Buat arsip, sebagian dari akun dr. Arifianto, SP.A.
(Baca juga: https://ceritaleila.wordpress.com/2016/08/11/demam-lebih-dari-3-hari-wajibkah-cek-darah/)
Arifianto Apin
12 October 2014 at 10:27 · Edited ·
Antara Demam Berdarah dan Tipes
Di RS, salah satu aktivitas saya adalah membimbing adik-adik mahasiswa FK YARSI yang menjalani tahap koasistennya (koas). Beberapa hari yang lalu, kami mendiskusikan demam berdarah Dengue (DBD) dan tipes alias demam tifoid dalam bentuk presentasi kasus.
Ada beberapa poin yang saya tekankan sebagai “take home message” dan ingin saya bagikan di sini.
Pertama, nilai trombosit turun tidak hanya terjadi pada DBD dan demam Dengue (DD) saja, tetapi dapat terjadi pada berbagai infeksi virus dan bakteri. Bahkan batuk-pilek alias selesma saja bisa turun trombositnya. Roseola pun cukup sering turun trombositnya. Perhatikan juga nilai hematokrit yang meningkat pada DBD. Jadi perhatikan keduanya.
Kedua, demam tifoid hanya dicurigai bila demamnya minimal 7 hari. Jangan curigai seorang anak mengalami tipes alias demam tifoid bila demamnya baru 3-5 hari.
Lalu, pemeriksaan Widal di Indonesia tidak dapat dijadikan patokan untuk menegakkan diagnosis tifoid, karena kalau saja orang-orang dewasa yang sehat tanpa gejala, ketika diperiksakan Widal-nya bisa jadi mayoritas akan positif. Widal mendeteksi adanya kekebalan tubuh (antibodi) yang dihasilkan ketika seseorang sudah pernah menelan kuman Salmonella penyebab tifoid, tetapi anak-anak yang Widal-nya positif belum tentu sakit.
===============================================================================
Katanya Demam Berdarah Dengue alias DBD sedang mewabah ya? Bagaimana dengan “tipes” alias demam tifoid? Karena kabarnya ada beberapa yang dirawat akibat DBD dan demam tifoid bersamaan. Mungkinkah?
Ini pertanyaan favorit saya buat para Koas yang sedang menjalankan rotasi di bagian Anak. Apa pasalnya? Beberapa orang bercerita dirinya didiagnosis DBD dan tifoid bersamaan gara-gara: tes Widal!
Banyak orang familiar dengan pemeriksaan laboratorium satu ini. Katanya kalau Widal-nya positif, berarti sakitnya tipes. Ketahuilah bahwa diagnosis demam tifoid dipastikan dengan beberapa hal:
1. Gejala. Ya, namanya saja demam tifoid, jadi yang sedang sakit pasti bergejala demam. Nah, demamnya seperti apa? Ada yang bilang seperti “step ladder”, jadi makin lama hari sakitnya, maka ambang suhunya makin tinggi. Tapi ternyata tidak harus seperti ini. Yang menjadi kata kunci demam tifoid adalah: demamnya mininal 7 hari! Beda kan dengan DBD yang sudah bisa dicurigai sejak demam 2 hari bahkan.
2. Penyakit tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Kita sudah paham bahwa yang namanya infeksi bakteri butuh antibiotik (DBD disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang tentunya tidak butuh antibiotik). Bakteri Salmonella ini masuk ke tubuh lewat makanan/minuman yang terkontaminasi Salmonella. Dan umumnya makanan pinggir jalan yang higienenya buruk yang berisiko menyebabkan tipes. Siapa yang biasa jajan makanan seperti ini? Anda dan saya tentunya. Hehe. Maksud saya, mungkinkah anak berumur 2 tahun atau lebih muda yang belum pernah jajan makanan seperti ini terkena demam tifoid? Inilah sebabnya tifoid umumnya menginfeksi anak besar usia SD ke atas. Evaluasi ulang bila seorang anak balita sampai didiagnosis tifoid.
3. Lalu bagaimana bisa memastikan diagnosis tifoid berdasarkan pemeriksaan darah? Dengan pemeriksaan Widal? Hmmm…
Jadi pemeriksaan laboratorium yang bertujuan menentukan kuman penyebab penyakit ada 2 cara: secara langsung menemukan kumannya dan yang secara tidak langsung.
