Glaukoma, Si Pencuri Penglihatan Yang Bisa Berakibat Fatal

Papa (alm) kehilangan penglihatan beliau di usia produktif karena glaukoma. Mengingat glaukoma bisa dikaitkan dengan faktor keturunan, saya pun banyak membaca informasi mengenai ‘si pencuri penglihatan’ ini. Termasuk melakukan pemeriksaan tekanan bola mata, walaupun belum rutin (biasanya saya lakukan sekalian mengurus penggantian kacamata). Penginnya sih bikin tulisan juga seputar glaukoma ini bertepatan dengan peringatan World Glaucoma Week yang tahun ini jatuh pada tanggal 12-18 Maret 2017. Tapi baru sempat merapikan draft catatannya sekarang, tak apa lah ya daripada tidak sama sekali.

Memanfaatkan momen World Glaucoma Week ini, Yayasan Glaukoma Indonesia menyelenggarakan Seminar Glaukoma di Klinik Mata Kirana RSCM.  Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan masyarakat akan penyakit yang acapkali baru disadari ketika sudah terlambat ini. DR. dr. Widya Artini, Sp.M (K) mengisi sesi pertama seminar yang diadakan tanggal 16 Maret 2017 ini dengan mengangkat topik Glaukoma di Indonesia. Dijelaskan oleh dr. Widya, glaukoma umumnya disertai dengan tekanan bola mata tinggi, walaupun ada juga pasien yang tekanan bola matanya normal. Tekanan bola mata diperlukan untuk menjaga bentuk tetap bulat. Aliran air masuk untuk bola mata harus seimbang dengan aliran keluar. Jika aliran ke dalam lebih dari aliran keluar, maka tekanan bola mata bisa naik, misalnya ketika ada sumbatan. Tekanan bola mata (intraokular) normal adalah sebesar 10 s.d.21 mmHg (rata-rata 14 mmHg).

Tekanan bola mata yang tinggi bila tidak ditangani akan merusak syaraf mata secara permanen. Kerusakan pada syaraf mata mengakibatkan pengecilan lapangan penglihatan. Biasanya terjadi sedikit demi sedikit sehingga seringkali tidak disadari sebelum terlambat, itulah mengapa glaukoma dijuluki sebagai si pencuri penglihatan.

Glaukoma merupakan penyakit mata kronis, progresif (jalan terus), berupa neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandangan karakteristik di mata tekanan intraokular merupakan faktor risiko utama. Di Indonesia biasanya yang terjadi adalah glaukoma sudut tertutup. Glaukoma dapat dibagi menjadi glaukoma akut dan glaukoma kronik.
Faktor risiko glaukoma meliputi:

– Usia lanjut

– Ras

– Riwayat keluarga dengan glaukoma

– Diabetes melitus

– Trauma mata

– Penggunaan steroid

– Myopia tinggi dan hypermetropia tinggi.
Ada beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam tata laksana glaukoma, yaitu:

1. Penyakit glaukoma tidak terdiagnosis

2. Gagal dalam menentukan progresivitas glaukoma

3. Gagal dalam menentukan jenis glaukoma

4. Gagal menentukan tingkat keparahan glaukoma secara akurat.

5. Menurunkan tekanan intraokular yang adekuat.

6. Keterlambatan waktu pengobatan.

7. Kepatuhan pasien menggunakan obat.

Pada sesi berikutnya, DR. dr. Virna Dwi Octariana, Sp.M (K) memaparkan tentang perlunya Deteksi Dini Glaukoma. Beliau mengingatkan, jika ada keluarga dekat (ayah, ibu, adik, kakak) yang terkena glaukoma, sebaiknya kita periksa juga. Apalagi kalau usia sudah lebih dari 40 tahun. Perjalanan penyakit glaukoma dimulai dari peningkatan tekanan bola mata, penekanan kerentanan saraf optik, kemudian terjadilah gangguan penglihatan atau kebutaan.

