Jurnal M3M3 BunCek: Mari Tentukan Cara Belajar

Kali ini kami diminta menentukan cara belajar yang pas. Seperti disampaikan oleh ibu Septi dalam video beliau di kelas, setiap orang bebas saja memilih cara belajar yang sesuai. Namun, bukan berarti bebas = freedom, melainkan independen. Nah, materi yang bu Septi berikan ini sedikit banyak mengingatkan saya pada Merdeka Belajar-nya komunitas Guru Belajar atau Sekolah Cikal. Beberapa waktu yang lalu, ada materi sbb di sana, yang mirip dengan konsep bu Septi:

Dua Dimensi Kebijakan #MerdekaBelajar

#MerdekaBelajar sebagai konsep pendidikan

Spirit kemerdekaan dalam pendidikan Indonesia dicetuskan pertama kali oleh Ki Hadjar Dewantara.

“…kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu “dipelopori”, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain (1952).

Konsep merdeka belajar sebenarnya konsep lama, sudah dikaji baik di luar negeri maupun di Indonesia. Pada waktu lampau, dunia pendidikan termasuk kami di Kampus Guru Cikal mengenalnya sebagai pembelajaran mandiri sebagai terjemahan dari konsep self regulated learning.

Namun refleksi kami menemukan bahwa istilah pembelajaran mandiri tidak tepat secara konsep dan diplesetkan secara praktik. Miskonsepsi self regulated learning tersebut harus dipatahkan, baik secara konsep maupun secara praktik. Secara konsep, kami mengkaji ulang konsep Self Regulated Learning dengan mempelajari 3 dimensinya yaitu komitmen pada tujuan, mandiri pada cara dan refleksi. Pada titik ini, kami bersepakat untuk menggunakan istilah merdeka belajar, sebagai pengganti istilah pembalajaran mandiri.

Merdeka belajar menggambarkan 3 hal, (1) menetapkan tujuan belajar sesuai kebutuhan, minat dan aspirasinya, bukan karena didikte pihak lain, (2) menentukan prioritas, cara dan ritme belajar, termasuk beradaptasi dengan cara baru yang lebih efektif; (3) melakukan refleksi diri untuk menentukan mana tujuan dan cara belajar yang sudah efektif dan mana yang perlu diperbaiki.

Merdeka bukan berarti bebas (freedom), tapi kemerdekaan (independence) mengarahkan tujuan, cara dan penilaian belajar. Sebagaimana negara merdeka, guru merdeka belajar berarti menentukan tujuan, mencari cara dan melakukan refleksi secara berkala.#MerdekaBelajar sebagai strategi perubahan pendidikan Indonesia

Setidaknya dalam 20 tahun terakhir, pendekatan untuk pengelolaan pendidikan berlawanan dengan strategi pembangunan nasional yang menekankan pada otonomi. Pendidikan dikelola dengan pendekatan kontrol yang ketat. Pemerintah menjadi pemain utama yang menjalankan hampir semua peran: penentu arah, pembuat kebijakan, pelaksana dan pengawas.

Alat-alat kontrol dibuat untuk mengendalikan perilaku pelaku pendidikan mulai Ujian Nasional, Ujian Sekolah Berstandar Nasional, 8 standar pendidikan, KKM, RPP dan yang lainnya. Alat kontrol yang seringkali tidak berkaitan secara esensial dengan kualitas pengajaran di kelas.

Pada kenyataannya, semakin ketat pengendalian bukannya membuat perilaku yang tertib, tapi melahirkan praktik-praktik yang menyimpang. Kualitas capaian belajar mengalami penurunan (hasil riset Smeru, PISA maupun nilai UN) dalam 20 tahun terakhir.

Kebijakan #MerdekaBelajar Menteri Nadiem membalikkan arah kebijakan pendidikan. Dari semula dikendalikan pemerintah menjadi pembagian peran antara pemerintah dengan pelaku pendidikan yang lain. Ada hal esensial yang tetap dikunci, ada ruang yang dibuka untuk inisiatif guru, sekolah dan daerah. Misal, poin esensial dari RPP dikunci yaitu 3 hal: tujuan, kegiatan pembelajaran dan penilaian. Namun dibuka ruang bagi guru dan sekolah memilih dan membuat sendiri detilnya.

Perubahan arah kebijakan ini tentu butuh penyikapan berbeda dari guru, sekolah dan daerah

Dulu: menunggu juknis
Sekarang: inisiatif belajar mandiri

Dulu: patuh dan taat
Sekarang: mencari cara mencapai tujuan

Dulu: 100% Berubah
Sekarang: Berubah Bertahap

Jadi apakah kita sudah siap menghadapi kebijakan #MerdekaBelajar? Apa dukungan yang dibutuhkan dari Komunitas Guru Belajar dan Kampus Guru Cikal agar siap #MerdekaBelajar ?

Bukik Setiawan
Disampaikan di Temu Pendidik Spesial, Minggu 15 Desember 2019

Saya sendiri lebih nyaman membaca, tetapi untuk konsentrasi membaca perlu usaha lebih di tengah kesibukan sekarang. Mengikuti seminar baik daring maupun luring juga saya sukai karena saya bisa menangkap ekspresi pengajar dan menyimak bagaimana peserta lain menanggapinya.

Sejak berkenalan dengan Milis Sehat sekitar tahun 2008, saya juga senang membaca jurnal sebagai sumber belajar. Maka dari itu saya masih sering menulis kutipan-kutipan beserta sumber dalam blog saya, misalnya (bukan semata-mata “Saya pernah baca bahwa…” apalagi langsung menyebutkan kesimpulan), karena bagi saya itu adalah bentuk adab terhadap sumber ilmu juga.

Setelah membaca lagi isian telur ketiga ini, saya jadi bingung, antara keterampilan dengan ilmu itu sama atau tidak, ya? Namun, saya bisa katakan bahwa memang isian ini adalah cabang ilmu juga, meskipun mungkin kurang spesifik.

#janganlupabahagia
#jurnalminggu3
#materi3
#kelastelur
#bundacekatan
#buncekbatch1
#buncekIIP
#institutibuprofesional

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s