Cara pertama adalah dengan pemeriksaan kultur (biakan) baik dari darah, air seni (urin), dan tinja (feses), maupun cairan tubuh lainnya. Jadi kuman dibiakkan dalam suatu media, dan ditunggu hingga beberapa hari untuk mendapatkan hasil apa sebenarnya bakteri penyebab penyakitnya. Inilah yang dilakukan pada kecurigaan demam tifoid, yaitu dengan pemeriksaan kultur darah/tinja/urin untuk mendapatkan si kuman Salmonella typhi. Sayangnya tidak semua RS punya fasilitas ini. Dan harganya juga tidak murah (tapi ditanggung BPJS Kesehatan lho…).
Cara kedua adalah dengan mendeteksi “jejak” keberadaan si kuman, yaitu dengan mengetahui adanya antibodi yang dihasilkan si antigen (kuman). Inilah Prinsip pemeriksaan seperti Widal, Tubex, TORCH, dan IgG-IgM Anti Dengue. Jadi ada risiko yang terdeteksi sebenarnya adalah “jejak” si kuman masa lampau, yang pernah masuk ke tubuh berbulan-bulan lalu. Bukan yang menyebabkan sakit saat ini.
Paham tidak sejauh ini? Mudah-mudahan tidak bingung.
Jadi bisa saja Widal-nya “positif”, tapi sebenarnya tidak sakit tipes! Karena Widal ini menandakan berbulan-bulan lalu ia pernah kemasukan kuman tifoid, dan saat itu ia tidak sampai sakit. Sedangkan saat ini sakitnya bukan tifoid dari gejala-gejala yang ada.
Pelajarannya adalah: selalu berhati-hati dalam menginterpretasi pemeriksaan laboratorium yang menilai keberadaan kuman secara tidak langsung, termasuk Tubex (IgM Anti Salmonella) yang katanya lebih sensitif dan spesifik dari Widal. Pemeriksaan semacam TORCH pun juga.
Saya kadang mengajak kawan-kawan berdialog seperti ini: “dari kita semua yang ada di sini dalam kondisi sehat wal afiat, bila “iseng-iseng” dicek Widal-nya, bisa saja mayoritas “positif”, padahal tidak satu pun yang demam tifoid.” Mengapa? Karena kita semua pernah makan jajanan pinggir jalan yang terkontaminasi Salmonella, tetapi alhamdulillah tidak sakit, karena adanya antibodi yang melawan kuman. Dan “jejak” inilah yang terbaca sebagai Widal positif.
Sebagai kesimpulan, lessons learned-nya adalah:
1. Kembalikan kepada diagnosis berdasarkan tanda dan gejala yang dialami. Kalau demamnya baru 3 atau 5 hari, ya kemungkinan kecil, bahkan jangan pikirkan dulu, demam tifoid. Berpikir demam tifoid ya kalau demamnya sudah lebih dari 7 hari. Bahkan kalau demam sudah 3 hari tapi jelas ada batuk pilek ya tidak usah juga berpikir DBD dan cek darah, karena diagnosisnya adalah selesma.
2. Setiap pemeriksaan laboratorium pastilah memiliki keterbatasan. Maka selalu kembalikan kepada diagnosis. Dokter tidak mengobati hasil laboratorium, tetapi dokter mengobati pasien.
Semoga bermanfaat
============================================================================
Kita dapat mencurigai anak terjangkit infeksi dengue bila tinggal di daerah yang endemik dengue (banyak penderita dengue) dan menderita panas yang mendadak kurang dari 7 hari (biasanya panas tinggi). Jika tidak ada gejala dan tanda yang mengarah ke penyakit tertentu yang khas/pasti (mis batuk pilek diare) maka harus dipikirkan kemungkinan dengue. Dalam hal tersebut dokter sering menulis dengan diagnosis observasi febris. Panas pada dengue sering dikuti sering gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot dan nyeri perut.
Pemeriksaan di Laboratorium apa yang diperlukan?
