Berhubung Fathia sudah bisa membaca, jadinya dia bisa membimbing adiknya bermain juga. Misalnya dengan membacakan petunjuk permainan.
Category Archives: mainan
Empat Kriteria Mainan Anak Yang Aman Rekomendasi Psikolog
Sebagai orangtua rasanya kita tidak bisa lepas dari yang namanya mainan anak. Coba cek ruang bermain di rumah, deh. Ada mainan anak yang memang kita belikan, ada pula yang merupakan pemberian atau kado. Dari sekian banyak mainan yang ada di rumah, seberapa besar concern kita terhadap keamanannya? Mengingat mainan ini menemani keseharian anak, bahkan untuk bayi seringkali mainan ini masuk ke dalam mulut. Juga dari segi edukasi, apakah mainan yang kita berikan sudah layak?
Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo menerangkan bagaimana sebetulnya bermain dengan aman itu, dalam talk show yang diadakan oleh Fisher-Price Indonesia bekerja sama dengan Kidz Station. Dalam acara yang diselenggarakan di Kidz Station Senayan City Kamis lalu (10/05) ini, mbak Vera menerangkan, sampai dengan usia 5 tahun, mainan itu boleh diberikan “serta merta” alias begitu saja (tanpa syarat) untuk stimulasi perkembangan anak. Sedangkan untuk umur 5 tahun ke atas, mainan itu “dalam rangka”, artinya sebagai reward atas hal baik tertentu yang ia lakukan. Atau, anak harus menabung dulu untuk memperolehnya.
Mau beli, mau dapat hadiah, jangan lupa pertimbangkan, apakah mainan ini memang baik untuk anak? Nah, menurut mab Vera, mainan yang dipilih untuk anak harus memenuhi kriteria berikut ini:
Serunya Main Islamic Board Game
Masya Allah, sukaaa sama Islamic Board Game dari el Hana ini. Terutama karena ortu jadinya harus ikutan belajar lagi terkait ilmu agama, hehehe. Anak-anak belum pernah main ular tangga sebelumnya, dan seru sih kakak (5 tahun 11 bulan) main IBG ini. Kakak jadi sekalian belajar baca juga, karena lagi masanya banyak penasaran dengan kata-kata baru. Walaupun yaa kadang jadi bubar jalan kalau dedek (2 tahun 8 bulan) nimbrung dengan pemahaman dan aturannya sendiri :D. Tapi bisa sekalian menuntun soal bersabar, bergiliran, dan mengikuti aturan, sih.
Prinsipnya mirip seperti permainan ular tangga memang, tapi dengan konten Islami yang mengasah pemahaman kita tentang ketentuan-ketentuan dalam Islam. Ada kartu pertanyaan yang dibagi dalam tiga tema: Al Qur’an dan Hadits, Akhlak dan Adab, serta Sirah. Belakangan dibuat juga kartu tema lain, yaitu yang terkait tema Haji dan Qurban.
Mainan Anak dari Bahan Makanan
Selama ini sering saya baca baik di majalah, laman web, hingga akun pribadi ada yang berbagi tips membuat play dough sendiri, adonan mainan homemade, dan sejenisnya. Tentu saja sebagai ibu yang suka mentok soal permainan edukatif anak saya ikut mengumpulkan resep-resepnya, tapi belum sampai betul-betul bikin. Entahlah, rasanya kok sayang saja, gitu. Termasuk penggunaan kentang atau bawang untuk membuat semacam stempel. Itu bahan makanan kan, ya? Bisa buat memenuhi hak tubuh, dan di tempat lain bisa jadi ada yang lebih membutuhkan kan, ya?
