Sudah setahun saya absen ikut Kajian Majelis Dhuha Keluarga (MDK) di Masjid Al Iman, Cipinang Elok. Sudah beberapa tahun ini, setiap bulan, MDK mengundang narasumber yang biasanya akan mengangkat bahasan dengan dikaitkan pada Fitrah Based Education yang dikonsep oleh Ustadz Harry Santosa. MDK terakhir yang saya ikuti adalah kajian penutup tahun 2017 yang diisi oleh Ustadz Harry sendiri.
Baca juga: Raise Our Children, Raise Yourself
Tanggal 16 Desember lalu akhirnya saya bisa hadir lagi. Kali ini, MDK mengundang bu Diena Syarifa, penggiat Talents Mapping yang lebih spesifik lagi telah merancang sistem magang sebagai sarana anak-anak belajar. Ibu Diena juga merupakan pemilik ABHome, sebuah SMA homeschooling berbasis project di Bogor.
Saya teringat sewaktu kami sekeluarga mengunjungi sebuah tempat bermain yang mengedepankan peran pekerjaan beberapa waktu yang lalu. Melihat aktivitas yang dimainkan anak-anak di sana, suami saya mengerutkan kening. Katanya, sebetulnya cara yang seperti ini masih kurang cocok baginya kalau dibilang sebagai cara mengenalkan konsep bekerja. Suami memang sejak kecil juga sudah membantu orangtuanya berjualan, sehingga melihat ada bedanya antara konsep penghasilan yang diterapkan di wahana bermain tersebut dengan di dunia nyata (meskipun kalau saya sendiri memandangnya ya asyik-asyik saja, kok). Konsep magang ini nampaknya lebih realistis dan terarah, meski tentunya orang tua jadi perlu lebih perlu usaha mempersiapkan, ya. Enaknya sih kalau sudah ada yang mengoordinasi, hehehe. Di grup MDK misalnya, sempat ada pengumuman program magang bagi anak-anak usia belasan tahun untuk mengisi liburan akhir tahun.
Sesuai dengan konsep Talents Mapping, setiap anak memiliki bakat atau bisa dibilang sebagai potensi dan passion yang produktif. Jika dijaga dengan baik, bakat ini bisa mengarahkan ke karier anak kelak (termasuk sebagai wirausahawan ya, bukan hanya kantoran). Kalau unsur 4E (enjoy, easy, excellent, dan earn) sudah terpenuhi, akan menyenangkan kan bisa memperoleh rezeki dengan menekuni hal yang memang disukai? Bukan hanya yang menghasilkan materi sih sebenarnya, melainkan apa pun peran hidup anak di masa depan.
Nah, magang di tempat usaha atau kantor yang sebenarnya ini bisa menjadi sarana mengamati bakat anak, sekaligus sedikit-sedikit mengenalkan budaya kerja. Anak akan kenal sosok, kenal konsep, sekaligus kenal diri. Bu Diena menjelaskan, magang dimulai di usia 10 tahun karena di usia inilah kalau berdasarkan Fitrah Based Education anak mulai bisa ‘dilepas’ untuk mengenal dunia luar, mudah mengerti untuk menjaga diri, bisa ke toilet sendiri, tidak takut bertanya, bisa membantu, sehingga tidak malah mengganggu pekerjaan di tempatnya magang. Jadi anak diharapkan sudah taat adab, dan magang inilah saatnya ‘menguji’ adab anak.
Di tempat magang ya pekerjaan dijalani apa adanya, kerjakan apa yang memang seharusnya dilakukan hari itu. Jadi tidak secara khusus diada-adakan atau dipesankan/dibuatkan program workshop untuk anak-anak dengan penyesuaian. Bisa juga diatur bersama dengan pemilik usaha, apakah kedatangan anak mau disesuaikan dengan waktu sibuknya supaya bisa lebih ‘bermanfaat’ atau justru jangan terlalu mengganggu. Tapi bisa juga jalan sebagaimana adanya saja, sekaligus sebagai cara untuk mengenalkan anak pada kondisi usaha yang memang kadang ramai kadang sepi sampai-sampai anak ‘nggak ngapa-ngapain’.
Magang ini sekaligus sebagai sarana observasi bakat. Sebab magang ini terkait dengan produktivitas, sedangkan bakat kan memang didefinisikan sebagai sifat yang produktif. Dari sini bisa terlihat, mungkin ada anak yang suka bercanda tapi tugasnya selesai, ada yang peragu akibat terbiasa sering ditegur, ada yang dengan semangat mengikuti instruksi, dll.
