendapatkan pelatihan khusus, misalnya untuk jenjang inklusif, sehingga lebih tepat sasaran.

Jelas memang, sinergi itu memang sangat penting, ya. Bukan hanya saat melaksanakan program, tetapi juga sejak dari perencanannya. Salah satu panelis sempat menyebutkan, kurangnya koordinasi bisa membuat niat baik disalahartikan, atau justru bantuan jadi berlebih dan menumpuk di satu titik padahal masih banyak yang memerlukan. Belum lagi urusan pendanaan dan pertanggungjawaban yang jika kurang hati-hati dalam penanganannya rentan memunculkan konflik.

Oh, ya, salah satu bonus hadir ke acara ini adalah bisa ketemu dengan para penulis terkenal. Dengan usia FLP yang sudah cukup matang, tak heran generasi terdahulunya kini juga sudah punya nama sebagai penulis-penulis senior di Indonesia, atau pakar di bidangnya masing-masing yang masih terkait dengan kepenulisan (misalnya di bidang film). Maka acara Milad ke-22 FLP juga sekaligus menjadi ajang reunian. Tentu saja ada mba Helvy Tiana Rosa (mba Asma Nadia menyusul kemudian setelah sesi foto), mba Afifah Afra, mba Rahmadiyanti, uda Melvi Yendra, mas Boim Lebon, mas Ekky Imanjaya, mas M. Irfan Hidayatullah, mas Sakti Wibowo, dll. Ya, nama-nama yang dulu cuma saya baca di majalah Annida atau buku-buku karya mereka! Alhamdulillah saya kebagian juga hadiah karena post semacam live report acara ini, dan hadiah diserahkan oleh mas Boim Lebon :D.

Melihat beliau-beliau berfoto, juga menyaksikan kekompakan tim panitia, bikin saya ikutan terharu. Ikutan bangga pula karena sebagai sebuah organisasi, FLP telah memberikan warna bagi dunia literasi Indonesia.

 

5 thoughts on “Menengok 22 Tahun Perjalanan FLP, Penuh Haru dan Ikut Bangga

  1. Mantap, Mbak. Aku datang juga saat itu Dan sempat lihat Mbak Leila naik ke manggung saat dapat hadiah. Hehehe. Tapi gak sempat nyamperin karena sudah ada janji dg senior2 di FLP 😦

      • Assalammualaikum mbak, salam kenal saya Iis Arika mahasiswi dari Bangka Belitung. Kebetulan sekarang Iis dan teman-teman mau membuka flp untuk wilayah Bangka Belitung. Apakah bisa Iis menghubungi mbak selain dari blog ini? Kebetulan link blog ini diberitahu sama bang Robby.

  2. Pingback: Kafe Sastra, Tempat Nongkrong Bernuansa Pujangga | Leila's Blog

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s