Memang, permainan bukannya tidak bermanfaat, ada stimulasi sensori motorik di situ. Tapi pilihan lain kan ada, beli jadi misalnya. Mau pakai alasan ‘yang homemade lebih aman’ pun, produsen play dough terkemuka biasanya jelas mencantumkan cara pakai dan komposisi di kemasan kok, meliputi pewarna apa yang dipakai dan peringatan akan adanya kandungan tertentu yang berpotensi memicu reaksi alergi, termasuk terigu (nah, ini gimana ya, termasuk menyia-nyiakan bahan makanan juga nggak, ya?). Jadi bisa dipilih sesuai dengan kondisi. Kalau dibilang ‘proses bikinnya itu yang seru dan mendidik’, ya masih bisa juga anak diajak bikin adonan buat roti beneran. Misalkan kepepetnya anak ada alergi sehingga yang aman dimainkan hanya yang bikinan sendiri, yang ini mungkin bisa mendapat pengecualian (jika memang darurat ada kemampuan tertentu yang harus distimulasi dengan cara itu barangkali ya).
Belakangan seorang teman di grup whatsapp memposting kutipan artikel di bawah ini yang menjawab kegundahan saya. Yah, walaupun awalnya saya tidak kepikiran soal biji-bijian untuk kolase atau dironce misalnya. Mungkin karena dalam pikiran saya untuk biji-bijian yang terpakai tidak terlalu banyak sebagaimana yang terjadi untuk adonan ya. Omong-omong soal jumlah, mungkin kalau sedikit atau bisa dipakai kembali (biji-bijian, makaroni habis dironce yang bisa dibersihkan) tidak apa-apa? Harus ditanyakan lagi nih ke yang kompeten menjawab, nanti saya update postingan kalau sudah ada jawaban.
Lebay? Mungkin ada yang beranggapan begitu ketika membaca tulisan tersebut. Yah, namanya hati-hati dengan dalil yang jelas (bukan sekadar waspada karena testimoni atau kekhawatiran yang tidak beralasan) kan boleh, ya? 🙂 Yang jelas, saya saat ini mantap untuk tidak bikin sendiri play dough dan sejenisnya (bukan karena malas bikin ya, hehehe).
=============================================================================
Membuat Kolase dari Beras, Kacang dll
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan:
Akhir-akhir ini muncul permainan untuk anak-anak dengan bahan baku kacang, beras dan adas (sejenis rempah-rempah) dan bahan makanan lain dari nikmat-nikmat Allah. Bahan-bahan ini juga digunakan dalam pembuatan media pembelajaran. Seperti untuk membuat peta dan yang lainnya, kemudian dicat dengan warna tertentu. Apakah perbuatan ini diperbolehkan? Bagaimana jika digunakan untuk pembuatan ilustrasi? Kami mengharapkan penjelasan.
Jawaban:
Yang nampak bagiku tentang masalah ini bahwa perbuatan ini tidak boleh dilakukan. Karena di dalamnya terdapat unsur menghinakan nikmat-nikmat Allah. Juga terdapat unsur buang-buang harta tanpa ada keperluan. Perbuatan semacam ini mengumpulkan dua unsur tadi, buang-buang harta dan menghinakan nikmat, yang seharusnya nikmat tersebut dimanfaatkan dengan cara yang lain. (Pendapat) inilah yang menurutku paling kuat dan paling dekat dengan kebenaran. Wallahua’lam.
(Sumber: www.alifta.net)
Membuat Playdough dari Tepung, Minyak Goreng dan Garam
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta
Pertanyaan:
Kami adalah ibu guru yang mengajar di sebuah Taman Kanak-kanak. Kami memiliki sebuah materi pelajaran yang disebut dengan pelajaran ketrampilan seni. Anak-anak diberikan adonan yang terbuat dari campuran tepung putih, garam, minyak, pewarna makanan. Bahan-bahan ini diuleni ibu guru hingga menjadi adonan kalis berwarna yang lebih lembut daripada tanah liat. Adonan ini diberikan kepada anak-anak untuk bermain. Perlu diketahui, sebagian adonan ini berjatuhan di lantai, terinjak kaki dan ketika kering adonan ini dibuang ke tempat sampah. Apa hukum bermain adonan dengan model permainan seperti di atas, sementara pelajaran ini menjadi kurikulum yang ditetapkan kementerian pendidikan dan pengajaran. Berilah kami pencerahan tentang masalah ini dengan penuh ucapan terima kasih. Jazakumullahu khairan.
