Museum Sumpah Pemuda, Saksi Pergerakan Anak Bangsa

Postingan yang terlambat ini sebetulnya. Berhubung akhir pekan kemarin belum sempat bongkar-bongkar arsip foto, jadilah baru masuk blog sekarang (dan berakibat lagi-lagi ambil sehari libur ODOP :D). Kunjungan ke Museum Sumpah Pemuda ini pun sebetulnya kami lakukan tahun lalu. Saat itu sedang ada renovasi sehingga bisa jadi beberapa bagian museum tidak sama lagi. Namun karena dulu juga belum sempat ditulis di sini, nggak apa-apa ya dipublikasikan sekarang catatannya, mumpung masih dalam suasana peringatannya juga tiga hari yang lalu.

Museum Sumpah Pemuda ini terletak di Jl. Kramat no. 106, tidak begitu jauh dari halte Transjakarta Pal Putih (arah ke Kwitang/Senen). Awalnya, gedung yang didirikan pada permulaan abad ke-20 ini adalah rumah tinggal milik Sie Kong Liang. Sejak tahun 1908, Gedung Kramat disewa oleh pelajar Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Sekolah Pendidikan Dokter Hindia) dan RHS (Rechts Hooge School) sebagai tempat tinggal dan belajar. Mereka yang pernah tinggal dalam gedung yang dulu dikenal dengan nama Commensalen Huis itu adalah Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana (sumber: website museum).

Continue reading

Imunisasi Terjangkau dan Praktis, ke Sini Aja!

Sebagai salah satu bentuk ikhtiar demi kesehatan keluarga, saya mengikuti jadwal Kementerian Kesehatan RI dalam pemberian vaksin. Biasanya saya membawa anak-anak untuk mendapatkan vaksin yang ada dalam jadwal dari Kemenkes ini di puskesmas. Lumayan kan, bisa lebih menghemat biaya, sekaligus berpartisipasi dalam program pemerintah. Selain mematuhi jadwal yang tercantum dalam buku KIA versi Kemenkes, saya juga mengambil imunisasi lainnya untuk anak-anak, mengikuti rekomendasi IDAI. Nah, karena vaksin non-subsidi ini tidak tersedia di puskesmas, maka kami harus memperolehnya dari tempat lain.

Unduh Buku KIA Kemenkes versi 2016 di tautan ini

Hingga usia anak-anak dua bulan, mereka mendapatkan imunisasi di kota tempat mereka lahir alias kampung halaman saya di Sukoharjo, biasanya di RS. Sedangkan setelah kami kembali ke tempat bertugas di Jakarta, anak-anak memperoleh vaksin rekomendasi melalui sejumlah layanan jasa. Sejauh ini justru kami belum pernah ke rumah sakit untuk imunisasi, karena ada pilihan lain yang lebih praktis. Lebih minim risiko infeksi nosokomial (infeksi ‘oleh-oleh’ dari rumah sakit/pasien di sana) pula.

Baca juga: Jadwal Imunisasi IDAI Terbaru

Dulu kami biasa pergi ke Rumah Labeeba alias praktik pribadi dr. Ian (Farian Sakinah) untuk vaksinasi anak-anak (dan saya juga). Namun sayangnya belakangan stok vaksin di sana tidak selalu tersedia, apalagi yang non-subsidi. Kesibukan dokter keluarga kami itu pun semakin bertambah. Jadilah saya mulai mencari-cari alternatif tempat lain untuk imunisasi.

Berikut beberapa jasa imunisasi yang pernah saya gunakan untuk anak-anak:

Continue reading

[Ulasan Film] Duka Sedalam Cinta

Usai menonton film Ketika Mas Gagah Pergi pada awal tahun 2016, ada sepercik rasa kecewa di dada. Habisnya, kok ternyata filmnya bersambung, sih? Kapan lanjutannya tayang juga belum jelas betul. Kan penasaran dengan akhir cerita versi layar lebarnya, apakah akan setia dengan cerpen/novelet atau memberikan ruang untuk penutup yang berbeda. Dengan pengembangan sejumlah karakter orisinal dari cerpen/noveletnya maupun penambahan tokoh-tokoh baru, bisa saja alurnya jadi lain, kan?

