Sudah setahun lebih pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 melanda dunia. Bulan Maret ini, tepat setahun pula sejumlah pembatasan aktivitas diberlakukan di banyak wilayah di Indonesia guna mencegah penyebaran penyakit tersebut semakin luas.
Belasan bulan mestinya cukup sebagai masa adaptasi, untuk kemudian memasuki tahapan penerimaan bahwa kita pada akhirnya harus hidup pada tatanan kenormalan baru. Namun, pada kenyataannya, selalu ada saja sesuatu yang membuat kita harus kembali menyesuaikan diri. Memang, penyakit ini adalah penyakit baru. Wajar muncul perkembangan demi perkembangan terkini di bidang ilmu pengetahuan kesehatan, diikuti pergerakan kebijakan yang diambil untuk merespons hal baru tersebut oleh pihak-pihak yang berwenang.
Kantor saya dan suami termasuk yang menerapkan pengurangan aktivitas di kantor untuk bagian tertentu yang memungkinkan. Alhamdulillah kami berdua termasuk yang bisa melakukan pekerjaan dari rumah. Kebijakan ini berlaku hingga setelah Idulfitri, yang kemudian diperbarui menjadi kebijakan penjadwalan masuk kerja secara bergiliran. Sekolah anak-anak juga belum mengadakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka hingga saat ini. Bagi keluarga kami, proses adaptasi menjadi lebih memakan waktu dan energi karena pada saat yang hampir bersamaan kami juga pindah ke rumah sendiri. Hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari kontrakan sebelumnya, tetapi tetap saja kami belum familiar dengan lingkungannya.
Menangani tugas kantor sambil menemani anak-anak belajar dari rumah memang cukup menantang. Belum lagi, ternyata rumah ini juga perlu satu-dua perbaikan setelah ditempati, sehingga kami harus berkoordinasi dengan tukang. Perihal membagi waktu saja rasanya sudah cukup melelahkan. Kalau soal tak bisa jalan-jalan, saya termasuk yang justru menikmati bisa lebih banyak berada di rumah. Anak-anak pun rasanya tidak banyak menuntut untuk bepergian seperti yang diceritakan beberapa teman. Baru saja kami beradaptasi dengan dimulainya kelas daring anak-anak yang jadwalnya lebih padat dibandingkan dengan sebelum Lebaran, ujian lain menghadang.
Bulan Agustus 2020, saya, suami, dan anak pertama kami Fathia dinyatakan positif terkena Covid-19 lewat pemeriksaan yang dilakukan karena penelusuran dari kasus di kantor. Syukurlah saat itu kami masih diperbolehkan menjalani isolasi mandiri di rumah, apalagi kami memang tidak merasakan gejala sakit. Jadilah putri kedua kami, Fahira, mengungsi ke lantai bawah rumah ditemani ART kami yang hasil tesnya juga negatif. Lagi-lagi alhamdulillah, dua pekan setelahnya kami sudah memperoleh surat bebas dari pemantauan yang diterbitkan oleh Puskesmas.
Selama menjalani masa isolasi, ada waktu-waktu di mana pikiran melayang, memikirkan mengapa ini bisa terjadi. Ada kekhawatiran, bagaimana kalau meski kami tidak merasakan apa-apa (bahkan anosmia alias kehilangan indra penciuman yang menjadi ciri khas penderita Covid-19 itu pun tidak), tetapi keadaan lalu memburuk tiba-tiba. Pada saat inilah dukungan teman dan keluarga menjadi sangat berarti. Termasuk dari teman-teman sesama blogger maupun kreator konten yang mengetahui kondisi saya.
Mau tidak mau, saya memang harus melaporkan kondisi yang sedang tidak memungkinkan untuk menjalankan sejumlah amanah di komunitas-komunitas yang saya ikuti. Kendati secara fisik tidak ada keluhan yang kami rasakan, tetapi banyak urusan dengan kantor maupun Puskesmas yang harus dikerjakan setiap harinya. MasyaAllah, sejak saya menginformasikan status positif ke beberapa teman, berbagai kiriman terus berdatangan. Mulai dari makanan hingga perlengkapan tiba lewat jasa pengiriman, yang membuat kami menjalani hari demi hari isolasi dengan lebih ringan.
