Meskipun tema yang tercantum dalam undangan terbuka seminar Islamic Parenting Hijabersmom Community kali ini, “Life Skills, Saatnya Melepas Anak untuk Terampil dalam Hidup”, lebih ditujukan untuk orangtua yang memiliki anak remaja, tetapi saya rasa tak ada salahnya belajar sedari awal. Apalagi setelah saya mulai menyimak materi, meski kebanyakan contoh yang disebutkan ditujukan untuk anak yang lebih besar, beberapa keterampilan memang sudah bisa mulai diajarkan atau dikenalkan kok kepada anak sejak usia dini.
Citra Layla Joesoef, konselor, psikoterapis dan trainer dari Rumah Parenting Bintaro mengawali sesinya dengan bertanya pada para peserta yang hadir di aula Rabbani Rawamangun hari itu (14/10): Apakah dalam satu minggu terakhir ini remaja Anda kehilangan barang pribadinya, tertinggal tugas sekolahnya, terlewati membereskan kamarnya, atau merasa galau karena dijauhi teman mainnya?
Suatu saat, akan tiba masanya remaja meninggalkan rumah dan menghadapi kehidupan. Maka orangtua harus membentuk kebiasaan baik, tolonglah anak-anak kita dengan mengajari keterampilan hidup (life skills) agar mereka menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh.
Menurut WHO, life skills adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dan berperilaku positif yang mampu membuat seseorang menyelesaikan tuntutan-tuntutan dan perubahan-perubahan di kehidupan sehari-hari secara efektif. Sedangkan menurut UNICEF, life skills terkait dengan proses pengajaran yang menggunakan pendekatan pada perkembangan perilaku, dirancang sebagai kombinasi knowledge, attitude, dan skill.
Secara umum, life skills bisa diartikan sebagai keterampilan yang membantu kita untuk sukses dalam beragam lingkungan di mana kita hidup, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat sekitar. Remaja perlu life skills untuk memahami dirinya sendiri, untuk mengelola hubungan dengan orangtua dan teman sebaya, juga agar bisa mengambil keputusan yang tepat sehari-hari. Termasuk menguatkan mereka agar bersikap positif untuk melindungi dirinya, menjaga kesehatannya, dan membentuk hubungan sosial yang positif.
Life skills dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu hard skills dan soft skills.
Hard skills merupakan penguasaan keterampilan teknis pekerjaan dalam suatu bidang tertentu.
Contoh hard skills:
Keterampilan tentang makanan:
- memasak makanan dan menggunakan alat-alat masak serta kompor
- merencanakan dan berbelanja makanan
- membaca label nutrisi bahan makanan
- menyiapkan, menyediakan, dan menyimpan makanan untuk menghindari mubazir
Keterampilan tentang uang:
- menyiapkan perencanaan keuangan mingguan atau bulanan dan menepatinya
- menggunakan mesin ATM
- membuka dan menggunakan rekening tabungan
- menabung hingga cukup untuk membeli barang impian
- menyisihkan uang untuk sumbangan
Keterampilan di rumah
- bisa membersihkan rumah
- tahu di mana colokan listrik
- tahu di mana keran utama untuk air
- tahu menggunakan alat pemadam kebakaran
- menguasai pertolongan pertama
- tahu cara memperbaiki kerusakan toilet, mengganti lampu
- bisa mencuci baju sendiri
- tahu cara menggunakan peralatan rumah tangga
Keterampilan berkendaraan dan transportasi:
- belajar menyetir kendaraan secara aman
- menggunakan kendaraan umum, mengetahui rutenya, menyiapkan ongkosnya, dan mengantisipasi kejadian tersesat.
Usia berapa anak bisa mulai diajarkan hard skills? “Usia 5-6 tahun sudah bisa, tentunya bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan fisik dan umur anak. Misalnya mulai dari membereskan mainan, menaruh piring setelah makan, menyiapkan perlengkapan sekolah, sampai membereskan tempat tidur,” jelas mbak Citra.