Dalam acara Jumpa Penulis beberapa waktu yang lalu, mba Helvy Tiana Rosa selaku penulis Ketika Mas Gagah Pergi menjelaskan salah satu alasan kenapa film pertama dan kedua jadi harus berjarak sebegitu lama: terbentur soal pendanaan. Ya, mba Helvy nekad mengambil peran sebagai produser kedua film tersebut, konon dengan diiringi tangis sang adik, mba Asma Nadia, yang tahu betapa beratnya menembus dunia hiburan Indonesia dengan idealisme macam ini. Biaya pembuatan film ini sendiri dihimpun lewat crowd funding.

Baca juga: Pesan-pesan dari Helvy Tiana Rosa

Penantian cukup panjang itu akhirnya tuntas juga pekan kemarin. Film Duka Sedalam Cinta yang menampilkan sambungan kisah mas Gagah, Gita, Yudhi, serta keluarga dan kawan-kawan mereka naik tayang tanggal 19 Oktober 2017 di sejumlah jaringan sinepleks. Sayang, bioskop yang menyediakan layarnya untuk film ini di Jakarta tidak banyak-banyak amat. Ingin sebetulnya nonton bersama teman-teman seperti waktu itu menyaksikan film pertamanya, atau bergabung dengan sejumlah komunitas yang mengadakan sesi nonton bareng. Namun, belum ketemu waktu yang pas. Daripada nanti nggak jadi-jadi, juga sekaligus mengikuti ajakan mba Helvy untuk menonton di hari-hari awal pemutaran film, saya memantapkan diri memesan tiket sendirian di hari kedua filmnya ditayangkan. Kalaupun nanti ternyata ada teman yang mengajak nonton lagi dan jadwalnya klop, ya nonton lagi saja, pikir saya.

Continue reading

Blogger Muslimah, Antara Hamasah dan Iffah

Hari ini, 27 Oktober, diperingati sebagai Hari Blogger Nasional. Rangkaian tantangan One Day One Post Blogger Muslimah belum tuntas sebulan saya ikuti, tapi izinkan saya mengucapkan terima kasih untuk komunitas Blogger Muslimah khususnya pendiri dan admin yang sudah memberikan semangat dan motivasi. Sebelumnya, tak terbayangkan bagi saya untuk mengisi blog ini setiap hari. Bahkan di masa-masa rajin nge-blog di Multiply dahulu kala, seingat saya belum pernah terjadi saya bisa posting sampai lebih dari lima belas hari berturut-turut begini.

Ya, kadang yang dibutuhkan ‘hanya’ suntikan semangat, termasuk dari pihak luar. Niat saja belumlah memadai. Harus ada dorongan lebih untuk mewujudkan niat itu. Sebab kalau tidak, maka rintangan seperti keterbatasan waktu dan sarana akan selalu menjadi alasan. Tentu, sebagai hamba, pribadi, anak, istri, ibu, pegawai, pengusaha, pekerja paruh waktu, atau apa pun peran kita di dunia ini, ada hal-hal yang seringkali memang patut mendapat perhatian lebih atau dijadikan prioritas. Boro-boro sempat mencatat ide-ide untuk nanti dituangkan di blog. Di saat seperti itulah, tuduhan ‘cari-cari pembenaran’ yang disematkan atas blog yang mulai lumutan atau dihiasi sarang laba-laba jadi terasa tidak pas. Kenyataannya, kita semua punya kondisi masing-masing yang tidak bisa disamaratakan, kan? Jadi bukan bermaksud menjadikan anak, suami, atau pekerjaan sebagai tameng saat frekuensi menulis kita dipertanyakan, tetapi memang ada masanya kita perlu fokus ke urusan selain meng-update blog.

