Demam Lebih dari 3 Hari, Wajibkah Cek Darah?

Beberapa waktu yang lalu, dr. Apin posting tentang tes lab yang seringkali dilakukan oleh para orangtua ketika buah hatinya sudah beberapa hari demam (nanti akan saya kutip di bawah). Yang saya baca sih, beberapa orangtua sudah tahu bahwa ada batasan tiga hari atau 72 jam untuk cek darah ketika ada yang demam, karena kalau sebelum itu maka penyakit seperti demam dengue (lazimnya disebut sebagai demam berdarah) belum terdeteksi keberadaannya. Karena belum terdeteksi, akhirnya malah bisa berujung hasil negatif palsu alias dianggap bukan padahal iya, baru terlihat setelah fase tertentu.

Saya pun pernah ke puskesmas dengan gejala demam, sakit kepala, nyeri badan tanpa batuk pilek, oleh dokter di sana saya tetap tidak disarankan cek lab karena menurutnya tidak akan kelihatan juga di hari kedua. Tentu kalau ada tanda kegawatdaruratan seperti tanda awal dehidrasi, sesak napas, kehilangan kesadaran/tidak respon, harus dibawa ke IGD segera ya (dan bukan ke lab dulu). Tapi benarkah kalau sudah lebih dari 3 hari memang sudah harus cek lab?

Lebih lanjut, apakah cek lab itu melulu hanya cek darah? Bagaimana dengan tes pipis atau urin? Tes ini juga sudah sering disarankan di beberapa grup kesehatan anak, tetapi sepertinya tidak terlalu sering dijadikan prosedur. Setidaknya, jarang ada teman yang cerita anaknya demam lalu bilang diminta tes urin. Hampir selalu pada cerita tes darah. Tapi pernah seorang sahabat, setelah diskusi dengan teman-teman grup, menyampaikan pandangan ke dokter apakah mungkin perlu cek urin alih-alih tes darah yang awalnya diminta. Ketika itu anaknya demam beberapa hari tanpa batpil. Permintaan itu dikabulkan dan ternyata memang bayinya terkena infeksi saluran kemih (ISK).

Kalau pengalaman saya pribadi, karena dokter keluarga kami cukup mudah dihubungi untuk konsultasi dan saya sudah sering mengikuti sesi sharing beliau beserta kawan-kawannya (termasuk dr. Arifianto ‘Apin’, Sp.A.), juga alhamdulillah atas izin Allah tidak pernah sampai pada tahap gawat, saya belum pernah sampai cek lab untuk memastikan penyakit anak-anak. Kalaupun cek lab, biasanya malah (disarankan) bukan dalam keadaan demam, yaitu untuk screening zat besi. Tapi paham juga sih kalau orangtua pastinya ingin yang terbaik, makin cepat diketahui penyebab demamnya kan bisa makin cepat juga ditangani dengan tepat dan harapannya lekas sembuh, anak merasa nyaman kembali.

Di sisi lain, beberapa dokter yang aktif mengedukasi masyarakat juga mengingatkan, cek lab itu juga berisiko, baik risiko trauma pada anak, risiko tertular penyakit dari pasien lain di tempat periksa, risiko biaya (kalau menurut pengobatan rasional menurut WHO kan ada juga prinsip tepat biaya, artinya kalau tidak perlu kan sayang juga uangnya–meskipun orangtua pastinya nggak akan merasa sayang keluar uang untuk kesehatan keluarga), sampai risiko ‘mengobati hasil lab’ padahal seharusnya yang diobati adalah sesuai klinis pasiennya bukan hanya bagaimana agar angka di lembar hasil berubah.

Berikut tulisan dr. Apin selengkapnya:

Wednesday, December 09, 2015
Demam lebih dari 3 hari harus diperiksakan ke laboratorium?

Topik ini sepertinya sudah lebih dari sekali saya bahas, dalam thread yang berbeda. Tapi tak apalah, karena masih banyak yang bingung juga. Demam yang didefinisikan sebagai suhu tubuh lebih dari 38 derajat selsius, adalah salah satu penyebab tersering orangtua membawa anaknya ke dokter. Makanya dalam beberapa tulisan terdahulu, saya menyebutkan istilah “fever phobia”.