– Darah lengkap (complete blood count), ada yang menyebut darah rutin. Terutama untuk melihat penurunan kadar trombosit, disamping lekosit dan hemtokrit. Pemeriksaan ini akan kurang informatif bila dikerjakan kurang dari 3 kali 24 jam sejak awal munculnya panas. Bila ada kecurigaan infeksi virus dengue pada hari pertama panas maka sebaiknya pemeriksaan ini dikerjakan meski pasien sudah tidak panas dan tidak ada keluhan.
– Ig M dan Ig G dengue. Ig M menandakan seseorang sedang terinfeksi dan Ig G menandakan seseorang pernah atau sedang terinfeksi. Bila Ig G dan Ig M positif maka infeksi tersebut berpotensi mem berikan manifestasi klinis lebih berat. Kelemahannya mahal dan pada hari ke 3-4 panas seringkali Ig M-nya masih negative.
– NS 1, menandakan adanya virus dengue (Antigen) ada dalam darah. Pada hari ke 1 panas sudah dapat dideteksi. Kelemahan mahal dan kepetingan klinis kurang. Sebagaimana diketahui didaerah endemis cukup sering seseorang terinfeksi virus dengue dan hanya sebagian kecil aja yang bermanifestasi DD atau DBD (lihat gambaran klinis infeksi virus dengue).
– Uji rumple leed, bertujuan untuk menilai abnormalitas fungsi vascular atau trombosit. Pada hari ke 3 panas perlu dilakukan uji ini, dan cukup sensitif untuk mendeteksi kemungkinan DBD. Kelemahan tidak spesifik (bisa positif padahal bukan DBD) dan cukup menyakitkan bagi anak-anak.
Selengkapnya di blog mba Auditya & dr. Ferry, SP.A
Demam Berdarah = Turun Trombosit/Perdarahan?
===========================================================================
Sementara itu dokter spesialis anak RS Sardjito lainnya dr. Ida Safitri, Sp.A. menambahkan masih ada kesalahan persepsi di kalangan masyarakat bahkan tenaga medis yaitu penurunan jumlah trombosit merupakan penentu derajat keparahan DBD. Padahal yang menentukan derajat keparahan DBD adalah peningkatan kekentalan darah (hematokrit yang meningkat) maupun juga disertai penurunan trombosit.
“Hematokrit naik bisa sebabkan syok. Trombosit turun hanya di fase kritis dan akan normal di fase pemulihan. Sepanjang tak terjadi perdarahan berat tak perlu intervensi medis untuk menaikkan kadar trombosit,” kata Ida.
Sedangkan mengenai obat yang beredar di pasaran yang mengandung angkak, ekstrak jambu biji merah, sari kurma dll sampai saat ini ujar Ida belum ada penelitian atau bukti ilmiah tentang manfaat zat-zat tersebut dalam kaitannya untuk meningkatkan kadar trombosit.
http://m.okezone.com/read/2010/04/07/340/320286/trombosit-bukan-penentu-derajat-keparahan-dbd
=======================================================================
Perjalanan penyakit demam dengue umumnya hanya satu minggu. Setelah itu, pasien akan membaik, asalkan tidak disertai kebocoran pembuluh darah. Jika disertai perdarahan ini disebut DBD (demam berdarah dengue). Dari yang mengalami perdarahan ini, sekitar 30 persennya terkena syok dan 30 persen lagi bersisiko kematian.
Selama ini, anggota keluarga pasien akan merasa sangat khawatir jika kadar trombosit yang sakit dinyatakan turun. Sebetulnya bukan kadar trombosit yang menentukan keselamatan pasien, akan tetapi hematokritlah yang lebih penting diperhatikan.
“Trombosit turun sampai tinggal belasan ribu, kalau hematokrit masih bagus, ya tidak akan meninggal, karena berarti tingkat kebocoran pembuluh darah tidak tinggi,” jelas Dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K)., M.TropPaed., Ketua Divisi Penyakit Infeksi dan Pediatri Tropis, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Kondisi demamnya juga harus diperhatikan. Penyakit DBD biasanya ditandai demam tinggi selama tiga hari. Namun, bukan hanya demam pada tiga hari pertama itu yang harus diwaspadai. “Masa kritisnya justru di hari keempat dan kelima. Jadi, jangan lengah, jangan merasa sudah aman jika demam terkesan menurun di hari keempat dan kelima,” saran dr. Hingki, sapaan akrabnya.