Continue reading

Batuk Pilek dan Influenza, Serupa tapi Tak Sama

Sudah beberapa pekan ini saya dan orang-orang di sekitar, baik di rumah maupun di kantor, bergantian kena batuk pilek. Komentar yang seringkali terlontar dari teman yang menyapa setelah melihat masker yang saya pakai atau mendengar suara saya jadi serak atau sengau adalah, “Flu, ya?” Gampangnya sih memang jawab saja “Iya”, hehehe. Namun, sebetulnya flu dan batuk pilek adalah penyakit yang berbeda, lho.

Saya rangkum dari WebMD, batuk pilek (cold) atau biasa diistilahkan dengan selesma adalah penyakit saluran pernapasan yang lebih ringan jika dibandingkan dengan influenza atau flu. Flu bisa berlangsung hingga berminggu-minggu, dan bisa berujung pada masalah kesehatan serius seperti pneumonia dan menyebabkan penderita harus dirawat inap.

Ada ratusan jenis virus yang bisa mengakibatkan batuk pilek (makanya belum ada vaksin untuk selesma, saking banyak macam virusnya). Batpil biasanya diawali dengan sakit tenggorokan yang hilang setelah sehari dua hari. Gejala yang mengikutinya adalah hidung berair/mengeluarkan ingus/meler, kemudian batuk pada hari keempat atau kelima. Pada orang dewasa, jarang disertai dengan demam sebagaimana yang terjadi pada anak-anak, tetapi bisa saja ada demam ringan.

Biasanya sih di awal-awal ingusnya bening dan encer, lama-lama menjadi lebih kental dan keruh warnanya. Ingus kental dan ‘berwarna’ ini belum tentu merupakan tanda infeksi bakteri, ya (ada yang berpendapat demikian soalnya). Batuk pilek ini biasanya paling menular pada tiga hari pertama, dan memakan waktu hingga lebih kurang seminggu hingga sembuh betul. Bahkan kalau berdasarkan grafik di bawah ini, hidung meler dan batuknya bisa bertahan sampai dua minggu, lho.

Continue reading

Berpetualang ke Bintang-bintang lewat Planetarium

Saat menuju tempat penyelenggaraan acara Jumpa Penulis yaitu di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Cikini, tanggal 15 Oktober lalu, saya iseng melewati bagian dalam Planetarium yang terletak di kompleks yang sama. Toh kalau menurut jadwal yang saya peroleh, Jumpa Penulis mestinya sudah masuk sesi istirahat.

Baca juga: Catatan dari Jumpa Penulis di TIM

Begitu memasuki bagian depan bangunan Planetarium, ramainya pengunjung yang memadati antrean pembelian tiket Teater Bintang kontan menarik perhatian saya. Wah, apa mungkin sudah dibuka kembali untuk umum, ya? Informasi yang saya dapat dari petugas Planetarium saat Peneropongan Bulan dan Planet di bulan Agustus, pertunjukan Teater Bintang sedang dalam proses pertimbangan untuk dibuka kembali. Pertunjukan ini memang tidak diadakan lagi sejak bulan April 2017 karena adanya kerusakan proyektor utama M-VIII. Kemudian di bulan September, saya lihat ada pengumuman di media sosial resmi Planetarium bahwa pertunjukan Teater Bintang dibuka kembali, tetapi sifatnya masih uji coba dan hanya diperuntukkan bagi rombongan yang harus mendaftarkan diri terlebih dahulu.