Jawaban:
Menyuguhkan adonan seperti yang disebutkan dalam soal diatas untuk diberikan kepada anak-anak agar mereka bermain dengan adonan tersebut, termasuk menghinakan dan menyia-nyiakan nikmat. Sementara banyak orang sangat membutuhkannya. Sungguh Nabi shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan untuk menjaga nikmat dan memuliakannya. Beliau juga memberi arahan kepada orang yang membawa makanan lalu sepotong makanan terjatuh, agar orang tersebut membersihkan bagian yang kotor lalu memakannya dan tidak menyisakannya untuk setan. Dan masih memungkinkan memberikan mainan alternatif lain bagi anak seperti tanah liat dan bahan lainnya yang memiliki tujuan yang sama, yang dapat melatih anak-anak.
Wabillahit taufiq. Washallallahu’ala Nabiyyina Muhammadin wa’ala aalihi washahbihi wa sallam
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyyah Wal Ifta
Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah Alu Asy Syaikh
Anggota
Abdullah bin Ghudayyan
Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Ahmad bin Ali Al Mubaraki
Abdullah bin Muhammad Al Muthalliq
Abdullah bin Muhammad bin Khunain
Sa’d bin Nashir Asy Syitri
(Sumber: www.alifta.net)
Boleh Bermain dengan Kulit dan Ampas Makanan
Oleh Syaikh Khalid bin Suud al Bulihid
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum,
Saya tinggal di Swiss. Di sini, anak-anak TK biasa bermain adonan yang terbuat dari tepung, garam sehingga tidak meracuni anak (jika tertelan). Apakah hal ini diperbolehkan meskipun terbuat dari bahan makanan? Apakah diperbolehkan jual beli mainan seperti ini?
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,
Alhamdulillah,
Yang nampak bahwa tidak diperbolehkan bermain dengan adonan makanan secara mutlak. Karena termasuk membuang-buang dan menghinakan sesuatu yang seharusnya dimuliakan. Juga karena perbuatan semacam ini meniadakan syukur yang wajib. Sementara Allah Ta’ala sungguh memerintahkan kita untuk mensyukuri nikmat. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.”
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sangat memuliakan makanan walaupun hanya sedikit. Sampai-sampai beliau shallallahu’alaihi wasallam bermaksud memakan satu kurma yang beliau temui di jalan akan tetapi beliau khawatir kurma tersebut adalah kurma sedekah. Beliau shallallahu’alaihi wasallam juga memerintahkan untuk mengambil sepotongan makanan yang terjatuh di tanah. Sebagaimana sabda beliau shallallahu’alaihi wasallam,
إِذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الْأَذَى وَلْيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ ) ، وَأَمَرَنَا أَنْ نَسْلُتَ الْقَصْعَةَ قَالَ : ( فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمْ الْبَرَكَةُ ) .
“Jika sepotong makanan salah seorang di antara kalian terjatuh hendaknya ia membuang kotoran darinya kemudian memakannya. Dan janganlah membiarkannya untuk setan.” Beliau memerintahkan kami agar membersihkan makan yang tertinggal di piring (dengan tangan). Kemudian bersabda, “Sesungguhnya kalian tidaklah tahu, makanan mana yang mengandung berkah.” (HR. Muslim)
Bermain adonan makanan termasuk merugikan dan menyia-nyiakan harta dalam perkara yang tidak benar. Sungguh Nabi shallallahu’alaihi wasallam melarang kita dari hal-hal yang demikian sebagaimana terdapat dalam sunnah.
Bermain adonan makanan termasuk sikap boros dalam harta. Sungguh Allah Ta’ala berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا
“Makan, minumlah dan jangan berlebihan.” (QS. Al A’raf: 31)
Adapun bermain kulit makanan atau sampah makanan yang umumnya tidak dapat diambil manfaatnya atau tidak jelas kegunaannya maka tidak mengapa. Karena itu bukan termasuk makanan yang dimuliakan. Dahulu, para sahabat ridhwanullahi’alaihim saling melempari dengan kulit semangka, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari.