Evaluasi magang tidak dilakukan dengan cara ‘menginterogasi’ pemilik usaha, ya (misalnya”Bu, menurut Ibu anak saya bakatnya apa ya di tempat pembuatan kue tadi…”). Bisa tetap tanya-tanya ke pemilik usaha tapi jangan sampai jadi membebani. Kan kita sudah merepotkan mereka, jangan tambahi PR dengan memintanya mengevaluasi anak kita selama di sana. Utamakan assessment dengan cara menanyai dan mengamati reaksi anak kita sendiri.
Dari sekarang, jalin networking, bikin list, buat kunjungan-kunjungan ke teman yang punya usaha ataupun pemilik usaha langganan kita. Jadi ketika anak kita berumur 10 tahun sudah siap semua, baik tempatnya maupun anaknya. Coba mulai tanya-tanya sambil pesan katering, contohnya, “Bu, ini misalnya anak saya mau bantu-bantu di sini, boleh enggak? Bukan sekarang, nanti-nanti maksudnya…” Jadi tidak ‘ditodong’ mendadak. Dari segi anak juga perkenalkan soal magang ini sejak awal, jangan dadakan langsung, “Besok kamu magang di sini, ya…”. Sesuaikan lamanya magang dari segi hari dan jam dengan umur anak.
Sebagai awalan, temanya tidak perlu terlalu terpaku pada bakat minat. Yang penting orang tua nyaman menitipkan anak ke situ –biasanya kalau kita kenal orangnya– dan anak senang. Utamanya kan masih belajar adabnya dulu, soal knowledge & skill itu nanti di level 2. Level 3 barulah menyentuh soal bakat dan minat untuk peran terbaik, bisa dalam bentuk dimagangkan di instansi dalam sebuah tim untuk sebuah proyek. Bisnis kuliner umumnya akan menyenangkan sebagai permulaan, pulangnya bakal bawa oleh-oleh makanan, kan. Awali dengan ke home industry. Setelah memasuki usia SMP, anak bisa mulai magang ke instansi.
Setiap selesai magang, bu Diena biasanya membuatkan sertifikat dan meminta pemilik usaha, jika berkenan, menandatangani. Sertifikat ini kemudian juga bermanfaat sebagai data dukung ketika mengajukan permohonan magang di instansi, artinya bahwa magang ini serius dan bukan sembarangan saja dilakukan.
Tapi walaupun anak suka magang, bukan berarti lalu dimagangkan terus. Bisa setahun 2-3x saja, dengan peningkatan. Konsep dalam 3B kan: beragam, berulang, bertemu/berinteraksi dengan banyak orang. Ragam aktivitas bukan hanya magang, kan.
Persiapan dan orientasi magang sesuai usia
Berdasarkan tingkat usianya, berikut ini rincian hal-hal yang perlu diperhatikan:
Usia 6 – 10 tahun – Pra-Magang
- Kunjungan edukatif ke aneka macam objek, luaskan wawasan
- Menjalin networking, perbanyak kenalan dari berbagai bidang usaha
- Menyiapkan mental anak, jangan sampai nanti merasa ‘dijerumuskan’, apalagi kalau dadakan.
- Menyiapkan mental pemilik tempat magang, karena biasanya pemilik usaha tidak punya gambaran soal menyediakan tempatnya sebagai sarana belajar, bahkan cenderung seperti tidak bangga akan apa yang ia jalankan (“Walaah, bantu-bantu mau bantu apa toh Bu, wong kita gini-gini aja kok… “). Pendekatan ini dilakukan jauh-jauh hari, tidak mendadak. Pada akhirnya magang ini justru bisa juga menjadi sarana promosi mulut ke mulut bagi usaha tersebut, karena anak maupun ortu yang senang dan bangga akan bercerita ke orang lain.
- Menyiapkan mental ortu, kadang juga mental keluarga lain seperti kakek nenek kalau tinggal serumah. Kadang kan ada yang merasa kalau magang itu hanya buang-buang waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk belajar. Bahkan orang tua ada yang kurang berkenan anaknya belajar pada orang yang tingkat pendidikannya rendah. Padahal tingkat pendidikan tidak bisa selalu dijadikan acuan, kan. Ada lho pengusaha ‘kecil’ yang ibadahnya selalu terjaga dan produknya sudah masuk ke pasaran ekspor. Anak sekaligus bisa mengamati ini, bagaimana agar bisa tetap rajin shalat di masjid bahkan beribadah sunnah di tengah-tengah kesibukan produksi atau melayani pelanggan.