Nah, lalu bagaimana dengan demam yang cenderung suhunya berkisar di atas 39 derajat selsius dan tidak disertai gejala penyerta lain? Tidak ada batuk, pilek, atau diare. Ya, kalau sejak awal demam disertai batuk dan pilek, kita sudah dapat memperkirakan penyakitnya adalah selesma (common cold) dan seharusnya tidak ada kekhawatiran lebih lanjut (ingat, selama tidak disertai tanda kegawatan ya!). Lalu bagaimana dengan demam yang tidak jelas diagnosisnya ini? Perlukah dibawa segera ke dokter? Kapan? Apakah patokannya “tepat 3 hari” alias 72 jam? Dan haruskah segera diperiksakan laboratorium?

Demam dengan suhu > 39 derajat selsius tanpa gejala penyerta yang jelas, berlangsung kurang dari 7 hari, dan terjadi pada anak berusia 3 – 36 bulan disebut juga dengan fever without source (FWS). Ada juga yang menyebutnya fever without focus atau fever with uncertain source. Umumnya bisa dibagi 2, yaitu anak tampak sakit (cenderung lemah/lesu sepanjang waktu) dan masih relatif aktif (ketika demam anak tampak lemas/rewel, tetapi ketika suhu turun anak kembali aktif bermain/beraktivitas).

Kondisi pertama tentunya mengharuskan segera ke dokter. Tidak perlu memikirkan dulu perlu/tidaknya pemeriksaan laboratorium, tetapi segera bawa ke dokter untuk memastikan kemungkinan diagnosisnya. Kondisi kedua membuat orangtua seharusnya lebih tenang dalam mengobservasi kondisi anaknya dalam 3 hari, atau bahkan lebih. Hal terpenting yang harus diperhatikan orangtua adalah: pastikan anak tidak dehidrasi atau kekurangan cairan. Ya, peningkatan suhu tubuh meningkatkan risiko penguapan dan terbuangnya cairan tubuh. Makanya semua anak yang demam harus banyak minum. Pastikan anak tidak dehidrasi.

Bukankah makin tinggi suhu meningkatkan risiko kejang demam? Sudah berkali-kali dibahas, jawabannya adalah: tidak. Dehidrasi justru lebih dikhawatirkan dibandingkan kejang pada anak yang demam.

Lalu makin tinggi suhu bukankah menggambarkan makin beratnya penyakit? Lagi-lagi ini sudah pernah dibahas: jawabannya adalah tidak. Bisa saja demamnya tidak terlalu tinggi tetapi anaknya sakit pneumonia atau meningitis yang mengancam jiwa. Sebaliknya, sangat mungkin demamnya tinggi, tapi sakitnya hanya selesma saja.

Apa yang dikhawatirkan dari kondisi pertama (anak yang cenderung lemah sepanjang hari)?

Bagaimanapun juga, penyebab tersering demam pada anak adalah infeksi virus yang akan sembuh dengan sendirinya. Tentunya antibiotik sama sekali tidak diperlukan pada infeksi virus.

Pada kondisi pertama, beberapa diagnosis penyakit yang paling dikhawatirkan adalah meningitis (radang selaput otak) dan pneumonia (radang akibat infeksi di jaringan paru). Makanya orangtua harus paham benar apa saja kondisi gawat darurat pada anak. Pada meningitis, terdapat tanda-tanda kekakuan tubuh (iritasi selaput otak), penurunan kesadaran, sampai kejang dan kematian. Sedangkan pada pneumonia, anak terlihat sesak napas, bisa dinilai dari gerakan dinding dada dan napas cuping hidungnya. Segera bawa anak ke dokter.

Kondisi kedua adalah keadaan yang paling sering terjadi, yaitu sakitnya sebenarnya “ringan saja” dan tidak potensial mengancam nyawa. Perlukah anak dibawa ke dokter pada FWS? Ya, untuk memastikan apakah diagnosisnya saat itu.
Kalaupun dokter belum bisa memastikan diagnosis pastinya, maka sebut saja FWS.