Semangat Bertahan Hadapi Tantangan
Beberapa teman yang mengirimkan aneka kudapan, lauk jadi, makanan beku, sampai minuman empon-empon ini saya ketahui merupakan pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Usaha rumahan ini disokong modal sendiri yang mungkin tak seberapa banyak, tetapi dikerjakan dengan sepenuh hati. Ada yang diawali dari hobi yang sejak lama digeluti. Ada pula yang sama sekali tak terbayang akan dikerjakan, tetapi bisa juga berjalan berkat kemauan yang kuat dan tuntutan keadaan.
Karena bidang kerja saya memang terkait dengan urusan ekonomi, berkali-kali saya membaca bahwa UMKM merupakan salah satu sektor yang paling terpukul oleh hantaman pandemi Covid-19. Padahal, saya baca dari situs Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, tercatat 64,2 juta UMKM berkontribusi bagi 61% produk domestik bruto (PDB), dan UMKM juga mendominasi populasi pelaku usaha di Indonesia hingga 99%. Banyak pula pekerja yang diberhentikan sebagai akibat lesunya perekonomian, kemudian memutuskan membuka usaha sendiri. Pukulan bagi UMKM berarti juga membawa efek negatif terhadap perekonomian nasional. Bayangkan, di tengah situasi yang sulit, teman-teman saya masih tergerak untuk berbagi ketika ada anggota komunitas yang mendapatkan musibah.
Oleh karenanya, saya juga angkat topi kepada komunitas-komunitas yang memberikan dukungan terhadap usaha yang dijalankan oleh para anggotanya. Apalagi kalau komunitas itu sendiri sebenarnya bukan secara khusus hanya mewadahi para entrepreneur. Komunitas Bloggercrony Indonesia misalnya, sejak beberapa tahun yang lalu telah menjalankan program BloggerPreneur. Program ini sejalan dengan salah satu misi Bloggercrony yaitu empowering.
Dalam berbagai kesempatan baik daring maupun luring, Bloggercrony acapkali membuka kesempatan bagi anggotanya yang juga wirausahawan untuk memasarkan jualannya lewat media sosial atau menggelar booth saat ada acara. Bahkan Bloggercrony memfasilitasi kegiatan berbagi ilmu untuk meningkatkan keterampilan berbisnis atau berpromosi, khususnya bagi BCC Squad yang memiliki usaha. Sungguh, hal ini menjadi wujud nyata dari semangat Keluarga Jempolan yang diusung oleh Bloggercrony. Lewat aktivitas-aktivitas seperti ini, semoga teman-teman BloggerPreneur semakin semangat dalam ikhtiarnya menaklukkan tantangan.
Ultah Bloggercrony, Ajang Melepas Rindu dan Berbagi Ilmu
Tahun ini usia Bloggercrony telah mencapai angka enam tahun. Sudah melewati masa balita, dan pastinya BCC Squad sudah melewati banyak hal bersama-sama. Berhubung masih dalam keadaan pembatasan aktivitas, perayaan ulang tahun Bloggercrony tahun ini pun diselenggarakan secara daring. Senang sekali saya ketika mengetahui terpilih sebagai salah satu peserta dalam acara Bloggerday2021 yang digelar seharian pada tanggal 6 Maret kemarin.
Acara ini menggabungkan beberapa program rutin Bloggercrony menjadi satu rangkaian perhelatan spesial. Program BloggerHangout misalnya, yang kali ini tidak tanggung-tanggung menghadirkan sejumlah pakar yang secara bergantian berbagi ilmunya. Ada pula kegiatan BloggerCare berupa penggalangan dana sukarela untuk membantu rekan-rekan yang sedang kesusahan.
Meski durasinya cukup lama, dari pagi hingga mejelang petang, tetapi bukan berarti #BloggerDay2021 ini membosankan dan melelahkan. Kak Gita Siwi selaku host membawakan acara dengan penuh semangat, sedangkan Kak Helen Simarmata yang menjadi moderator pun luwes sekali dalam memandu kedua sesi BloggerHangout. Bahkan untuk anak-anak peserta pun, ada sesi yang mengasyikkan, lo.