Begitu menengok situs resmi Planetarium, wah, ternyata memang sejak tanggal 13 Oktober Teater Bintang sudah memasuki tahap uji coba yang lebih luas, yaitu untuk rombongan maupun perseorangan.  Namanya juga masih masa uji coba, jadwal pertunjukan masih terbatas. Pengunjung rombongan harus melakukan reservasi dulu sesuai dengan ketentuan (bisa dibaca di sini) dan nantinya bisa menonton pertunjukan pada hari Selasa-Jumat (kecuali libur nasional dan cuti bersama) pada pukul 09.30 atau 13.30. Jumlah pengunjung rombongan minimal 100 siswa/mahasiswa. Jika kurang, maka tetap diterima dengan perhitungan biaya untuk 100 siswa/mahasiswa. Sedangkan kalau lebih, kelebihannya dihitung sesuai harga tiket masuk yang berlaku untuk rombongan.

Continue reading

Atasi Remaja Galau Sejak Awal, Praktikkan Tips Berikut Ini

Meskipun tema yang tercantum dalam undangan terbuka seminar Islamic Parenting Hijabersmom Community kali ini, “Life Skills, Saatnya Melepas Anak untuk Terampil dalam Hidup”, lebih ditujukan untuk orangtua yang memiliki anak remaja, tetapi saya rasa tak ada salahnya belajar sedari awal. Apalagi setelah saya mulai menyimak materi, meski kebanyakan contoh yang disebutkan ditujukan untuk anak yang lebih besar, beberapa keterampilan memang sudah bisa mulai diajarkan atau dikenalkan kok kepada anak sejak usia dini.

Citra Layla Joesoef, konselor, psikoterapis dan trainer dari Rumah Parenting Bintaro mengawali sesinya dengan bertanya pada para peserta yang hadir di aula Rabbani Rawamangun hari itu (14/10): Apakah dalam satu minggu terakhir ini remaja Anda kehilangan barang pribadinya, tertinggal tugas sekolahnya, terlewati membereskan kamarnya, atau merasa galau karena dijauhi teman mainnya?

Suatu saat, akan tiba masanya remaja meninggalkan rumah dan menghadapi kehidupan. Maka orangtua harus membentuk kebiasaan baik, tolonglah anak-anak kita dengan mengajari keterampilan hidup (life skills) agar mereka menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh.

Menurut WHO, life skills adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dan berperilaku positif yang mampu membuat seseorang menyelesaikan tuntutan-tuntutan dan perubahan-perubahan di kehidupan sehari-hari secara efektif. Sedangkan menurut UNICEF, life skills terkait dengan proses pengajaran yang menggunakan pendekatan pada perkembangan perilaku, dirancang sebagai kombinasi knowledge, attitude, dan skill.

Continue reading

Sindrom Patah Hati, Apa Itu?

Menjelang penayangan perdananya pada pertengahan Desember nanti, awal bulan ini telah dirilis poster dan trailer terbaru film Star Wars: The Last Jedi. Dalam kedua media promosi film Star Wars kedelapan tersebut, tampak sosok Putri/Jenderal Leia Organa Solo (Leia Amidala Skywalker) yang diperankan oleh Carrie Fisher. Penasaran juga bagaimana nanti tim pembuat film mengarahkan jalan cerita sepeninggal Carrie Fisher, mengingat tokoh yang dimainkannya memiliki posisi penting dalam kisah Star Wars sejak trilogi pertamanya mulai dirilis tahun 1977. Ya, Carrie Fisher telah meninggal dunia pada Desember 2016. Penyebab kematiannya sesuai keterangan resmi adalah sleep apnea (gangguan pernapasan saat tidur) dan ‘faktor lainnya’.

Yang mengejutkan, sehari setelah meninggalnya Carrie Fisher, sang ibu yang berusia 84 tahun ‘menyusul’, diduga karena serangan stroke. Ibunda Carrie Fisher adalah aktris senior Debbie Reynolds yang terkenal lewat film Singin’ in The Rain (1952). Sebelum putrinya berpulang, Debbie secara umum berada dalam kondisi kesehatan yang cukup baik. Putra Debbie Reynolds sempat menyebut bahwa pemicu meninggalnya ibu mereka tercinta adalah kondisi tekanan dan kesedihan pasca-kepergian Carrie.

