[Ulasan Buku] Phi dan Kenangan-Kenangan yang Saling Berkelindan

Judul              :               PHI: Hidup Adalah Perkara Mengatasi Kenangan demi Kenangan

Penulis           :               Pringadi Abdi Surya

Penerbit         :               Shira Media, 364 halaman

Novel Phi pada dasarnya mengisahkan jalan hidup seseorang bernama Phi dengan segala keunikannya, khususnya cerita cinta Phi dengan sang idaman hati, Zane. Namun, jangan menghadapkan cerita cinta standar yang penuh bunga. Perjalanan Phi mendekati dan akhirnya bersanding dengan Zane cukup rumit. Bahkan melibatkan sekian banyak versi ingatan Phi, kenangan demi kenangan yang bisa jadi sebagian di antaranya hanya khayalan, yang membuat pembaca perlu berhati-hati mencermati baris demi baris cerita. Jika sampai luput, risikonya adalah kehilangan jejak. Kemudian pembaca dapat mengalami kebimbangan dalam memutuskan, mana yang memang nyata-nyata dialami oleh si tokoh dan mana yang bukan.

“Aku tidak tahu apa aku bisa bertahan dalam penderitaan cinta. Seribu tahun milik Tian Feng barangkali tidak sanggup pula mencuci perasaanku pada Zane. Aku tak mengerti, tak pernah rasanya aku memiliki perasaan sedalam ini. Jatuh cinta kali ini melebihi segala cinta yang pernah bersarang di dadaku. Jatuh cinta ini adalah energi besar yang diam, dan emmintaku dengan segera mengubahnya menjadi energi kinetik. Ia butuh gerak, butuh ucap, butuh saluran untuk mengekspresikan segala yang ada dalam hati.” (halaman 314)

Nama Phi, nama si tokoh utama, bukanlah diambil dari istilah pi dalam matematika yang ada hubungannya dengan penghitungan luas maupun keliling lingkaran. Nama Phi disematkan oleh orangtuanya dengan berpatokan pada rasio emas. Dari penjelasan ayah Phi, rasio emas ini dimaknai sebagai rasio baku bagaimana segala hal di dunia ini berjalan, termasuk takdir yang membawa Phi hadir dalam kehidupan orangtuanya. Demikianlah Phi menjalani hari demi hari takdir yang telah ditentukan, menjelajahi berbagai daerah mulai dari Bandung, Palembang, hingga Sumbawa.

Dengan jalan cerita yang kompleks dan berlapis, penulis juga menyertakan sederetan referensi dari musik, sastra, budaya etnik, ekonomi, biologi, matematika, hingga geografi. Sebagian rujukan sepertinya hanya akan dipahami oleh pembaca yang pernah mengetahuinya, karena ada yang tidak disertai dengan penjelasan tambahan. Munculnya nama Sukab misalnya, barangkali akan menyisakan kebingungan atau tidak bermakna apa-apa bagi pembaca yang tidak mengikuti karya-karya Seno Gumira Ajidarma.

Meskipun mungkin akan mengurangi pemahaman pembaca terhadap perasaan sang tokoh atau kesan akan suatu kejadian, tetapi banyaknya referensi ini tidak sampai mengganggu kenikmatan membaca secara keseluruhan. Di sisi lain, penyebutan nama-nama seniman ataupun tokoh cerita lain ini bisa memantik keinginan pembaca untuk mencari tahu lebih jauh, sehingga berpotensi memperkaya wawasan. Termasuk wawasan mengenai perbendaharaan negara, sebab tokoh Phi digambarkan bekerja sebagai pegawai KPPN. Ya, novel ini memang disusun oleh penulis, Pringadi Abdi Surya, sebagian berdasarkan pengalaman pribadinya. Bahkan di naskah awal yang diajukan ke Dewan Kesenian Jakarta nama tokoh utamanya adalah Pring, sedangkan Zane adalah nama istri Pringadi.

Novel yang versi awalnya masuk dalam 11 besar Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014 ini disajikan dengan rapi. Karena alurnya yang memerlukan fokus dan kehati-hatian dalam membaca, buku ini memang belum tentu habis dalam sekali duduk. Namun karena penasaran dengan kelanjutan nasib Phi, rasanya sayang juga jika berlama-lama memberi jeda antarsesi membaca.

Sumber foto: web Shira Media, belum sempat foto sendiri

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s