Dengan demikian, tidak seharusnya menjadikan apapun jenis makanan selama makanan tersebut dimuliakan lalu digunakan sebagai bahan mainan anak-anak. Akan tetapi yang wajib dilakukan adalan memuliakan makanan, memperhatikan dan merawatnya karena rasa syukur kepada Dzat yang Maha Melindungi yang telah memberikan nikmat yang berharga.
Sudah selayaknya mencari alternatif material lain yang tidak dimuliakan namun cocok dibuat mainan dan senang-senang.
Demikian juga perlu diwaspadai untuk tidak menggunakan bahan makanan seperti telur, kelapa, tepung dalam perlombaan dan perayaan seperti kebiasaan sebagian orang bermain-main dengan bahan tersebut.
Tidak pantas bagi seorang muslim ikut-ikutan menjualbelikan, menyewakan makanan yang dipersiapkan sebagai bahan untuk acara permainan dan hiburan, karena hal ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Para ulama telah menegaskan haram hukumnya menjual makanan kepada orang yang akan menggunakannya untuk berjudi.
Diperbolehkan bagi seseorang menggunakan makanan untuk memperbaiki tubuhnya atau untuk pengobatan. Seperti menggunakan buah-buahan, madu untuk menghaluskan kulit dan menghilangkan bintik-bintik dan tujuan baik yang lain. Karena ini termasuk menggunakan makanan untuk tujuan yang jelas kemanfataannya. Karena termasuk dalam pengobatan yang mubah serta bukan termasuk menerjang kemuliaan makanan dan bukan untuk main-main. Maka tidak mengapa memanfaatkan makanan untuk pengobatan atau kosmetik agar penampilan makin cantik (untuk berhias didepan suami-pen). Wallahua’lam.washallallahu’ala Muhammad wa aalihi washahbihi wasallam. (Sumber: https://saaid.net/Doat/binbulihed/f/365.htm)
Di antara alternatif mainan anak-anak dari sisa makanan yang tidak bermanfaat lagi misalnya menggunakan ampas kelapa, kulit semangka, kulit jeruk atau tepung yang sudah bau apek, berjamur, berkutu, banyak larva sehingga sangat tidak layak dikonsumsi bisa dimanfaatkan untuk bahan playdough daripada dibuang. Allahu Ta’ala A’lam.
اللهم صل وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله واصحابه
***
Penyusun: Ummu Fatimah Abdul Mu’ti
Artikel wanitasalihah.com
Sumber:http://wanitasalihah.com/mainan-anak-anak-yang-terbuat-dari-bahan-makanan-apa-kata-ulama/
Bermain Kubus untuk Perkembangan Anak
Beberapa waktu yang lalu saat kami mengikuti acara seminar awam tentang prematuritas di RS Evasari, dokter yang menjadi pembicara menyampaikan tentang balok-balok yang dapat digunakan sebagai alat pemantau perkembangan anak. Menurut beliau, pengecekan perkembangan anak di luar negeri sudah melibatkan penggunaan balok ini. Saya jadi ingat KPSP atau kuesioner praskrining perkembangan anak yang biasa digunakan untuk mengukur apakah perkembangan anak sudah sesuai dengan usianya atau belum. Balok ini disebutkan di beberapa bagian sbb:
Muncul di pertanyaan untuk usia 12 & 15 bulan: Tanpa bantuan, apakah anak dapat mempertemukan dua kubus kecil yang ia pegang? Kerincingan bertangkai dan tutup panel tidak ikut dinilai.
Muncul di pertanyaan untuk usia 21 & 24 bulan: Apakah anak dapat meletakkan satu kubus di atas kubus yang lain tanpa menjatuhkan kubus itu? Kubus yang digunakan ukuran 2.5-5.0 cm
Muncul di pertanyaan untuk usia 30 & 36 bulan: Dapatkah anak meletakkan 4 buah kubus satu persatu di atas kubus yang lain tanpa menjatuhkan kubus itu? Kubus yang digunakan ukuran 2.5 – 5 cm.