Iya, sesi pagi selain menyajikan obrolan singkat tentang Bloggercrony maupun penyelenggaraan acara, juga menampilkan kegiatan Family Trip yang atraktif. Kak Idfi Pancani yang sengaja diundang untuk menemani acara jalan-jalan virtual ke berbagai tempat menarik di Amerika Serikat sukses membuat Fathia dan Fahira ikut gembira menikmati acara. Dari Air Terjun Niagara ke Akuarium Georgia, lanjut ke Universal Studios dan Disneyland, semua bikin anak-anak antusias. Apalagi ketika mereka diajak menari bersama.
Di sela-sela sesi, ada pula bagi-bagi hadiah yang didukung oleh para BloggerPreneur: @duorajistore @katalensaku.photoworks @ebigsoo_fashion_ @anesacooking @geraiaksesoris2 @aykoprojects @makarame @resepdapurayah @dapursesukahati @hennahijab_collection @asiboostertea @kitatama.id @sreehandmate @photo_coffee_. Beberapa BCC Squad juga sempat diajak ikut tampil dan menceritakan kesan-pesan selama bergabung sebagai anggota. Terlihat betul aliran rasa rindu, baik dari yang sudah pernah mengikuti kegiatan luring Bloggercrony sebelumnya, maupun yang belum pernah bisa hadir karena faktor lokasi dan justru sekarang jadi bisa bergabung dalam ajang temu daring.
Mereguk Ilmu dari Para Empu
Siapa tak kenal Kang Maman Suherman? Sungguh banyak keahlian beliau, khususnya di dunia tulis-menulis. Dalam sesi BloggerHangout ke-50 ini, Kang Maman dengan lugas memaparkan sejumlah hal yang mungkin menjadi kegelisahan bagi banyak kreator konten, termasuk blogger juga. Zaman terus melaju, tantangan juga semakin canggih, bagaimana agar para kreator konten dapat bertahan bahkan menonjol di antara yang lainnya? Atau jangan-jangan memang sekarang sudah masanya “Senjakala Content Creator” sebagaimana diangkat oleh Bloggercrony sebagai tajuk sesi ini?
Kang Maman mengingatkan bahwa kreator konten seharusnya bukan hanya bisa menulis, melainkan juga harus memahami etika kepenulisan. Kreator perlu memahami bahwa ada batasan dan risiko, termasuk ketika ada godaan untuk “menyeberang batas” yang tidak etis. Seperti kata Ki Hadjar Dewantara, harus bisa “ngerti, ngrasa, nglakoni” (paham, merasa, dan menjalani). Pastinya, critical thinking tetap harus dijaga. Jangan sampai, demi iming-iming keuntungan, kita justru terjebak ikut menyebarkan hoaks.
Selanjutnya, mantan pemimpin redaksi di grup Kompas-Gramedia ini menerangkan bahwa konsep batasan juga berlaku dalam hal spesialisasi.
“Kita punya ciri khas yang dibangun secara konsisten. Jangan beranggapan kalau ambil semua bidang maka akan dapat banyak. Lebih baik jadi spesialis, walaupun memang bukan pekerjaan gampang,” pesan Kang Maman. Kreator konten juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Sewaktu makin banyak kreator konten lain yang berkarya, ada baiknya kita berkolaborasi dan berjejaring, alih-alih menganggap sebagai kompetitor.
“Bukan saatnya lagi mengaku-ngaku membangun sendiri. Kalau begitu, kita sedang membangun senjakala sendiri,” tegas pria kelahiran 1965 ini. Bahkan, Kang Maman mengibaratkan kreator konten sebagai petani digital, merujuk pada Al-Qur’an surat Albaqarah ayat 261: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Dan jangan menduga Allah tidak mampu memberi sebanyak mungkin, sebab Allah Mahaluas karunia-Nya.”
Tetap Relevan pada Era Extended Reality






Wah seru banget kak, dapet ilmu bermanfaat pula
Iya, benar, Kak. Senang bisa ikutan belajar.
Pingback: Belajar Jadi Blogger Yang Punya Visi di BloggerDay Bloggercrony Community | Cerita-Cerita Leila