Menyapa Hiu Paus di Perairan Gorontalo

Hiu paus. Hiu atau paus, nih? Kalau hiu, ‘kan, termasuk ikan, sedangkan paus adalah golongan mamalia yang jelas bukan golongan ikan. Nah, hiu paus ini sebetulnya adalah ikan hiu. Namun, jika umumnya ikan hiu merupakan hewan karnivora alias pemakan daging, ikan hiu paus (whale shark) ini makanannya adalah plankton yang ia peroleh dengan cara menyaring dari air laut melalui mulut. Mirip cara makan paus, kan? Bukan hanya plankton sebetulnya, hiu paus juga menyukai ikan kecil seperti sarden, makerel, maupun udang dan cumi-cumi kecil.

Sumber gambar: Kementerian KKP

Hiu paus memiliki nama latin Rhincodon typus yang berasal dari bahasa Yunani rhyngchos (moncong) + odous (gigi). Karena pola totol-totol unik menyerupai bintang di punggungnya, hiu paus juga dikenal dengan sebutan hiu tutul, hiu geger lintang, atau hiu bintang. Kepalanya yang lebar dan datar serta ukuran tubuh keseluruhan yang bisa mencapai 20 meter juga membuat ikan hiu yang satu ini dipersamakan dengan paus. Bahkan, hiu paus adalah ikan yang terbesar di dunia.

Pekan lalu saya berkesempatan melihat hiu paus di perairan Desa Botubarani, Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango. Setiap bulan April hingga Agustus, sekawanan hiu paus memang sering terlihat di sana. Jumlahnya sendiri tidak tentu. Berdasarkan riset WWF sepanjang bulan April – November 2016, teridentifikasi sebanyak 19 individu hiu paus yang mendatangi desa tersebut.

Perjalanan dengan mobil dari pusat kota Gorontalo memakan waktu hanya setengah jam. Cuaca pagi itu agak mendung dan ombak terlihat cukup tinggi sehingga sebagian teman tampak pesimis. Pastinya air akan cenderung keruh sehingga tidak mudah untuk melihat hiu paus yang muncul, itu juga kalau hewan ovovivipar ini memang sedang mau menepi ke perairan dangkal.

Tempat yang menawarkan “wisata hiu paus” sepertinya bukan hanya ada satu, terlihat dari plang yang dipasang di tepi-tepi jalan. Kami ikut saja mana yang dipilih oleh teman-teman di sana. Penanda yang bisa diingat mungkin letaknya yang dekat dengan persewaan alat selam. Ketika kami pulang, persewaan alat selam ini tampak ramai oleh turis mancanegara.

Meskipun nyali sedikit ciut melihat deburan ombak, kami tetap jalan terus, menyewa perahu ketinting seharga Rp75.000. Benar saja, begitu memasuki air, ketinting yang kami tumpangi sering berguncang. Namun, melihat sepasang wisatawan mancanegara dengan berani dan santai snorkeling tidak jauh dari perahu kami, rasanya kok malu mau pasang wajah ngeri, hahaha.

Beberapa menit lamanya kami menunggu di spot tempat hiu paus biasanya menampakkan diri, sekitar 20 meter dari bibir pantai yang bentuknya menjorok. Operator perahu mengetuk-ngetukkan dayungnya, mungkin semacam panggilan untuk hiu agar mendekat. Kemudian, tampaklah sesosok ikan besaaarrr berenang tenang mendekati perahu kami. Hmmm, rezeki kami cuma berjumpa satu ekor itu ternyata. Itu saja sudah bikin takjub. Apalagi waktu ikan tersebut membuka mulutnya dekat perahu. Sekilas seperti ompong, padahal hiu paus punya sekitar 3000 gigi-gigi mungil berukuran 6mm yang konon tidak tajam.

Ya, tukang perahu menaburkan udang untuk makanan hiu paus agar mendekat dan bertahan di sekeliling perahu. Sebetulnya kalau membaca Pedoman Wisata Hiu Paus yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014, yang poster infografisnya juga dipasang di dekat tempat pemesanan ketinting, memberi makan hiu paus ini tergolong perbuatan terlarang. Hiu paus memang termasuk hewan yang dilindungi, dengan penegasan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus). Status langka hiu paus juga disebutkan pada Appendix-II Convention on International Trade of Endangered Species.

Tak hanya dilarang memberi makan, wisatawan pun tidak boleh memotret hiu paus dengan lampu kilat, juga tidak diperkenankan menyentuh ikan besar ini. Selain dikhawatirkan mengganggu si satwa, hiu paus juga memiliki sisik plakoid yang cenderung tajam dan berpotensi melukai tangan kita.

Selengkapnya, aturan umum wisata hiu paus adalah:
1) Jumlah perahu/kapal yang akan berinteraksi dengan kelompok hiu paus harus dibatasi. Kapal yang boleh digunakan untuk berinteraksi adalah kapal yang telah memiliki izin resmi dari pengelola
2) Kecepatan maksimum perahu/kapal ketika mendekati kelompok hiu paus harus dibatasi. Kecepatan maksimum adalah 10 knot pada jarak 1 mil dari kelompok dan 2 knot pada jarak 50 m dari kelompok hiu paus. Hal ini dimaksudkan agar kedatangan kapal pengunjung tidak mengganggu tingkah laku hiu paus
3) Perahu/kapal yang membawa wisatawan harus berhenti pada jarak minimum 30 m dari hiu paus. Hal ini agar kehadiran kapal tidak mengganggu tingkah laku hiu paus dan menyebabkan kepanikan (stres)
4) Jumlah maksimum pengunjung yang diperkenankan untuk diving dan swimming adalah 7 orang yang terdiri atas 6 orang wisatawan dan satu orang pemandu. Posisi penyelam dan perenang tidak boleh berada di depan kepala hiu paus dan hanya boleh berada di belakang dan samping hiu paus. Hal ini untuk keamanan wisatawan dan menghindari kemungkinan stres yang akan dialami oleh hiu paus
5) Pemandu masuk ke air terlebih dahulu secara perlahan sehingga tidak menimbulkan bunyi air yang berlebihan, kemudian diikuti oleh pengunjung
6) Durasi untuk berinteraksi dengan cara diving dan swimming dengan hiu paus maksimum 15 menit untuk setiap grup
7) Durasi untuk watching hiu paus maksimum 60 menit untuk setiap kapal
8) Pengunjung tidak diperkenankan menyentuh hiu paus
9) Pengunjung tidak diperkenankan memberi makan hiu paus
10) Pengambilan foto hiu paus harus dilakukan tanpa bantuan lampu kilat (blitz). Adanya kilatan cahaya dapat mengganggu tingkah laku dan dapat menyebabkan stres pada hiu paus
11) Pengunjung harus mengikuti seluruh petunjuk dan arahan pemandu.
Cukup banyak, ya, aturannya? Terkesan rumit, tetapi memang perlu diterapkan untuk menjaga kelestarian ikan hiu paus. Soal jarak, nah ini dia, saya sempat membaca di sebuah situs luar bahwa menjaga jarak ini seringkali sulit untuk dilaksanakan, sebab meski terkesan lamban, sebenarnya hiu paus pergerakannya termasuk cepat.
Oh, ya, setelah kembali ke daratan, ada hidangan unik yang menyambut. Setidaknya, unik bagi saya dan sebagian teman, sih. Saya sudah beberapa kali membaca soal makan pisang goreng dengan sambal dabu-dabu, tetapi baru kali ini mencicipinya langsung. Rasanya? Memang agak aneh di lidah, pisang kan manis ya, kok dipadukan dengan sambal yang gurih pedas? Tapi enak juga lho, apalagi disantap hangat-hangat.

Foto selama di kapal oleh mbak Gayatri dan Findo

2 thoughts on “Menyapa Hiu Paus di Perairan Gorontalo

    • Sebetulnya antara ngeri-ngeri gimana gitu jugaa, gimanapun kan gedeee gitu ya :D, tapi teman semangat banget meyakinkan, itu malah nggak ada giginya lho, katanya :D.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s