================================================================================
Banyak kabar yang beredar di masyarakat kalau terkena demam berdarah diberikan jus jambu atau angkak. Namun sebenarnya tidak ada obat untuk demam berdarah, tapi hanya andalkan banyak cairan.
“Demam berdarah tidak ada obatnya, tapi hanya bermain cairan,” ujar Dr. Rita Kusriastuti, MSc., Direktur Pengendalian Penyakit bersumber Binatang (P2B2) Ditjen P2PL Kemenkes RI dalam acara peringatan pelaksanaan ASEAN Dengue Day ke-2 di Amilun Convention Hall, Medan, Jumat (15/6/2012).
Dr. Rita menuturkan pertolongan pertama untuk demam berdarah adalah memberikan cairan, mau jus jambu, sari kurma atau angkak yang terpenting memberikan cairan ke dalam tubuh. Lalu pantau pada hari ketiga dan kelima yaitu saat masa kritis.
Hal ini karena pada orang demam berdarah terjadi kebocoran di pembuluh darah sehingga harus diberikan banyak minum untuk mengganti cairan agar trombosit tidak makin turun. Tapi pemberian cairan ini jangan dipaksa hanya sekuatnya saja.
“Pada hari kelima trombosit akan naik sendiri meski hanya minum air putih, karena tubuhnya sudah bisa memperbaiki diri sehingga kadar trombositnya naik. Tapi kalau virusnya ganas maka kebocoran bisa parah dan harus dirawat di rumah sakit,” ungkapnya.
Dr Rita menjelaskan dalam menangani kasus demam berdarah hanya perlu bermain dengan cairan, saat terjadi kebocoran harus banyak minum, tapi saat kebocorannya sudah selesai maka dalam waktu 2×24 jam asupan cairan harus dikurangi.
Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai bentuk pertolongan pertama terhadap penderita demam berdarah yaitu:
1. Memberikan minum sebanyak mungkin.
2. Kompres agar panasnya turun.
3. Memberikan obat penurun panas.
4. Jika dalam waktu 3 hari demam tidak turun atau malah naik segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas.
5. Jika tidak bisa minum atau muntah terus menerus, kondiai bertambah parah, kesadaran menurun atau hilang maka harus dirawat di rumah sakit.
=============================================================================
Meski sama-sama disebabkan oleh infeksi virus dengue, demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) adalah hal yang berbeda. Mengapa? Dan apa penyebab serta bagaimana penanganan serta perawatan orang sakit demam dengue dan demam berdarah dengue?
Dokter spesialis penyakit dalam FKUI/RSCM Leonard Nainggolan, dilansir Kompas, mengatakan meski demam dengue dan DBD sama-sama disebabkan oleh virus dengue, ada perbedaan dasar pada keduanya, yaitu kebocoran plasma. Pada demam dengue gejala hanya berupa demam dan syok namun tidak sampai disertai dengan kebocoran plasma.
Ia menjelaskan, kebocoran plasma merupakan melebarnya celah antar sel di pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya plasma darah keluar dari pembuluh darah. Diketahui, darah terdiri dari dua komponen yaitu plasma yang berupa cairan dan sel darah.
Meski plasma darah bisa keluar, lanjut dia, namun celah tidak cukup besar untuk sel darah untuk keluar. Jika plasma darah saja yang keluar, maka darah akan menjadi lebih kental, karena konsentrasi sel darah berbanding dengan plasma akan lebih banyak dari yang biasanya.
Dengan kata lain, DBD lebih berbahaya dan memiliki konsekuensi yang lebih berat dibandingkan dengan demam dengue. Ini karena jika terjadi kebocoran plasma, DBD bisa berisiko kematian. Ini berhubungan dengan pengentalan darah yang tidak normal di dalam tubuh yang berakibat kurangnya pasokan bagi organ-organ penting dalam tubuh.
Dalam kesempatan berbeda, Profesor Sri Rezeki S Hadinegoro, Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, ada dua pendapat mengenai demam dengue dan DBD itu sendiri. Pendapat pertama, kedua penyakit itu berbeda, namun ada pula yang mengatakan, demam dengue bisa berkembang menjadi DBD jika dibiarkan.
“Namun yang jelas, orang perlu mewaspadai kebocoran pada plasma karena bisa menyebabkan kematian,” kata Sri.