Sedangkan soft skills adalah keterampilan dalam mengatur diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain. WHO menyebutkan 10 keterampilan inti dalam bidang ini, yaitu: self awareness, empati, berpikir kritis, berpikir kreatif, mengambil keputusan, memecahkan masalah, mengelola hubungan interpersonal, berkomunikasi secara efektif, menghadapi stres, dan mengelola emosi. Keterampilan ini akan bermanfaat kalau-kalau anak menemui situasi gawat darurat, sedang sakit, atau menghadapi bullying.
Dalam mengelola emosi misalnya, anak perlu diajar mengenali perbedaan emosi-emosi yang dirasakan dan mengakuinya. Misalnya, kesal dan marah adalah emosi yang berbeda. Menarik diri bisa disebabkan oleh emosi sedih maupun takut.
Panjang? Tidak perlu mengajarkan remaja untuk mengerjakan seluruh life skills dalam daftar secara bersamaan. Baik orangtua maupun remaja perlu menikmati prosesnya. Remaja yang telah dapat mengerjakan tugas harian akan menjadi lebih bahagia dan percaya diri, Kompetensi dan kemampuannya akan muncul, dan inilah hadiah dari orangtua untuk mereka. Tidak pernah ada kata terlambat untuk mengajari. Tipsnya, lihat tingkatan perkembangan life skills yang sudah dikuasai maupun belum, ketahui apa yang bisa dilakukan untuk mendorong remaja kita masing-masing. Orangtua juga perlu bersikap realistis dan peka terjadap kondisi khusus seperti temperamen, gaya belajar, dan keadaan remaja saat itu.
Life skills itu diajarkan, berulang kali, secara bertahap, hingga benjadi kebiasaan baik yang meninggalkan kenangan. Mengajari berbeda dengan mengatakan. Proses pengajaran butuh diskusi mengenai proses pengambilan keputusan dan bagaimana sesuatu itu terjadi.
“Ajari anak berpikir kritis, jangan semuanya kita tuntun,” tegas mbak Citra. Kalau memang tujuan kita adalah untuk kebaikan anak, maka yang harusnya kita lakukan bukanlah turun tangan langsung, melainkan mengajarinya menyelesaikan sendiri. Anak juga perlu diajari bahwa setiap perilaku punya konsekuensi tindakan. Tentu, ibu juga harus kompak dengan ayah mengenai hal ini, jangan sampai proses belajar terhenti karena ada salah satu dari orangtua yang tidak sabar. Keterampilan mengajarkan life skills pun penting karena remaja itu aktif dan ortu perlu menyesuaikan dengan gaya belajar mereka.
Yang terpenting, kita pasti mau anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi tangguh. Sebagaimana diingatkan oleh mbak Citra, Allah swt juga sudah berpesan untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah (QS.[4]. An Nisaa‘: 9: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.). Lemah ini bisa juga diartikan mudah galau, kompetensi dirinya rendah, termasuk ketidakmampuan menghadapi tekanan.
Pendekatan yang tepat juga harus dilakukan. Yang sering terjadi, anak baru bercerita sedikit, tetapi orangtua sudah langsung menjejalkan aneka nasihat, bahkan memarahi. Akibatnya, pada kesempatan lain anak akan memilih untuk menyelesaikannya sendiri. Padahal anak perlu empati, jadi minimal kita dengarkan dulu cerita anak dengan baik. Kalau emosinya sudah keluar saat bercerita, akan lebih mudah untuk melihat masalah dari sudut pandang yang lain, bahkan menemukan solusi.
Setiap orangtua perlu tahu bahwa anak berlaku mengikuti role model. Prinsipnya, “Saya dengar dan saya lupa, saya lihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya mengerti”. Mengingat pentingnya life skills ini, orangtua perlu menjadi role model yang baik, sehingga anak punya kesempatan melihat langsung, meniru, dan mempraktikkan, termasuk bisa memberikan umpan balik. Tentunya orangtua juga perlu merencanakan dengan baik proses mengajar ini, termasuk memberikan komitmen waktunya. Jangan lupa, parenting skills juga meliputi komunikasi efektif di keluarga dan pengawasan yang baik dari orangtua, serta penerapan disiplin yang tepat dan konsisten. Genapkan dengan doa.
#ODOPOKT21
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah.