Kuliah Offline IIP Jakarta: Komunikasi Produktif
Hujan yang cukup deras tidak menghalangi langkah kaki member IIP Jakarta terutama peserta kelas Bunda Sayang untuk mengikuti kuliah offline yang telah disepakati bersama. Kegiatan ini melanjutkan sesi kuliah offline ketika Kelas Matrikulasi. Teman-teman IIP Jakarta cukup bersemangat untuk melanjutkan kegiatan kuliah offline ini hingga ke kelas Bunda Sayang.
Tidak hanya ibu-ibu saja yang berpartisipasi, namun bapak dan anak pun turut serta. Bapak-bapak menemani anak bermain di sekitar lokasi dan tetap bisa mengikuti jalannya diskusi. Anak-anak pun difasilitasi dengan aktivitas di kids corner (persembahan dari salah satu member) sehingga tetap merasa aman dan nyaman ketika diskusi berlangsung.
Berikut ini disertakan hasil diskusi kuliah offline Komunikasi Produktif IIP Jakarta.
Profil Pembicara:
(2 anak sudah hafidz dan 3 lainnya sedang proses, ada yang sudah 16, 3 dan 5 juz)
Aktivitas terkait profesi:
Vice Principal Cahya MOntessori (2006-2010)
Pengantar diskusi
Percakapan nabi Ibrahim dengan Ismail
Terjemah bebas:
T : “Semalam saya bermimpi, menyembelih engkau. Apa pendapatmu?”
J : “Sesungguhnya, engkau akan mendapatiku menjadi orang yang bersabar”.
Apa yang bisa kita lihat?
Sisi komunikasi:
Contoh:
a. Ada teh kotak di depan bunda. Lalu bunda pindahkan teh kotak ke belakang bunda. Apakah teh kotaknya hilang? Tidak. Teh kotak tetap ada, letaknya pindah di belakang bunda.
b. Main ciluk baa
Pengenalan sederhana dimulai dengan berdoa (dalam bahasa Arab) sebelum melakukan aktivitas –> melatih otot (menyiapkan organ of speech) –> terbiasa dengan bahasa Arab sedari kecil melatih lidah anak untuk siap berbicara multibahasa (polyglot) dengan baik pada saatnya nanti.
Doa —> menyempurnakan usaha
Bunda bersuara tinggi –> mempengaruhi sel-sel syaraf anak.
Ketika anak-anak belum pas mengeja kata, bunda peka untuk memperbaiki kata tersebut hingga tepat.
Tanya jawab
1. Rita Fithradewi
T : a. Anak yang fasih bahasa ibunya, terhindar dari tantrum, bagaimana? Padahal sudah tercukupi semua kebutuhannya.
J : Tantrum itu energi. Kita tidak bisa menghilangkan prosesnya. Yang bisa dilakukan adalah membuat kanalisasinya. Pelepasan energi anak-anak perlu d fasilitasi atau diberi ruang. Anak butuh ruang untuk berekspresi dan eksplorasi. Ruang gerak anak ini pun perlu disesuaikan dengan usianya.
Anak tantrum di mall –> perlu ada kesepakatan, rencana ketika akan beraktivitas di luar.
T : b. Mengelola emosi ibu bekerja bagaimana?
J : Perlu penegakan disiplin. Ibu bekerja ketika di rumah, lepaskan semua atribut pegawainya. Ada proyek yang lebih besar dari kantor. Yaitu proyek menemani tumbuh kembang anak-anak. Karena merekalah nanti yang akan mendoakan orang tuanya. Doa anak akan menjadi indah ketika orang tua menemani mereka dengan indah.
2. Indah Puspita Sari
T : Pengen memperbaiki cara komunikasi dengan anak-anak –> ibu kadang ‘butek’, jenuh
Ibu bersuara lembut, seakan anak gak mendengarkan, bagaimana?
J : Bunda adalah manusia biasa yang punya capek. Bunda perlu punya waktu sendiri / ‘me time‘ sesuai cara masing2. Ketika bunda lelah, perlu dipasok energinya.
*cerita Fatimah ketika memohon pembantu ke Rasulullah –> Rasulullah tidak mengabulkan, namun menjawabnya dengan ‘dzikir’
3. Rita Lestari
a. T : Usia berapa anak bisa ditinggalkan untuk bekerja di ranah publik?
J : Idealnya, sesuai kondisi saat ini, ketika anak usia SMU baru bisa ditinggal dengan aman untuk bekerja di ranah publik.