Pertanyaannya, apa iya kesedihan bisa segitunya menjadi penyebab meninggalnya seseorang? Bukan patah hati lalu bunuh diri, ya…itu sih lagu Koes Plus (yang sebetulnya mencerminkan sejumlah realita juga). Tahun 2006, para peneliti di Johns Hopkins University School of Medicine menyimpulkan bahwa memang sebutan ‘broken heart‘ untuk kesedihan mendalam akibat luka cinta ada benarnya. Penelitian yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine menyatakan bahwa trauma dan guncangan emosional bisa menyebabkan kondisi jantung yang fatal, yang diistilahkan dengan broken heart syndrome alias sindrom patah hati (kesamaan katanya —heart-jantung-hati– jadi agak selip ketika diterjemahkan, tapi intinya seperti itu).

Continue reading

Budaya Gendongan, Penuh dengan Filosofi

“Menarik bahwa pembicara pada seminar kali ini semuanya lelaki, padahal obrolan soal gendongan identik dengan ibu-ibu.” Lebih kurang demikianlah komentar yang saya dengar saat mengikuti Seminar Gendongan Asia di Museum Nasional kemarin. Saya sendiri duduk berkumpul dengan beberapa teman dari komunitas gendongan seperti Jakarta Babywearers dan Jabodetabek Menggendong. Meski tidak semuanya saling mengenal, sebagian juga belum pernah berinteraksi karena beda komunitas, tapi kami semua dipersatukan oleh minat yang sama pada soal gendong-menggendong bayi. Memang menarik jadinya kalau soal gendongan ini dieskplor dari sisi sejarah dan antropologi, mengingat selama ini obrolan grup maupun edukasi saat kami berkumpul bersama (kopdar) lebih berfokus pada teknik, keamanan dan kenyamanan, juga jenis-jenis gendongan. Maka publikasi pameran gendongan Asia yang diteruskan oleh salah satu anggota grup whatsapp disambut dengan rasa penasaran yang besar. Apalagi ada pula kegiatan seminar yang menyertainya.

Antropolog Dr. Tony Rudyansjah, M.M. yang menjadi pembicara pertama dalam kegiatan dengan tagline Fertil, Barakat, Ayom (Fertility, Blessings, and Protection) ini menyampaikan bahwa bahasan tentang gendongan agak terabaikan dalam antropologi, padahal menurutnya penting sekali.

“Gendongan bayi itu suatu hal yang sangat universal, ada di semua kebudayaan di dunia. Sama universalnya dengan upaya melindungi anak dari sinar matahari, serangga, binatang buas, jatuh, bahkan manusia lain,” sebut beliau. Gendongan juga membantu agar orang bisa bekerja, tangannya bebas beraktivitas tanpa direpotkan oleh anak.

Continue reading

Yakin, Sudah Menguasai Bahasa Kita Sendiri? 

Tadi saya menemani Fathia yang mengikuti lomba menggambar di Badan Bahasa Kemendikbud, Rawamangun. Rupanya di sana sedang diselenggarakan berbagai acara dalam menyambut Bulan Bahasa dan Sastra yang jatuh pada bulan Oktober ini. Mengapa bulan Oktober? Karena pada bulan inilah peristiwa bersejarah Sumpah Pemuda digaungkan.

Berhubung Fahira tidak terlalu betah menemani kakaknya di satu tempat, saya ajak ia jalan-jalan mengelilingi salah satu bangunan Badan Bahasa. Di gedung tersebut sedang diselenggarakan pameran dan bazar buku sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra.

Panitia pameran menyediakan panel berseri yang menampilkan sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Menelusuri panel demi panel, pengunjung bisa memahami perjalanan bahasa kita dari masa ke masa.

Continue reading