“Dulu waktu saya kuliah di Jawa, mamak saya suka kirim siput gonggong. Pikir saya makanan apa sih ini, seringnya malah saya kasih-kasih ke teman-teman. Setelah balik ke Bangka saya baru tahu, rupanya itu makanan mahal,” demikian tutur tetangga kami di Pangkalpinang dulu.
Siput gonggong atau dog conch atau nama latinnya Strombus canarium (canis=anjing, sedangkan gonggong jelas merupakan tiruan bunyi anjing) menjadi salah satu makanan khas di Bangka Belitung dan di Kepulauan Riau (beberapa website menyebutkan bahwa hewan ini khas masing-masing daerah). Siput ini bisa pula ditemukan di berbagai negara (selengkapnya di https://en.m.wikipedia.org/wiki/Laevistrombus_canarium). Di pulau Bangka, cangkang siput gonggong dijadikan ikon misalnya dalam bentuk patung yang menjadi landmark. Siput gonggong bisa dibumbui kemudian dimasak bersama dengan cangkangnya dan disantap layaknya keluarga gastropod bercangkang, bisa juga digoreng kering menjadi keripik atau dihaluskan lalu digoreng sebagai kerupuk. Satu-satunya bentuk olahan yang pernah saya cicipi, juga yang dimaksud oleh tetangga kami di atas, adalah siput gonggong yang sudah jadi keripik. Mengingat rasanya yang gurih dan renyah sungguh bikin kangen karena sejak pindah dari Pangkalpinang lima tahun yang lalu saya belum pernah memakannya lagi. Harganya memang tergolong mahal, bulan lalu suami saya membelikan saat bertugas ke Pangkalpinang dengan harga Rp40.000,00 untuk kemasan 100 gram, kemudian saya lihat di salah satu lapak online ada yang menjual seharga Rp440.000,00/kg. Saya memang secara khusus minta dibelikan oleh-oleh siput gonggong, selain tentunya keritcu. Harga yang menggiurkan barangkali menjadi penarik minat penduduk berburu siput gonggong, yang lantas berdampak ke terancamnya eksistensi spesies ini seperti dipaparkan di Trubus
http://www.trubus-online.co.id/siput-gonggong-saatnya-budidaya/.
Hewan siput sendiri bagi kaum muslim seringkali masih membuat ragu terkait status kehalalannya. Biasanya orang awam akan mengaitkan dengan wujudnya sebagai hewan melata dan bisa hidup di dua alam. Bahasan lengkap mengenai halal atau haramnya siput/bekicot/keong dan sejenisnya bisa dibaca di https://rumaysho.com/2130-halalkah-bekicot-keong.html dan https://konsultasisyariah.com/17052-hukum-makan-bekicot.html. Siput gonggong adalah hewan laut, merujuk ke kedua tulisan tersebut hukumnya adalah halal.
Oh ya, nilai gizi siput gonggong goreng ini seperti dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Bangka Barat adalah sebagai berikut:
Sampel Siput Gonggong Goreng yang telah disampaikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat kepada Balai Riset dan Standarisasi Mutu Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Palembang untuk diuji nilai gizi makronya telah keluar hasilnya.
Berdasarkan hasil uji laboratorium dapat diketahui nilai gizi makro per 100 gram Siput Gonggong Goreng antara lain karbohidrat 4,1% dengan nilai gizi 16,4 kalori, Protein 31,19 dengan nilai gizi 124,8 kalori dan lemak 24,9% dengan nilai gizi 224,1 kalori.
Sampel adalah Siput Gonggong Goreng yang merupakan olahan dari Siput Gonggong yang didapatkan dari Desa Bakit, Kecamatan Parit Tiga, Kabupaten Bangka Barat. Semoga Siput Gonggong dapat menjadi komoditi di Kabupaten Bangka Barat dengan nilai gizi dan nilai jual yang tinggi.
Pingback: Kamu Diculik Kucing | Leila's Blog