Mengapa mematikan?
Dengan risiko kematian mencapai 0,9%, penyakit demam berdarah jelas bukanlah penyakit yang bisa diremehkan. Apalagi kasus penyakit ini mencapai 140.000 setiap tahunnya.
“Kalikan saja 0,9% dengan 140.000, sudah 1.400 dalam setahun. Sehingga dalam sebulan paling tidak rata-rata ada 100 kematian karena DBD di Indonesia,” kata dr. Leonard Nainggolan, Sp.PD.
Ia menjelaskan, DBD bisa menyebabkan kematian jika pasien tidak bisa melewati fase kritis dengan baik. Pada fase kritis, virus dengue penyebab DBD mulai beraksi merusak celah antarsel di pembuluh darah.
Ketika celah antarsel ini melebar, maka cairan pada darah akan keluar melalui celah ini. Diketahui, darah terdiri dari dua komponen yaitu plasma yang berupa cairan dan sel darah. Meski plasma darah bisa keluar, namun celah tidak cukup besar untuk sel darah untuk keluar.
“Jika plasma darah keluar, maka darah akan menjadi lebih kental, karena konsentrasi sel darah berbanding dengan plasma akan lebih banyak dari yang biasanya,” tutur dia. Ia menganalogikan dengan cairan gula. Bila satu sendok gula biasa dilarutkan dalam satu gelas air, larutan gula akan lebih pekat bila gula hanya dilarutkan dalam setengah gelas air.
Nah, komplikasi pengentalan darah inilah yang berakibat fatal. Leonard menjelaskan, darah yang lebih kental akan lebih sulit dialirkan ke seluruh tubuh. Lama kelamaan organ-organ tubuh akan kekurangan pasokan oksigen dari darah.
Kurangnya oksigen pada organ akan menganggu fungsinya. Jika dibiarkan, pasien akan mengalami kegagalan multiorgan dan meninggal.
Perawatan Umum
Saat menderita demam berdarah, jus jambu menjadi minuman rutin dikonsumsi pasien. Mitos bahwa jus jambu cepat menurunkan trombosit memang telah mengakar kuat di masyarakat. Tetapi, seperti apakah faktanya? Leonard Nainggolan mengatakan hingga saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan manfaat jus jambu untuk penyembuhan DBD. Namun, untuk meringankan fatalitas dari DBD, pasien perlu banyak minum.
“Namun cairan itu bisa didapat dari mana saja, tidak harus jus jambu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, prinsip cairan yang masuk ke dalam tubuh pasien DBD adalah yang mengandung isotonik dan glukosa. Itulah kenapa jus jambu yang umumnya merupakan minuman manis dan mengandung vitamin dan mineral dari buah masuk dalam kriteria minuman yang dibutuhkan oleh pasien DBD.
“Sebaiknya memang bukan air biasa, karena pasien membutuhkan pengganti isotonik dan glukosa yang banyak hilang saat sakit. Itu juga yang direkomendasikan WHO,” kata dia.
Menurut dia, selama pasien tidak mengalami keluhan setelah minum minuman, termasuk jus jambu, maka tidak ada masalah bila pasien meneruskannya. Ia menegaskan, supaya pasien selama sakit minum sebanyak yang ia mampu. Tujuannya untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran pembuluh darah.
Diketahui virus dengue penyebab DBD beraksi dengan merusak celah antarsel di pembuluh darah. Ketika celah antarsel ini melebar, maka cairan pada darah akan keluar melalui celah ini.
Perawatan di rumah sakit
Setiap kali terjadi wabah demam berdarah (DB), hampir setiap rumah sakit akan penuh oleh pasien DB yang dirawat inap. Bahkan, di beberapa rumah sakit pemerintah pasien sampai harus dirawat di aula atau selasar karena tidak kebagian tempat tidur.
Meski berisiko mematikan, DB sebenarnya merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri tanpa obat. Namun sebelum sembuh, orang yang menderitanya akan melewati masa kritis. Dan pada masa itulah pasien membutuhkan perawatan yang baik untuk menjaga kondisi tubuhnya hingga mampu melewati masa kritis. Perawatan yang baik seringkali diasosiasikan dengan rawat inap di rumah sakit. Namun sebenarnya tidak semua penyakit DB membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Gejala demam berdarah
Leonard Nainggolan mengatakan gejala demam berdarah biasanya mirip dengan gejala penyakit lain. Karena itu jika mengalami gejala demam tinggi secara mendadak selama hampir 7 hari, lesu, tidak ada gejala influenza, dan demam mendadak dibarengi rasa sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, serta nyeri di belakang mata, maka hal permata yang wajib dilakukan adalah membawa pasien ke dokter untuk memastikan diagnosis.
“Namun untuk menentukan selanjutnya apakah pasien harus dirawat inap atau rawat jalan, kuncinya yaitu ada tidaknya kedaruratan. Kedaruratan yang dimaksud adalah syok, kejang, kesadaran menurun, dan pendarahan,” papar dia.
Meski tidak terjadi kedaruratan, ada dua kemungkinan yaitu tetap harus dirawat inap atau rawat jalan. Untuk menentukannya dokter akan melakukan uji Torniquet yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya bintik-bintik merah pada kulit.
Bintik-bintik merah pada kulit merupakan tanda tubuh mengalami pendarahan akibat virus dengue. Jika sudah terjadi pendarahan, artinya sudah terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang menyebabkan pengentalan darah yang berakibatan fatal.
“Namun kalaupun hasilnya positif, perlu dilihat juga jumlah trombosit pada darah. Jika kurang dari 100.000/ul, maka perlu dirawat inap, namun jika lebih dari 100.000/ul bisa dilakukan rawat jalan,” kata Leonard.
Dengan catatan, lanjut dia, rawat jalan perlu disertai dengan kontrol setiap hari sampai demam reda. Dan selama dilakukan rawat jalan, pasien perlu diberikan cairan sebanyak-banyaknya, semampu yang pasien bisa minum.
Infeksi kedua lebih parah
Setiap mengalami penyakit infeksi, khususnya yang disebabkan oleh virus, tubuh secara alamiah akan membentuk antibodi untuk melawan virus tersebut. Antibodi tersebut kemudian akan terus berada di dalam tubuh sehingga ketika virus yang sama menyerang tubuh sudah memiliki kekebalan.
Kendati demikian, konsep tersebut sedikit berbeda untuk penyakit demam berdarah (DB). Sehingga meski tercipta antibodi, tubuh bukannya kebal melainkan merespon virus dengan berlebihan sehingga menimbulkan gejala yang lebih parah daripada yang sebelumnya.
Menurut Leonard Nainggolan, setelah sembuh dari DB seseorang mungkin terkena DB lagi. Alasannya, virus dengue penyebab DB terdiri dari beberapa tipe, yaitu tipe den-1, 2, 3, dan 4.
“Sehingga misalnya pertama DB seseorang terinfeksi virus tipe den-2, suatu saat mungkin ia terkena DB lagi dari virus tipe den-3,” tuturnya.
Ia menerangkan, saat terkena DB dengan virus dengue den-2, maka antibodi yang terbentuk adalah untuk virus tipe tersebut, bukan tipe lainnya. Maka paparan virus tipe lainnya tetap bisa menyebabkan seseorang itu terkena DB kembali. Sayangnya, gejala yang ditimbulkan dari infeksi yang kedua mungkin lebih berat dari yang pertama. Menurut Leonard, ini karena reaksi antibodi yang sudah diciptakan dari infeksi sebelumnya mengenali virus tipe berbeda, namun tidak bisa melawannya.
“Efek sampingnya tidak ringan karena antibodi merespon (virus tipe berbeda) dengan lebih aktif,” ujar dia.
Ia mengatakan, virus dengue terbanyak yang dijumpai di Indonesia adalah virus tipe den-2 dan 3. Meski gejala dari infeksi masing-masing tipe virus tidak ada perbedaan yang signifikan.
Kewaspadaan
Cuaca yang panas dan hujan datang bergantian dengan selang waktu yang cepat merupakan saat penyakit-penyakit biasanya lebih mudah berdatangan, tak terkecuali DB. Leonard Nainggolan menjelaskan, risiko DBD memang meningkat di musim pancaroba. Pasalnya, penyakit ini disebarkan oleh nyamuk yang berkembang biak di air bersih tergenang yang dibiarkan beberapa waktu.
