Bulan Juni tahun 2008 untuk pertama kalinya saya mencicipi yang namanya martabak HAR. Ada tugas kantor ke sana, dan di sela-sela waktu saya sempat jalan-jalan sebentar. Awalnya Fathin, teman ngeblog di multiply dulu yang mengenalkan. Dia mengantar saya ke Rumah makan martabak HAR di depan Masjid Agung Palembang. Nama HAR merupakan singkatan dari nama Haji Abdul Rozak yang menjadi perintis martabak jenis ini. Tempat yang kami kunjungi waktu itu, kata Fathin, bukan yang rasa martabaknya paling enak. Tapi bagi saya sudah top banget, deh. Mengingat saya suka makanan gurih yang berbumbu tetapi tidak terlalu menyengat, martabak HAR ini memanjakan lidah.
Kuah kari kentangnya sedikit mengingatkan saya pada kuah kari ala India, tapi bumbunya tidak setajam itu. Konon sih karena Haji Abdul Razak yang wafat pada tahun 2001 ini aslinya memang keturunan India. Tapi isian martabaknya sendiri beda dengan martabak India, martabak Mesir, atau martabak gurih lain yang banyak dijual. Isinya ‘hanya’ telur (telur ayam atau bebek) yang dipecahkan ke dalam lipatan kulit. Jadi tanpa dikocok terlebih dahulu, hingga tekstur isinya mirip telur rebus. Begitu lezatnya sampai-sampai saya menyempatkan ke rumah makan itu lagi sendirian ketika kembali mendapatkan perintah tugas ke sana tahun 2010. Belakangan, di Pangkalpinang, tempat domisili saya saat itu, ada watung yang menyediakan menu ini. Tentu saya tak menyia-nyiakan kesempatan, ada masa di mana seminggu sekali pasti saya mengajak suami ke sana (walaupun cuma saya yang makan, hehehe…untungnya tersedia juga menu lain untuknya).
Begitu pindah ke Jakarta saya hampir lupa akan martabak yang satu ini. Pernah googling sekilas, tapi seingat saya, saya tidak berhasil menemukan lokasi penjual martabak HAR di ibukota. Baru awal tahun 2016, tepat ketika saya habis dapat SK mutasi ke kantor lain di bagian lain Jakarta, saya mendapatkan info bahwa ada rumah makan martabak HAR di Jakarta Pusat. Terhitung dekat sekali malah, kalau dari kantor lama :D. Tapi karena berbagai kesibukan baik saya maupun suami, saya baru kesampaian menuju tempat yang disebutkan itu menjelang Idul Adha tahun ini.
Mencari tempatnya susah-susah gampang karena awalnya kami tidak punya bayangan. Di Kompasiana ada yang menyebutkan letaknya dekat halte Transjakarta Harmoni, tepatnya di Jl. Hayam Wuruk No. 19. Coba menelusuri tepian jalan kayaknya nggak ada, coba masuk-masuk gang malah tambah nggak ketemu. Ternyata memang benar lokasinya di tepi jalan raya (namanya saja pakai nama jalan utama, kan), hanya saja kami terlalu cepat putar balik dari arah Carrefour Duta Merlin, minimal putar baliknya seharusnya tepat sebelum hotel Grand Mercure, ya. Daann begitu sampai, ada stiker “bisa dipesan lewat Go-Jek” dong. Hihihi, jadi sebetulnya praktis saja ya kalau mau melepas rindu dengan martabak ini. Per porsinya dijual dengan harga Rp30.000,00 (kalau pakai telur bebek) atau Rp20.000,00 (telur ayam). Rasanya? Tetap enaakk, sedikit lebih terasa rempah-rempah di kuahnya sih menurut saya. Warna kuah karinya juga tidak kehijauan seperti yang saya cicipi di Palembang, tapi sama-sama lezat, kok.