Hari-hari ini, Musa sang hafidz cilik menyita perhatian dan sempat menjadi trending topic karena kemenangannya dalam lomba hafidz anak Musabaqah Hifzhil Quran (MHQ) International di Sharm El-Sheikh, Mesir pada pertengahan bulan April 2016 ini. Musa atau lengkapnya La Ode Musa yang menjadi peserta termuda (7 tahun) mendapatkan juara ketiga.
Ayahanda Musa cukup aktif memposting kegiatan keluarganya di media sosial facebook. Salah satu yang ia tulis dan di-share oleh banyak ibu adalah jadwal harian istrinya, karena memang banyak yang penasaran, seperti apa gerangan aktivitas keseharian ummahat yang bisa membimbing anak-anaknya menghafal Al-Qur’an sedemikian rupa (sebagai tambahan keterangan, Musa menjalani home schooling). Selain soal ibunya, tentu banyak yang penasaran juga soal jadwal Musa sendiri. Mengingat usianya yang masih anak-anak, bagaimana dengan haknya untuk bermain? Apa iya Musa lalu sama sekali tak boleh menikmati masa kecilnya demi ego orangtua? (ini yang saya temukan ditulis oleh seorang ibu muda secara agak keras di facebook).
Setelah googling, saya menemukan beberapa pernyataan terkait pengaturan waktu bermain Musa, sebagai berikut:
http://www.buletinislami.com/2016/04/rahasia-hafidz-cilik-musa-hafal-30-juz-di-usia-belia.html
http://detikmuslim.blogspot.co.id/2014/07/inilah-rahasia-musa-anak-5-tahun-yang.html
http://www.jpnn.com/read/2014/07/21/247489/Mengenal-Musa-Hafiz-Cilik-yang-Hafal-30-Juz-Alquran-/page2
http://www.radarcirebon.com/orang-tua-musa-buka-rahasia-cara-didik-anaknya-sampai-hafal-alquran.html
https://bumiislam.wordpress.com/2014/07/07/metode-menghafal-al-quran-ala-musa-si-hafidz-kecil-indonesia/
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/profil-musa-bocah-indonesia-yang-jadi-juara-ajang-hafidz-tingkat-dunia-
https://books.google.co.id/books?id=h5rrCgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=google+books+kisah+anak-anak+penghafal&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjGu4DuxK7MAhVIHKYKHXcfDAEQ6AEIGjAA#v=onepage&q&f=false
Selain itu saya dapati juga ayah Musa pernah memposting foto mainan skuter/ride on baru anak-anaknya. Bisa dilihat dari tautan di atas bahwa orangtua tetap menyediakan waktu tertentu bagi Musa (dan saudara-saudarinya) untuk bermain. Memang soal porsi main ini ada perbedaan sedikit antara berita satu dengan yang lainnya, tapi mungkin ini karena wawancara dilakukan di bulan yang berbeda pula, jadi jadwal tentu menyesuaikan dengan perkembangan usianya.
Nah, soal jadwal-jadwalan ini barangkali juga bisa jadi kontroversial, sebagaimana kata ibu muda yang tadi, yang menganggap bahwa pembatasan sedemikian ketat (Musa juga tidak boleh nonton TV, termasuk saat bertamu) sih sama saja dengan nggak boleh main. Soal ini, memang kembali ke prinsip keluarga yang berbeda-beda. Kalau keluarga Musa, yang saya tangkap dari postingan facebook-nya memang sudah merumuskan tujuan sedari awal untuk mengutamakan kecintaan pada Allah dan persiapan bekal akhirat. Tak heran langkah-langkah yang dirancang juga sedemikian rupa sehingga pendekatan yang dipakai mungkin tidak sama dengan keluarga yang punya prinsip lain. Pernah saya baca La Ode Abu Hanafi ayah Musa mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan gaya orangtua sekarang yang cenderung membebaskan dan membiarkan tingkah anak, yang berbuah pada kasus-kasus remaja yang cukup bikin geleng kepala.
Saya jadi teringat juga prinsip sebuah ‘sekolah’ anak (masih dalam rentang usia dini, lho) yang unik: tidak menyediakan fasilitas bermain. Kutipan lebih tepatnya sebagai berikut:
Apa yang ada dalam ruangan, halaman, aula belajar santri, fasilitas yang tersedia apa adanya. Maka di situlah tempat mereka bermain. Kami tidak menambahkan dengan fasilitas bermain para santri. Dari awal mereka belajar, kami tekankan sebuah konsep bahwa ketika saat bermain maka bermain, ketika saat belajar maka belajar. Tidak ada bermain saat belajar, namun saat bermain ada pelajaran itu sangat mungkin. Kejenuhan, ketidak tertarikan belajar, tidak bisa diam, ketidakfokusan belajar pada santri usia TK sangat mungkin terjadi. Kami justru mengajarkan kepada mereka, bagaimana melewati semua itu menuju keseriusan belajar sesungguhnya.
Penjelasan Islam dalam hal bermain lebih lanjut ada di tulisan Ustadz Budi Ashari (konseptor dan pengelola Kuttab Al Fatih, ‘sekolah’ yang linknya saya taruh sebelum ini) di sini: http://www.parentingnabawiyah.com/index.php/artikel–keluarga/untuk-keluarga-parenting-nabawiyah/113-bukan-untuk-bermain-aku-diciptakan. Makjleb, sih. Ada kutipan bahwa Nabi yahya berkata sebagaimana judul artikel tersebut.
Banyak sungguh variasi dalam cara parenting, dan perbedaan itu menarik untuk diamati dan dipelajari, diambil hikmahnya, menjadi pengingat dan bahan masukan untuk diterapkan dalam keluarga masing-masing.