“Kalau musim hujan, meski ada genangan juga namun relatif lebih mudah terganti dengan air hujan yang baru, air lebih mengalir. Berbeda dengan musim pancaroba, setelah hujan tercipta genangan, kemudian panas lagi. Di genangan itulah nyamuk bisa berkembang biak,” tutur dia.
Ia menegaskan setitik genangan air saja sudah bisa menjadi sarana berkembangbiaknya nyamuk. Sehingga untuk mencegah terjadinya kasus DBD, setiap orang perlu menyadari untuk mencegah terjadinya genangan. Cara yang selalu direkomendasikan untuk pencegahan DBD adalah 3M, yaitu menutup, menguras, dan mengubur. Leonard menjelaskan, semua tempat yang bisa menampung air, khususnya air yang bening perlu ditutup dan dikuras secara rutin.
Bahkan tempat-tempat yang bukan dikhususkan untuk penampungan air namun bisa terdapat genangan, misalnya wadah pot bunga, dispenser, kaleng bekas, atau ban bekas pun perlu selalu dipantau. Khususnya untuk benda-benda tak terpakai yang berpotensi menyimpan genangan perlu dikubur.
DBD merupakan penyakit infeksi yang dimanifestasikan dengan demam dan pendarahan. DBD disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk tipe tertentu. Leonard menjelaskan, nyamuk yang menjadi vektor virus dengue membutuhkan darah untuk mematangkan telur-telurnya. Itulah kenapa nyamuk yang menggigit adalah nyamuk betina.
Nyamuk juga memiliki sifat sulit kenyang, maka cenderung untuk menggigit beberapa orang sekaligus. Inilah kenapa seringkali kasus DBD yang dijumpai di suatu wilayah tidak hanya satu kasus, melainkan beberapa kasus dalam satu waktu.
Sumber: http://simomot.com/2014/06/17/beda-demam-dengue-dan-dbd-penyebab-penanganan-dan-perawatan/ (tapi mending jangan diklik kali ya, iklan beritanya banyak yang saru 😁, nyari sumber lain yg cukup lengkap menyeluruh tapi bahasanya gak teknis banget belum nemu lagi).
Sudut pandang lain dari pernyataan dr. Nainggolan pada acara yang sama:
Sejumlah orang percaya bahwa memberikan segelas jus jambu merah pada pasien yang menderita demam berdarah dengue (DBD) mampu menggantikan cairan yang keluar dari dalam tubuh selama sakit. Benarkah?
“Saya pribadi bukan antiherbal. Tapi memang, mengenai jus jambu merah ini belum ada penelitian pastinya,” Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI di Jakarta, Selasa (10/6/2014)
Menurut Leonard, dipilihnya jus jambu merah ini karena disinyalir memiliki zat yang mempermudah meningkatkan trombrosit. “Ini masih disinyalir, yah. Soal pastinya, belum,” kata dia menambahkan.
Jika memang dilakukan para peneliti melakukan penelitian terhadap jambu merah, kemungkinan zat untuk menyembuhkan itu benar ada. Bagaimana pun, tambah Leonard, dirinya percaya kalau pencipta alam semesta ini sudah memberikan penangkal untuk setiap penyakit yang diderita oleh tiap manusia.
“Cuma itu masih perlu eksplorasi. Mudah-mudahan nanti kita bisa menemukannya,” kata Leonard.
Sepanjang pasien mampu mengisi tubuhnya dengan banyak cairan, maka tidak ada salahnya untuk memberikan jus jambu merah. Dengan catatan, minuman yang dikonsumsi oleh pasien, tidak menimbulkan gangguan baru yang justru membuatnya semakin sakit.
“Mau minum jus jambu merah atau buah naga, silahkan. Sepanjang tidak menimbulkan keluhan pada pasien, ya,” kata dia menekankan.
https://www.liputan6.com/health/read/2061188/jus-jambu-merah-ampuh-bagi-penderita-dbd
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jus jambu disebut-sebut bisa menaikan jumlah trombosit dari penderita demam berdarah dengue (DBD). Namun hal itu belum pernah terbukti secara klinis.
