Harta dan Cara Menyikapinya

Bahwa keindahan dunia ini hanya sementara, rasanya sebagian besar dari kita sudah paham, ya. Namun, tetap saja (saya terutama) sering lupa, sih. Saking indahnya, bikin kita terlena. Rasanya ingin menambah bahkan mengoleksi benda-benda yang tampak indah di mata kita. Dipikir-pikir, waktu kita pun bisa habis dialokasikan untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan tadi.
Bagaimana Islam memandang keindahan tersebut? Pekan lalu saya mengikuti kajian dengan pemateri Ustadzah Fathiyah Khotib. Judul yang diangkat adalah bagaimana kita sebagai perempuan bisa mengatur keuangan rumah tangga agar hidup barokah. Pembahasan menjadi lebih luas karena di awal para peserta sudah diajak berkaca, mana yang menjadi sikap kita terhadap harta?

Ada beragam sikap manusia terhadap harta:
  • Menihilkan harta, menganggap harta itu racun. Sibuk dengan ibadah, bahkan ada yang sampai mengabaikan keluarga.
  • Menuhankan harta. Yang dipikirkan hanya uang.
  • Menjadikan harta sebagai jembatan ke surga.
Tentunya, kita menginginkan yang ketiga, ya. Bukan juga lalu menganggap harta itu sama sekali tidak perlu. Namun, memang, fitrahnya harta itu termasuk keindahan yang rasanya ingin kita kejar, kita miliki, kita kelola hingga menguras energi dan pemikiran kita. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala”:
โ€œDijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang lebih baik (surga).โ€ (QS. Ali Imran: 14)
Ustadzah Fathiyah menguraikan bahwa jika dipersamakan dengan kondisi sekarang, maka kenikmatan/hal-hal yang disukai manusia sekaligus menjadi ujian ada delapan:
  • Perempuan
  • Anak-anak
  • Harta yang bertumpuk
  • Emas
  • Perak
  • Kuda, atau kendaraan untuk masa kini
  • Hewan ternak, bisa dikiaskan ke saham, obligasi yang berjumlah banyak dan beranak-pinak
  • Sawah ladang, hal ini bisa diperluas ke properti.
Apalagi di zaman medsos seperti sekarang, tuntutan gaya hidup juga seolah semakin tinggi. Ada yang posting foto liburan, kita panas. Ada yang posting foto OOTD dengan gamis branded, kita kepengin. Wajar, sih, keinginan itu, tetapi apakah sudah sesuai dengan kebutuhan kita?
Ustadzah Fathiyah menegaskan, jangan pakai kacamata kita karena penghasilan orang beda-beda. Bisa saja seseorang menampakkan gaya wah karena penghasilannya memang memadai untuk itu dan dia sudah beramal banyak pula, hanya saja yang ini tidak dia tunjukkan. Jangan jadikan kehidupan orang lain sebagai perbandingan, ingat selalu untuk merasa cukup. Yakin saja, Allah akan memenuhi kebutuhan kita, tetapi memang tidak semua kemauan atau gaya hidup kita bisa terpenuhi.
Jadi, bagaimana agar harta kita bisa menjadi jembatan kita ke surga, payung kita di akhirat kelak?
Saya pernah mendengar ada yang mengungkapkan begini: Siapa bilang harta tidak dibawa mati? Harta bisa dibawa mati, dengan cara menitipkannya ke orang lain, bukan kita simpan sendiri. Tentunya kebutuhan keluarga juga perlu diperhatikan, tetapi ingat ada bagian hak orang lain di dalam harta kita.
Selalu sisihkan harta kita untuk infak, sedekah, dan zakat. Dahulukan zakat karena sifatnya wajib ketika sudah memenuhi syarat dari segi jumlah dan waktu. Apakah boleh zakat ke keluarga inti seperti suami, istri, anak, orang tua? Tidak boleh. Untuk keluarga inti ini jatuhnya adalah sebagai sedekah. Dan sedekah tidak harus berupa materi. Sedekah itu tidak ada pagunya. Senyuman kita pun merupakan sedekah, yang penting ‘ada lawannya’, bukan senyum-senyum geje sendiri.
Perbedaan lain adalah untuk zakat ada akad yang diucapkan baik kepada penerima maupun pihak amil yang nantinya mengadministrasikan dan mengurus penyalurannya, sedangkan sedekah tidak. Kebayang, ‘kan, kalau kita belikan sate buat suami trus kita bilang, “Mas, ini sedekah dari aku, ya…” :D.

Rekreasi dan investasi juga tidak terlarang, kok, untuk dilakukan. Dalam Al Qur’an juga sudah disebutkan tentang berjalan di segala penjuru bumi, yang bisa diartikan sebagai traveling.