Apakah pemeriksaan laboratorium perlu dikerjakan pada FWS yang sudah lebih dari 3 hari? Sebenarnya dokte lah yang menentukan perlu tidaknya. Satu hal yang ingin saya tegaskan di sini adalah: jangan melulu pemeriksaan darah yang harus dikerjakan.

Pemeriksaan air seni alias urinalisis adalah pemeriksaan wajib pada anak FWS. Mengapa? Banyak FWS yang ternyata diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih alias ISK. Padahal gejalanya hanya demam saja, dan ditemukan banyak kuman (bakteri) di pemeriksaan urinalisis. Diagnosis ISK jelas adalah infeksi bakteri yang obatnya adalah antibiotik (diberikan setelah sampel untuk kultur urin diperiksa).

Di sini lagi-lagi saya tegaskan bahwa pemeriksaan urin sangatlah penting dan seharusnya rutin dikerjakan. Pemeriksaan ini sama sekali tidak menyakitkan. Bandingkan saja dengan anak yang ditusuk jarum untuk pemeriksaan laboratorium darah.

Apa saja kira-kira penyakit yang sering terjadi pada FWS?

Penyebabnya sangat bervariasi. Yang cukup serjng terjadk dalam pengalaman sehari-hari adalah:
– Common cold. Ya, batuk-pilek bisa saja demamnya setelah masuk hari keempat atau lebih baru muncul batuk-pilek. Ini adalah infeksi virus yang tidak perlu dikhawatirkan. Kecuali di luar dugaan mencetuskan serangan yang menyebabkan sesak napas.
– Roseola alias “tampak” (bukan campak lho yaa…). Ini pun jelas infeksi virus, tetapi anak yang orangtuanya tidak sabaran tidak jarang yang langsung berinisiatif memeriksakan laboratorium darahnya. Ruam-ruam di tubuh baru muncul setelah melewati hari ke-3, bahkan ke-5 demam. Anak tampak jauh lebih aktif sesuah ruam memenuhi seluruh tubuh.
– Demam Dengue atau DBD. Ini yang hampir selalu terlintas di benak orangtua untuk selanjutnya segera memeriksakan sendiri laboratorium darah anaknya. Pelajari ciri-ciri DD dan DBD.
– Infeksi saluran kemih. Ingat, gejala ISK pada anak tidak sama dengan orang dewasa. Bisa saja anak demam tanpa gejala lain, ternyata sakitnya adalah ISK. Maka jangan lupa mintakan pemeriksaan urin rutin, bahkan kultur urin jika perlu, untuk pasien-pasien semacam ini.
Demam tifoid tidak dipikirkan dalam FWS, karena demamnya berlangsung selama minimal 7 hari.

Cukup jelas ya tulisan dr. Apin, walaupun untuk praktiknya tetap kembali ke orangtua masing-masing, setidaknya sebelum ambil tindakan seperti periksa lab sendiri, ada bekalnya dulu, dan kalau cek lab pun baiknya setelah konsultasi mendalam dengan dokter (di luar kasus darurat ya, kalau ini kan langsung ke IGD) :).

Untuk 2F, beberapa kali diagnosis dokternya (kadang bukan hanya satu dokter, pernah kebetulan lagi ada janji dengan dokter lain) ya FWS itu, sehingga tidak diminta cek darah maupun cek pipis di lab gara-gara demamnya. Yang dilakukan ya tetap upayakan kenyamanan anak, jaga asupan cairan agar tidak dehidrasi, plus waspada tanda-tanda yang perlu diperhatikan.

Penjelasan lain tentang demam dengue (awamnya kadang dibilang DBD padahal ada bedanya) bisa dibaca di postingan ini: https://ceritaleila.wordpress.com/2016/08/10/kliping-seputar-demam-dengue/

One thought on “Demam Lebih dari 3 Hari, Wajibkah Cek Darah?

  1. Pingback: [Kliping] Seputar Demam Dengue | Leila's Blog

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s