Kalau terpaksa harus ke orang lain, perlu dibuat lingkungan yang sesuai dengan nilai2 kita –> lingkungan yang mendukung dan sesuai
b. T : Anak usia berapa anak bisa konsen duduk tenang dan membaca?
J : Sesuai pengalaman bu Nurchasanah, mulai usia 2 tahun sudah diajak untuk tenang membaca/ dibacakan. Orang tua menstimulasi dengan membuat ruang dan suasana tenang untuk membaca. Orang tua memberi contoh, memantaskan diri.
Waktu konsentrasi anak adalah 2 x umurnya.
4. Heny
a. T : Bagaimana cara menengahi anak-anak yang saling bersahutan?
J : Bunda punya konsep sebagai bunda yang bertanggung jawab, memenuhi kebutuhan mereka.
Ketika anak berebutan, bunda punya standar sampai titik mana bunda sudah tidak bisa mentolerir. Hal ini harus diselesaikan sampai tuntas, supaya tidak terjadi persaingan antarsaudara –>> tidak hanya diberi penjelasan, tapi diberi role play.
Sering diajak ngobrol bersama saat kondisi tenang dan nyaman untuk memberi bekal ke anak-anak.
b. T : Anak bisa mandiri/melakukan aktivitas sendiri mulai kapan?
J : Anak usia 3 tahun sudah bisa mandiri ke kamar mandi. Bunda perlu memiliki skill untuk melatih anak-anak. Fasilitasi anak-anak untuk mandiri sesuai dengan usianya.
5. Ibu Nurlaela (teman bunda Sari)
T : Kiat atau rahasia mendidik 5 anak bagaimana?
J : *Banyak bercerita
*Piknik: bawa makanan di dekat masjid (kemudian menceritakan harapan-harapan baik orang tua)
*Respon aspirasinya, kenalkan pada role model.
*Buat kegiatan anak menjadi sebuah kenangan manis.
6. Nenek Mardiyah
T : Bagaimana ketika anak lari ke nenek ketika sedang diperingatkan oleh bundanya?
J : Kalau anak minta peluk, berikan pelukan. Lalu diberi stimulus untuk mengetahui dan memahami kondisinya. Nenek bisa menemani anak untuk melakukan aktivitas lain terlebih dulu.
*Kunci ilmu di sesi akhir dari ibu Nurchasanah* :
Fastabiqul khairat —->>> berlomba dengan waktu yang masih kita miliki
Semua orang/ keluarga memiliki waktu untuk meraih suksesnya masing-masing.
Nikmati prosesnya, lalu bertawakkal kepada Allah.
IIP itu apa sih mbak?
Institut Ibu Profesional, Mbak Shinta.
semacam kampus/sekolah gitu atau komunitas mbak, kayak banyak seminar2nya yaa….
Lebih ke komunitas sih Mbak, ada memang beberapa kali kuliah umum offline (bukan hanya untuk anggota), ketemuan semacam kuliah offline untuk anggota, playdate, kopdar rumah belajar sesuai minat, tapi lebih banyak aktivitas online seperti kulwap di grup tiap daerah. Mulai tahun lalu pakai semacam kurikulum, jadi yang mau jadi anggota harus lewat ‘kelas matrikulasi’ (ada materi, diskusi, dan penugasan online seperti bikin jadwal keluarga, bikin surat cinta dst via whatsapp). Kalau lulus baru jadi member resmi, lalu meningkat ke tahapan berikutnya yaitu level Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif, trus Bunda Saleha. Selengkapnya profil IIP bisa dibaca di sini http://ibuprofesional.blogspot.co.id/2012/03/mengenal-institut-ibu-profesional.html, kalau video terkait kegiatan dan materi kelasnya ada di sini https://www.youtube.com/channel/UC_1JCnlwWhCfgJ0InuxA2gw. Mungkin Mba Shinta pernah dengar nama bu Septi Peni Wulandani, nah beliau ini founder IIP.
Belum pernah dengar, maklum kurang gaul hehehe… oooh, menarik juga ya komunitas sekelas perkuliahan topik parenting… ibu2 sekarang rajin dan tambah pinter belajar,….
Kalau di IIP sering secara nggak langsung diingatkan bahwa kita nggak perlu tahu segala hal Mbak, biar fokus dan nggak kena ‘tsunami informasi’, hehehe…kalau ada info yang menarik tapi tidak sesuai misi hidup maka sebaiknya bilang tidak tertarik dan lewati saja. Ini yang terus terang beraaattt praktiknya buat saya, masih suka kepo sana-sini :D.