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” (Q.S. Al Mulk: 15)

Yang penting, pastikan kebutuhan kita sudah terpenuhi. Pilih perjalanan dan investasi yang sesuai dengan syariat, tentunya. Dahulukan yang utama yaitu perjalanan haji, minimal niatkan dan mantapkan diri mendaftar untuk menunjukkan keseriusan kita mengupayakan pemenuhan rukun Islam yang ini. Ketika bepergian, ingat juga untuk tetap menjaga adab dan memperhatikan kehalalan makanan yang kita konsumsi. Alhamdulillah, kini sarana untuk mencari informasi seputar makanan halal di negara lain juga semakin banyak, tinggal kita yang pintar-pintar menelusurinya.

Terakhir, Ustadzah Fathiyah berpesan, “Mari kita merapat kepada Allah lewat fisik yang kita punya, lewat harta yang Allah titipkan. Berbahagialah jika lewat pintu ini Allah bukakan surga.”

15 thoughts on “Harta dan Cara Menyikapinya

  1. Mohon sarannya Mom Lei, utk zakat penghasilan, yaitu Gaji suami kemana baiknya tiap Bulan Kita salurkan zakatnya. Atau bisa dibayarkan ketika bayar zakat fitrah Bulan Ramadhan. Dengan jumlah akumulasi zakat bulanan X 12 Bulan.

  2. Harta tidak hanya dimaknai sebagai uang saja ya, mbak, tapi juga apa yang kita miliki. Setuju banget, untuk bersedekah uga bisa dimulai dari hal sederhana seperti tersenyum ๐Ÿ™‚

  3. Harta tidak hanya dimaknai sebagai uang saja ya, mbak, tapi juga apa yang kita miliki. Setuju banget, untuk bersedekah uga bisa dimulai dari hal sederhana seperti tersenyum ๐Ÿ™‚

  4. Bener banget Mba pesannya. Kita harus selalu merasa cukup. Karena apa yang kita lihat sama orang itu dari sisi luarnya aja. Kita tidak tahu masalah berat apa yang mereka lewati

  5. Subhanallah, cari harta nggak akan ada habisnya ya Mba. Dengan merasa cukup maka kita akan merasa kaya. Harus banyak-banyak bersyukur ๐Ÿ™‚

  6. Ya Allah, terimakasih saya menemukan tempat teduh di sini. Membaca artikel ini saya merasa tersemangati. Setelah kami kehilangan harta benda, kami yakin kalau semua itu tidaklah ada apa apanya dibanding kesyukuran kami akan kesehatan dan keselamatan.

    Salam
    Okti Li

  7. Noted banget mbaa, jangan pakai kacamata kita๐Ÿ’™Semoga Kita dapat terus ngontrol diri. aku jadi teringat kata salah seorang pengusaha Muslim, motivasinya berwirausahs dan menjadi kaya adalah agar semakin banyak harta yang bisa disedekahkan. ๐Ÿ’™

  8. merasa tertampar baca ini karena aku kadang iri liat orang2 jalan2 ke luar negeri dengan gaya fancy.. huft baca2 istighfar deh.. terima kasih mbak untuk penjelasan isi tausiyah dari ustadzah jadinya aku dan teman2 lain mendapatkan manfaatnya.. Jazakillah khoir

  9. Masya Allah suka banget sama artikelnya mbak. Sebagai manusia kita memang harus senantiasa terus berusaha namun harus tetap bersyukur berapapun yang menjadi rejeki kita. Ada pepatah berkata “jangan mengukur sepatu orang lain dengan ukuran kaki kita”, jangan membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain apalagi jika urusan harta. Semoga kita semua selalu menjadi manusia-manusia yang senantiasa menjadikan harta sebagai jembatan menuju surga, aamiin…

  10. Harta ternyata bukan cuma uang ya mbak. Kesehatan juga merupakan harta paling berharga. Zakat itu wajib ya mbak, thank you for sharing

  11. Wah, terima kasih banyak mbak sudah mengingatkan tentang hal ini. Akhir-akhir ini saya juga banyak belajar tentang menyikapi harta, supaya menjadi lebih bersyukur

  12. Jika punya keinginan baik (ibadah atau hal baik lainnya), memang sebaiknya di niati dulu dengan sungguh, lanjutkan dengan ikhtiar, setelahnya biarkan Allah Taรกla yang menentukan bagaimana atau kapan hasilnya. TFS utk remindernya:)

  13. Naudzubillahh semoga kita dijadikan golongan yg tidak memuja keuangan hanya untuk kpentingan duniawi saja ya mbak.
    Seberat apapn, sebanyak atau sedikit pun nominal yg kita investasikan untuk urusan ukhrawi, tentu akan dinilai oleh-Nya. Asal jelas niat dan keihlasannya ya mbak. Bisa buat bekal di akhirat nanti. Amiin
    TFS yahh mbak

Leave a reply to Ririe Khayan Cancel reply