Kenangan Kalender Abadi

Sepasang muda-mudi menyetop angkot yang saya tumpangi sore itu di Jatinegara. Mereka naik dengan membawa serta sebuah kardus berukuran besar. Meski bisa saja isinya adalah barang kulakan, alat rumah tangga atau yang lain lagi, saya menerawang (ngasal, maksudnya) bahwa yang mereka angkut itu adalah suvenir nikahan. Lokasinya pas, sih (walaupun Pasar Jatinegara juga terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan perlengkapan rumah tangga).

Sepuluh tahun yang lalu saya pun berbelanja cendera mata untuk resepsi pernikahan kami di lantai dasar Pasar Mester Jatinegara. Saya memperoleh info tempat penjualan ini dari forum Weddingku yang beralamat di http://discussion.weddingku.com/. Forum ini masih eksis tapi saya tidak berhasil menemukan arsip diskusi yang lama. Melalui Weddingku pula saya mendapatkan gambaran mengenai alternatif souvenir yang bisa dibeli berikut harganya. Pilihan saya jatuh ke kalender abadi, harganya tahun 2006 masih di bawah Rp5.000/pc (lupa persisnya, mungkin Rp3.500 ya). Intinya sih pengin cari tanda mata yang unik sekaligus bermanfaat bagi para tamu, meskipun kalau dipikir-pikir sekarang apa ya ada orang yang masih serajin adik saya di Solo sana mengganti angka kalendernya setiap hari :D.

img_20160630_104312.jpg

Berhubung hasil googling menyiratkan bahwa suvenir yang nyata-nyata menampilkan tulisan nama yang jelas akan kurang terpakai, jadi saya sengaja tidak memesan grafir/tambahan tulisan nama pengantin. Cukup diselipkan saja kertas dengan tulisan itu (pesan sekalian di tempat pembuatan undangan). Agak nyesel sih sekarang, sepertinya kan se-nggak mau-nggak maunya orang juga bakal tetap dipakai ya, minimal sebagai pajangan. karena dalam jumlah besar tentu tidak bisa langsung hari itu juga tersedia ya suvenirnya, jadi saya bolak-balik ke sana, pertama untuk berburu, deal, dan memesan (ditemani adik kelas di kampus), kedua untuk mengambil pesanan (ditemani sepupu). Dulu rasanya Jatinegara itu jauuuh banget dari Bintaro, pakai acara muter-muter pula karena naik kendaraan umum. Pulangnya, karena harus membawa dua kardus besar, saya pilih naik taksi yang ongkosnya juga lumayan (artinya sih memang jauh ya, bukan hanya perasaan saya saja). Eh, sekarang malah lewat pasar itu setiap hari, hahaha.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s