Usia 10 s.d. 14 tahun – Magang Level 1
- Magang aneka rupa (tema bebas)
- Observasi keberminatan, jadi minat dulu baru bakat
- Fokus pada tujuan adaptasi anak pada lingkungan baru dan mengasah adab berinteraksi dengan orang
- Gunakan network yang paling mudah dijangkau
Di awal usia ini, enaknya magang berkelompok dengan teman dekat, agar anak nyaman dan teman anak bisa ditanya-tanya juga oleh orang tua. Bu Diena sih biasanya minta izin ke sesama wali murid, bilang pokoknya diajak aktivitas seru dan nanti diantar jemput, biasanya bakal dapat beberapa anak yang mau ikut barengan. Kemudian meningkat ke magang dengan teman-teman baru, sekaligus untuk melatih anak bekerja sama.
Usia 14 s.d. 16 tahun – Magang Level 2
- Magang terfokus, sudah menjurus minat, bakat, dan deteksi awal karier
- Mencari network baru sesuai fokus anak, anak sudah diajak diskusi untuk menentukan tempat magang
- Menambah atau mengasah pengetahuan dan keterampilan baru.
Usia 16 s.d. 18 tahun
- Magang berbasis talent based project
- Hanya 1-2 bidang
- Memperjelas peran
- Memperjelas kebutuhan akan pengetahuan baru, melanjutkan studi atau aktivitas produktif terkait karier.
Mengingat selama magang ini anak bekerja, apa nanti tidak dikira eksploitasi pekerja di bawah umur? Sempat sih bu Diena kena tegur aparat salah satu kementerian yang kebetulan memang tetangga dari tempat usaha yang dijadikan tempat magang. Jadilah bu Diena ditanya-tanya. Semakin kaget yang menginterogasi karena anak-anak tidak boleh menerima bayaran. Soalnya, prinsip bu Diena, ini anak-anak kan sudah ‘ngerecokin’, meski kadang pemilik usaha yang mendesak untuk menerima ‘gaji’ karena sudah terbantu. Namun bu Diena bisa menjelaskan dengan baik konsep yang ia terapkan, sehingga tidak ada teguran lebih lanjut. Di sisi lain, orang tua juga harus siap minta maaf plus mengganti rugi, misalnya yang sudah pernah bu Diena alami ketika anak-anak magang di sebuah tempat pembuatan kerajinan tangan. Karena kurang hati-hati, beberapa produk pecah, dan pastinya meninggalkan trauma pada diri pemilik usaha untuk menerima anak magang lagi.
Anak-anak saya sih masih agak jauh ya, baru 3 tahunan lagi 10 tahunnya yang sulung. Tapi seperti kata bu Diena, mulai mencatat usaha teman-teman yang kira-kira bisa diajak bekerja sama untuk magang sepertinya boleh juga…
Setuju Mba. Bagus ini untuk mengajarkan arti mandiri kepada anak-anak.
Anak-anak bisa berlatih mengambil keputusan sendiri dan mengamati penanganan kejadian dalam situasi yang sebenarnya, ya, Mba…
Bener penting memang briefing dulu, supaya anak juga siap mental ya.
Benar, Mbak. Kalau terlalu mendadak juga bikin anak bingung malah.
Waah yg begini nih basic project masih sangat jwrang di Indonesia, sekolah seperti yg dituturkan Bu Diena, mba. Tapi nagus utk hardskill dan softskill anak
Iya, Mbak…anak jadi belajar bekerja sama dan mengambil langkah dalam mencapai tujuan, ya..
Wah ternyata magang sudah bisa dimuali sejak usia dini yaaa
Tp. Mmg ortunya jg harus siap mental nih
Iya, benar, Mba… ortu juga perlu menyiapkan diri :).
Itu kajian MDK khusus utk keluarga besar Al Iman atau umum ya? Kayaknya menarik juga untuk disamperin hehe… Mumpung deket.
Terbuka untuk umum, Uni… Bulan ini ada lagi di tanggal 27, bahas “Anakku, Tiket Surgaku” :). Kalau sudah pernah ikut kajian sekali, biasanya nanti dimasukkan grupnya juga.
Ini info baru bagiku, Mbak.
Di awal sempat timbul pertanyaan juga..apa enggak dianggap mempekerjakan anak di bawah umur ya? Tapi dijelaskan kemudian alasannya.
Menurutku sih kalau terlalu dini secara mental anaknya belum punya tanggung jawab ya..Khawatirnya itu tadi, malah ada yang dirugikan. Cuma beberapa anak memang sudah bertipe mandiri dan mungkin ini yang mampu untuk menjalani.