Sedangkan untuk klasifikasinya, glaukoma bisa dibedakan menjadi:

1. Secara klinis-onset: akut atau kronik

2. Secara etiologi: primer (bilateral/kedua mata, bawaan/riwayat keluarga) atau sekunder (unilateral, ada penyebabnya).

3. Secara patogenesis/mekanisme: sudut tertutup atau sudut terbuka.
Penyebab glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan pada bola mata yang antara lain dapat dipicu oleh:

1. Trauma (benturan, kecelakaan, petasan, dll).

2. Obat yang mengandung steroid.

3. Peradangan bola mata

4. Katarak hiperprematur (katarak yang sudah terlalu matang dan tidak dioperasi)

5. Komplikasi penyakit sistemik (diabetes, hipertensi, anemia berat, dll).

Selain mempertimbangkan faktor keturunan dan umur, hal lain yang membuat kita perlu memeriksakan diri terkait kemungkinan glaukoma adalah riwayat mata merah dan riwayat sering tersandung atau jalan menabrak-nabrak. Pemeriksaan sederhana yang bisa dilakukan meliputi pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometri, pemeriksaan saraf mata atau funduskopi, dan tes lapang pandang (konfrontasi).

Penatalaksanaan untuk glaukoma ini bisa meliputi obat-obatan yang bisa diberikan seumur hidup, atau tindakan laser maupun operasi.

Fian, seorang pemuda berusia menjelang 20 tahun ikut tampil memberikan testimoni. Dalam foto di atas, ia bersama dengan pendiri/pengawas Yayasan Glaukoma Indonesia ibu Arleen Djohan yang mengajaknya ikut aktif berkampanye mengenai kepedulian terhadap glaukoma. Ceritanya, di permulaan umur belasan, Fian merasa ada yang aneh dengan matanya, yaitu seperti sering melihat ‘pelangi’ di sekitar lampu pijar. Lama-kelamaan, ketajaman penglihatannya terasa berkurang dan setelah diperiksa ia memang terkena glaukoma. Karena terdeteksi cukup awal, alhamdulillah Fian masih tertolong dengan pengobatan rutin hingga akhirnya bisa kembali beraktivitas normal dengan percaya diri. Setelah ditelusuri, rupanya glaukoma Fian dipicu oleh pemberian tetes mata saat ia masih bayi. Melihat mata bayinya sering mengeluarkan kotoran, orangtua Fian berinisiatif memeriksakan dan memakaikan obat tetes mata. Obat tetes mata ini lalu dipakai terus-menerus setiap Fian ‘belekan’, dan inilah yang memicu glaukoma pada dirinya. Fian berpesan, soal penggunaan obat ini jangan main-main. Termasuk sakit kepala juga jangan dikasih obat warung terus, perlu dicek dulu penyebabnya. Salah satu dokter juga kemudian menambahkan bahwa ada kalanya terjadi salah diagnosis misalnya gejala pusing dan muntah-muntah, dikira gastritis atau karena ada gigi yang bermasalah, padahal sesungguhnya merupakan tanda awal glaukoma. Karena penglihatan hilang pelan-pelan dan tidak selalu kedua mata sekaligus, makanya seringkali tidak disadari. Jadi, waspada terhadap glaukoma memang amat perlu.

2 thoughts on “Glaukoma, Si Pencuri Penglihatan Yang Bisa Berakibat Fatal

  1. Saya glaukoma ,udah dioperasi iridektomi, setelah 2 minggu tekanan bola mata saya naik lagi dan dioperasi trabekulektomi.setelah operasi saya mata terasa ada yang menjanggal dan perih gatal dan susah dibuka.terakhir mata terasa tertusuk2 dan tergores2 serta mata menjadi lbh kecil. Sejak operasi trabekulektomi sampe skr udh 3.5bulan.dan dicek ke dokter katanya ada ulkus perifier..jadi skr sayaharus berobat ke dokter spesialis mata dgn subspesialis apa ya? Dan kira2 apa diagnosa thd mata saya tsb?

    Terima kasih

    • Mohon maaf saya kurang tahu, Bu/Pak. Konsultasikan dengan dokter saja, ya… Sebetulnya berawal dari dokter mata dulu kok, nanti kan akan dirujuk ke subspesialis yang sesuai kalau memang di luar kompetensi beliau. Semoga lekas ketemu penyebabnya, mendapatkan penanganan terbaik, dan lekas sembuh, ya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s