Muncul di pertanyaan untuk usia 42, 48, dan 54 bulan: Dapatkah anak meletakkan 8 buah kubus satu persatu di atas yang lain tanpa menjatuhkan kubus tersebut? Kubus yang digunakan ukuran 2.5 – 5 cm.
Selengkapnya bisa dilihat antara lain di
https://tumbuhkembang.info/alat/kuesioner-pra-skrining-perkembangan-kpsp/
Fathia dulu belum punya balok khusus untuk bermain di tahun pertamanya. Iseng, saya menggunakan toples mungil wadah bumbu untuk ‘tes’ ini, hehehe. Sekitar usia dua tahun ia bisa menumpuk 4 wadah bumbu. Sekarang, kami pakai balok yang dibeli dari Toko Mama Sekar (mba Evi Rismawati). Aslinya ini puzzle 6 in 1 sih, alias bisa disusun menjadi 6 gambar berbeda. Kebetulan ukurannya pas dengan yang disyaratkan dalam KPSP.
Manfaat balok-balok permainan ini sendiri bisa disebutkan sebagai berikut:
Orangtua dan guru perlu merancang lingkungan yang mendorong dan meningkatkan kemampuan anak dalam memecahkan masalah sejak usia dini (Rachel Keen, psikolog perkembangan, 2011).
Meski tak se-wah mainan robot yang bisa bergerak atau video game, balok-balok mainan cocok untuk mendukung tujuan di atas, termasuk membantu anak mengembangkan keterampilan motorik serta koordinasi tangan dan mata, skill spasial, kemampuan berpikir yang kreatif dan bervariasi, keterampilan sosial, serta keterampilan berbahasa. Anak juga bisa bermain peran atau ‘sandiwara’ dengan balok tersebut. Bahkan balok-balok ini sekaligus berpotensi melatih kemampuan matematika. Bahasan selengkapnya di http://www.parentingscience.com/toy-blocks.html.
(Kalau yang ini Fathia berkreasi dengan Math Block)
Musa sang Hafidz Cilik juga Bermain, Kok
Hari-hari ini, Musa sang hafidz cilik menyita perhatian dan sempat menjadi trending topic karena kemenangannya dalam lomba hafidz anak Musabaqah Hifzhil Quran (MHQ) International di Sharm El-Sheikh, Mesir pada pertengahan bulan April 2016 ini. Musa atau lengkapnya La Ode Musa yang menjadi peserta termuda (7 tahun) mendapatkan juara ketiga.
Ayahanda Musa cukup aktif memposting kegiatan keluarganya di media sosial facebook. Salah satu yang ia tulis dan di-share oleh banyak ibu adalah jadwal harian istrinya, karena memang banyak yang penasaran, seperti apa gerangan aktivitas keseharian ummahat yang bisa membimbing anak-anaknya menghafal Al-Qur’an sedemikian rupa (sebagai tambahan keterangan, Musa menjalani home schooling). Selain soal ibunya, tentu banyak yang penasaran juga soal jadwal Musa sendiri. Mengingat usianya yang masih anak-anak, bagaimana dengan haknya untuk bermain? Apa iya Musa lalu sama sekali tak boleh menikmati masa kecilnya demi ego orangtua? (ini yang saya temukan ditulis oleh seorang ibu muda secara agak keras di facebook).
