Tanggal 20 Desember yang lalu, dalam rangka peringatan Hari Ibu, Muslimah Kemenkeu menyelenggarakan Seminar Hari Ibu: Ibu Otentik, Ibu Bahagia bersama teh Elma Fitria, Strength Based Family Practioner yang juga penggiat Institut Ibu Profesional wilayah Bandung.
Slide yang tertayang menampilkan tulisan bahwa ibu dalam keluarga adalah pusat perasaan. Jika dalam sebuah keluarga ibu dihilangkan maka hilanglah pusat kehidupan keluarga itu. “Ibu bahagia adalah awal terbentuknya keluarga bahagia,” kata teh Elma. Adapun istilah ibu ‘otentik’ digunakan karena kalau pakai istilah ‘sejati’ atau ‘asli’ kok seolah-olah ada yang ‘palsu’ atau ‘KW’.
Dalam pengasuhan, ibu menjadi lebih penting karena ibu yang mengandung, melahirkan, dan menyusui, dan itu yang mendekatkan ibu dengan anggota keluarga khususnya anak.
“Perempuan adalah makhluk musiman,” begitu teh Elma mengistilahkan. Setelah jadi ibu apalagi, rasanya jadi tidak bebas bepergian, mengejar karier, mengembangkan diri, dst. Padahal di dalam Al-Qur’an, menjadi ibu adalah kondisi puncak. Hormon memuncak untuk mengalirkan ASI, cinta, dan kasih sayang. Jika merasa terkekang, itu karena tidak mengenal diri sejak awal, bukan soal karena menjadi ibu. Apabila sudah mengenal diri sendiri, maka ketika memasuki peran sebagai ibu sudah tahu akan menjadi ibu seperti apa dan bisa dengan bahagia menjalankan perannya.
Nah sekarang pertanyaannya, bahagia itu apa? Apa bedanya dengan kesenangan?
Kebahagiaan sejati = well being, bukan happiness. Kebahagiaan sejati dipenuhi dengan lima pilar PERMA Model – Martin Seligman. PERMA: Positive emotion, Engagement, Relationship, Meaning, Achievement.
Kunci memenuhi PERMA: mengenali diri.
1. Positive emotion: senantiasa bisa merasakan emosi positif, apa pun situasi hidup Anda saat ini.
2. Engagement, memiliki aktivitas kerja yang produktif dan menyenangkan, yang selaras dengan kekuatan Anda.
3. Relationship, hubungan sosial, kasih sayang, interaksi, keintiman dengan pasangan. Kebahagiaan itu butuh orang lain (jadi kalau sudah berkeluarga, libatkan suami dan anak-anak)
4. Meaning, memiliki tujuan besar, menjadi bagian dan melayani sesuatu yang lebih besar dari diri Anda.
5. Achievement, dapat meraih kesuksesan atau pencapaian penting dalam hidup.
1. Positive emotions
Kalau yang lebih sering terasa adalah emosi negatif, jangan-jangan kita belum menjadi ibu bahagia. Mengenal diri adalah mengetahui diri kita yang sesungguhnya, agar menjadi diri kita yang terbaik dan bisa menjadi bahagia.
Untuk membantu mengenali diri sendiri, teh Elma mengajukan lima pertanyaan:
1. Kalau menjalani me time, lebih suka ketemu atau tidak ketemu orang lain? Tentukan persentasenya, berapa persen lebih suka ketemu orang lain dan berapa persen tidak ketemu orang lain.
2. Kalau pilihan kita lebih banyak tidak ketemu orang lain, lebih suka berpikir atau mengerjakan sesuatu? Tentukan persentasenya.
3. Kalau pilihan kita berpikir, lebih banyak otak kiri atau otak kanan? Tentukan persentasenya.
4. Kalau pilihan kita mengerjakan sesuatu, lebih suka indoor atau outdoor. Tentukan persentasenya.
5. Kalau jawaban kita untuk nomor 1 lebih banyak bertemu dengan orang lain, posisi kita biasanya seperti apa? Interaksi sejajar, mengatur/mengarahkan/di atas, atau di bawah? Tentukan persentasenya.
Untuk tes yang lebih lengkap bisa buka Strength Typology 30 di http://temubakat.com/id/ (jadi ingat salah satu homework di kelas matrikulasi IIP deh).
Kemudian teh Elma memanggil beberapa peserta untuk dijelaskan mengenai hasil pilihannya. Saya meski tidak kebagian ditunjuk tetapi jadinya tetap harus ikut menjawab karena kedua peserta yang maju semuanya lebih suka ketemu orang lain, sedangkan teh Elma perlu contoh yang sebaliknya. Dan saya kontan memicu tawa karena bertanya balik, nonton sendirian di bioskop itu termasuk indoor atau outdoor, trus tergolong ketemu orang lain atau tidak ya, hehehe.
Kemudian terungkap bahwa banyak di antara peserta yang tugasnya tidak sesuai dengan bakatnya. Kata teh Elma, penerima tugas biasanya menerima saja tugasnya, padahal sebetulnya bisa menyampaikan dan mengajukan diri, bidang apa yang cocok, sehingga bisa berkontribusi maksimal dalam tim atau tugasnya. Misalnya, orang yang individualismenya tinggi dan suka mengerjakan sesuatu (daripada berpikir) maka lebih bagus mengerjakan hal yang tertata, disiplin, rapi, tanpa diganggu orang lain.