Karena orang tua sebenarnya juga bisa mendidik konsep magang ini di rumahnya sendiri. Dengan memberikan tanggung jawab sebuah pekerjaan secara jelas dan memberikan “imbalan” untuk hasil pekerjaan.
Sepertinya perlu kajian lebih dalam kalau program magang yang disebutkan di sini.
Benar, Mbak, perlu berbagai pertimbangan sih, ya.
Salah satunya kalau yang saya khawatirkan juga sama, bagaimana kalau nanti ada apa-apa yang sampai merusak begitu. Kalau workshop yang khusus anak, kan memang sudah dirancang dengan penyesuaian, ya, bukan bersentuhan langsung dengan produk yang akan diperjualbelikan dengan membawa nama baik produsennya. Kasihan dan takut hubungan jadi nggak enak, kalau saya mikirnya.
Nah, di slide bu Diena sebetulnya salah satunya ditampilkan tabel kesesuaian usia untuk magang, dan disebutkan sudah ada studi empirisnya di ABHome selama bertahun-tahun. Cuma, karena foto saya kurang jelas, jadinya tidak ditampilkan. Masih menunggu bahasan di grup MDK juga, sepertinya studi ini menjadi penguat untuk meneruskan konsep yang digunakan.
Mandiri harus terus dilatih Dan dikembqngkan agar anak2 muda bisa bersaing kelak keten inii
Anak juga jadi lebih terlatih untuk bertanggung jawab ya, Mba…
Wah baru tahu anak 6 tahun bisa magang. Anakku juga pernah diajakin jualan di pameran malah doyan, minta jualan lagi. Tapi kalau nggak dikasih uang, kasihan juga ya, kan capek kerja, nawarin barang ke orang, sungguh-sungguh lagi.
Penting jg nh ya mba buat melatih kemandirian anak, sesuatu yang baru nih 🙂
Iya, Mba… saya juga tahunya tadinya magang itu biasanya untuk yang sudah usia belasan, SMP ke atas lah.
Wah keren ya program ini. Anak akan kenal sosok, kenal konsep, sekaligus kenal diri >>> penting banget! Jazaakillahu khairan informasinya, mbak!
Waiyyaki, Mbak. Ada bukunya juga tapi bukan bu Diena yang nulis…dan aku belum selesai bacanya jadi belum diulas hehehe.
Ditunggu ulasannya hihihi
Hehehe siapp Mba in sya Allah
Seru juga ya sepertinya jika anak bisa magang seperti ini. Saya dulu magang pas udah sma, itu pun ada program dari mana ya saya lupa. Tapi memang seneng banget dan punya gambaran tentang dunia kerja. Apalagi jika magangnya sesuai dengan bakat anak. Saya jadi mulai memikirkan nih buat anak saya. Harus mendata teman-teman pelaku usaha dan tentunya menyiapkan mental anak. Makasih sharingnya mbak.
Nah buat anak yang lebih besar, memang jadinya lewat magang begini lebih terbayang ya, nanti berkarier seperti apa, atau mau buka usaha yang kayak gimana…
Nyari tempat magangnya ini yg agak2 susah, kecuali ada kenalan yg ada usaha apa gtu kali ya hehe.
Kalau di luar konsep magang udah enggak asing lagi. Anak2 seusia SMP-SMA ada yg jd babysitter paruh waktu, kerja antar koran, dll.
Btw thanks infonya ya mbak. Emang anak2 kudu diajarin sejak kecil ya, biar ngerti kerja keras 😀
Karena belum tentu yang punya usaha juga siap ya, Mba. Kalau sudah kenal baik, bisa lebih enak mengomunikasikannya.
kegiatannya bagus juga ya. anak2 bisa magang di usia muda. pastinya banyak pelajaran yg didapat oleh anak magang.
aku sih setuju2 aja asal anaknya berminat dan bekerja tanpa ada rasa terpaksa.
Iya, Mba. Anak-anak jadi bisa mengamati langsung dan belajar bagaimana bertindak di situasi yang senyata mungkin.
Magang beda ya sama praktek kerja lapangan , anak saya sedang PKL ni sat ini . Yg kecil pernah jualan 2 an SM temen2 nyvdr pengajian tiap Minggu PG saling tukeran jajan aja sii . Ga mahal2 makanan mereka sehari-hari , melatih kemandirian laa sambil nunggu dagangan sampe habis .
PKL bisa menjadi salah satu bentuk magang, Mba. PKL bentuk yang lebih terorganisir sepertinya, ya, karena yang menyelenggarakan adalah lembaga pendidikan biasanya, bukan inisiatif sendiri orangtua. Waah, kerenn, bisa sambil belajar sabar dan tangguh juga, ya….