“Sampai sekarang belum ada uji laboratorium yang membuktikan jus jambu bisa meningkatkan trombosit atau mengatasi DBD,” kata Dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Leonard Nainggolan dalam acara “SOHO #BetterU: Hari Demam Berdarah ASEAN” di Jakarta, Selasa (10/6).
Menurut dia, hal terpenting yang harus dilakukan oleh penderita DBD adalah menjaga asupan cairan tetap cukup. Dengan kata lain, untuk memberikan perawatan kepada penderita DBD tidak wajib dengan pemberian jus jambu.
“Sepanjang penderita minum yang banyak maka itu yang terbaik selama tidak memberi gangguan kesehatan yang lainnya. Jus jambu itu hanyalah salah satu dari sumber cairan bagi penderita DBD. Itu saja,” katanya.
Oleh karena itu, berbagai minuman seperti jus jambu, jus mangga, jus apel ataupun angkak adalah sumber cairan yang bisa dipilih oleh penderita DBD.
“Boleh mana saja cairannya selama tidak membahayakan penderita. Tapi kalau jus jambu dan kawan-kawannya itu dianggap sebagai zat yang bisa menambah trombosit darah ternyata belum pernah ada uji klinis,” katanya.
Ia menyatakan dirinya juga bukan termasuk pihak yang antiherbal. Apapun itu, penderita DBD sangat membutuhkan cairan yang banyak agar keadaannya membaik. “Dengan cairan yang banyak akan mencegah seorang penderita mengalami hematokrit (pengentalan darah). Pengentalan darah akan membahayakan penderita DBD,” katanya.
Menurut dia, jika darah terlalu kental atau tidak encer akan membuat pasokan nutrisi dan oksigen ke sejumlah jaringan tubuh tersendat atau bahkan terhenti. “Untuk itu, cairan sangat penting bagi penderita DBD. Jika terus berlanjut tekanan darah penderita bisa tidak stabil,” katanya. Leonard mengingatkan pentingnya asupan cairan terutama yang memiliki nilai tambah seperti elektrolit.
“Minum air putih atau minuman berelektrolit sangat disarankan bagi penderita DBD. Minumlah minimal sebanyak 2-2,5 liter cairan per harinya. Bila keadaan pasien memburuk sehingga tidak dapat minum, bahkan muntah-muntah, harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan dokter secepatnya,” katanya.
Walapun belum terasa haus, penderita DBD disarankan harus rajin minum, karena jika tidak akan terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan. “Biasanya, rasa haus timbul saat tubuh mengalami kekurangan cairan sebesar 2 persen dari berat badan. Cairan dapat menggantikan kekurangan cairan tubuh yang bocor akibat kerusakan dinding pembuluh darah,” katanya.
JUS Jambu dipercaya bisa mengembalikan level trombosit yang menurun akibat demam berdarah. Pasalnya, jus jambu disinyalir memiliki zat bisa meningkatkan kadar trombosit darah.
Hal inipun juga diungkapkan oleh Dr dr Leonard Nainggolan, Sp.PD-KPTI. Meski belum ada bukti penelitian secara nyata, dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu memercayai manfaat jus jambu untuk DBD.
“Diduga ada zat di dalam jus jambu yang dapat meningkatkan trombosit. Mungkin kalau diteliti dengan baik bisa-bisa ada,” katanya pada workshop Soho Global Health bertema “Waspadai Kebocoran Plasma saat DBD” di Artotel Hotel Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa 10 Juni 2014.
Lebih lanjut, Dr. Leonard juga mengatakan masih perlu eksplorasi lagi untuk menemukan penangkal penyakit DBD, termasuk pada jus jambu. Apalagi dia berkeyakinan jika semua penyakit tetap memiliki penangkalnya.
“Karena saya punya kepercayaan, kalau ada penyakit tertentu di suatu wilayah pencipta alam semesta ini sudah menyiapkan penangkalnya, hanya kita perlu mengeksplorasinya. Jadi mudah-mudahan nanti kita bisa menemukan,” ungkapnya.ungkapnya.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk dan bersifat epidemik atau dapat ditularkan antar manusia.
Pingback: Tentang Jentik Nyamuk, Denda, dan Fogging | Leila's Blog
Pingback: Demam Lebih dari 3 Hari, Wajibkah Cek Darah? | Leila's Blog