Setelah googling, saya menemukan beberapa pernyataan terkait pengaturan waktu bermain Musa, sebagai berikut:
http://www.buletinislami.com/2016/04/rahasia-hafidz-cilik-musa-hafal-30-juz-di-usia-belia.html
http://detikmuslim.blogspot.co.id/2014/07/inilah-rahasia-musa-anak-5-tahun-yang.html
http://www.jpnn.com/read/2014/07/21/247489/Mengenal-Musa-Hafiz-Cilik-yang-Hafal-30-Juz-Alquran-/page2
http://www.radarcirebon.com/orang-tua-musa-buka-rahasia-cara-didik-anaknya-sampai-hafal-alquran.html
https://bumiislam.wordpress.com/2014/07/07/metode-menghafal-al-quran-ala-musa-si-hafidz-kecil-indonesia/
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/profil-musa-bocah-indonesia-yang-jadi-juara-ajang-hafidz-tingkat-dunia-
https://books.google.co.id/books?id=h5rrCgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=google+books+kisah+anak-anak+penghafal&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjGu4DuxK7MAhVIHKYKHXcfDAEQ6AEIGjAA#v=onepage&q&f=false
Selain itu saya dapati juga ayah Musa pernah memposting foto mainan skuter/ride on baru anak-anaknya. Bisa dilihat dari tautan di atas bahwa orangtua tetap menyediakan waktu tertentu bagi Musa (dan saudara-saudarinya) untuk bermain. Memang soal porsi main ini ada perbedaan sedikit antara berita satu dengan yang lainnya, tapi mungkin ini karena wawancara dilakukan di bulan yang berbeda pula, jadi jadwal tentu menyesuaikan dengan perkembangan usianya.
Nah, soal jadwal-jadwalan ini barangkali juga bisa jadi kontroversial, sebagaimana kata ibu muda yang tadi, yang menganggap bahwa pembatasan sedemikian ketat (Musa juga tidak boleh nonton TV, termasuk saat bertamu) sih sama saja dengan nggak boleh main. Soal ini, memang kembali ke prinsip keluarga yang berbeda-beda. Kalau keluarga Musa, yang saya tangkap dari postingan facebook-nya memang sudah merumuskan tujuan sedari awal untuk mengutamakan kecintaan pada Allah dan persiapan bekal akhirat. Tak heran langkah-langkah yang dirancang juga sedemikian rupa sehingga pendekatan yang dipakai mungkin tidak sama dengan keluarga yang punya prinsip lain. Pernah saya baca La Ode Abu Hanafi ayah Musa mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan gaya orangtua sekarang yang cenderung membebaskan dan membiarkan tingkah anak, yang berbuah pada kasus-kasus remaja yang cukup bikin geleng kepala.
Saya jadi teringat juga prinsip sebuah ‘sekolah’ anak (masih dalam rentang usia dini, lho) yang unik: tidak menyediakan fasilitas bermain. Kutipan lebih tepatnya sebagai berikut:
Apa yang ada dalam ruangan, halaman, aula belajar santri, fasilitas yang tersedia apa adanya. Maka di situlah tempat mereka bermain. Kami tidak menambahkan dengan fasilitas bermain para santri. Dari awal mereka belajar, kami tekankan sebuah konsep bahwa ketika saat bermain maka bermain, ketika saat belajar maka belajar. Tidak ada bermain saat belajar, namun saat bermain ada pelajaran itu sangat mungkin. Kejenuhan, ketidak tertarikan belajar, tidak bisa diam, ketidakfokusan belajar pada santri usia TK sangat mungkin terjadi. Kami justru mengajarkan kepada mereka, bagaimana melewati semua itu menuju keseriusan belajar sesungguhnya.
Penjelasan Islam dalam hal bermain lebih lanjut ada di tulisan Ustadz Budi Ashari (konseptor dan pengelola Kuttab Al Fatih, ‘sekolah’ yang linknya saya taruh sebelum ini) di sini: http://www.parentingnabawiyah.com/index.php/artikel–keluarga/untuk-keluarga-parenting-nabawiyah/113-bukan-untuk-bermain-aku-diciptakan. Makjleb, sih. Ada kutipan bahwa Nabi yahya berkata sebagaimana judul artikel tersebut.
Banyak sungguh variasi dalam cara parenting, dan perbedaan itu menarik untuk diamati dan dipelajari, diambil hikmahnya, menjadi pengingat dan bahan masukan untuk diterapkan dalam keluarga masing-masing.