Kurangnya pemahaman tentang bakat diri sendiri bisa juga memicu stres. Kondisi stres pascamelahirkan bisa saja sebenarnya bukanlah baby blues, melainkan karena bakat yang tidak diberi jalan. Kasus yang pernah ditemukan teh Elma, ada ibu yang hendak konsultasi karena merasa dirinya mengalami baby blues. Setelah dites dengan tool talent mapping, ternyata ketahuan bahwa ibu ini kuatnya di Communicating. Setelah melahirkan memang mertuanya melarang berpergian atau bertemu orang banyak, maka dari itu energi communicating-nya tidak tersalurkan.
“Kalau kita mengenal diri sendiri dengan baik, kita bisa menghindari penyebab stres, bisa mengatakan iya atau tidak pada peluang yang sesuai atau tidak sesuai dengan kebutuhan, dan bisa mengambil keputusan dengan tepat,” sebut teh Elma.
Untuk menguatkan emosi positif, cari peran apa yang dimaksudkan Allah untuk kita dengan tipe masing-masing. Untuk orang bertipe sosial, ketika bertemu dengan orang, pikirkan pesan apa yang hendak disampaikan oleh Allah melalui kita, agar tidak jatuh ke hal-hal seperti bergosip. Untuk orang yang empatinya tinggi, ketimbang nonton drama nan menguras air mata (yang ternyata bisa jadi pelampiasan dari bakat empati yang tidak tahu mau disalurkan ke mana), lebih baik rencanakan misalnya hari ini mengunjungi atau menyapa teman untuk mendengarkan curhatnya.
Mengenal diri itu proses, kadang perlu bertahun-tahun. Kalau sepertinya berubah seiring berjalannya waktu, biasanya bukan berubah melainkan memang pemahaman kita akan tipe kita saja yang meningkat, dari yang sebelumnya belum pas memaknainya. Jangan juga memaksakan diri menjalankan aktivitas yang tidak sesuai dengan tipe kita.
“Me time bukan sekadar melepas lelah atau pelarian, melainkan time to know me, time for flourishing me, time to strengthen me. Me time seharusnya membuat kita tenang, senang, berkembang. Me time yang tepat punya fungsi relaksasi maupun fungsi aktualisasi diri. Hati-hati terjebak lazy time,” teh Elma mengingatkan. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang tipe pemikir, sehingga me time-nya lebih suka menyendiri untuk berpikir, daripada menjadi event organizer acara. Namun, mereka yang introvert bukan berarti tertutup sepenuhnya sebetulnya, mereka bisa mendapatkan energi ketika sendirian dan bisa berpikir, yang kemudian dikeluarkan saat bertemu orang lain. Contohnya Presiden pertama RI Soekarno.
Ketika berada di situasi yang berat, maka pilih respon kita, jangan mengeluh. Misalnya, karena tahu bahwa tugas ini penting untuk negara, untuk kelanjutan pekerjaan berikutnya di tahun depan, ataupun tanggung jawab ke anak-anak.
2. Engagement
Di mana pun Allah menempatkan kita, pasti ada hikmah tertentu. Kejarlah ini selalu, terlibat dan punya aktivitas produktif yang sesuai dengan kekuatan kita masing-masing.
3. Relationship
Jelas ada misi besar Allah swt menjodohkan kita dengan suami kita. Lihat kelebihan suami yang cocok dengan kita. Memang tiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan jika bisa kompak dengan mengetahui misi mereka, maka akan terlihat hasilnya. Relasi kita dengan suami pun terasa menenangkan dan menyenangkan. Misalnya, pak Dodik Marianto-lah yang mengusulkan pembentukan Institut Ibu Profesional pada bu Septi.
Sayangnya banyak pasangan terlalu sibuk pada hal kecil alih-alih berfokus pada misi besar dan tugas mereka. Misalnya, urusan menaruh handuk. Teh Elma bercerita bahwa ia diajari oleh bu Elly Risman begini: Kalau bicara dengan pasangan, sampaikan melalui tiga poin: fakta, perasaan, pesan. Sampaikan dengan netral, nggak pakai baper alias bawa perasaan. Contohnya soal menyimpan handuk, jika suami menaruh handuk sembarangan dan kita kurang suka dengan hal itu, maka katakan bahwa kita merasa tidak nyaman, sambil tawarkan pilihan, mau dibantu atau bisa taruh sendiri di tempatnya.
Dalam Islam, lelaki adalah imam. Istri tugasnya manut. Lantas bagaimana kalau dalam hal parenting istri lebih berilmu? Maka doronglah suami untuk ikut majelis ilmu. Minimal, suami konsisten sholat lima waktu berjamaah di masjid. Doakan agar suami dimudahkan membuka hati. Laki-laki biasanya akan mendengarkan laki-laki lain yang lebih berilmu, in sya Allah jalan hidayahnya dari situ.
4. Meaning
Kita sebagai pegawai punya tugas besar pada negara, bisa jadi jalan pahala kita, jika kita menghayati dan mengkhidmati pekerjaan kita maka kebahagiaan kita juga akan terbentuk. Sampaikan juga kebanggaan kita ke anak-anak agar mereka ikut merasakan makna pekerjaan orangtuanya.
5. Achievement
Biarpun mungkin kita sering dikiritik oleh atasan, tapi mengatakan terima kasih pada diri sendiri atas pencapaian setiap harinya, meski kecil, akan membuat kita merasa lebih berharga.
Pernah merasakan emosi negatif seperti suntuk, kesal karena keterbatasan waktu misalnya? Menurut teh Elma, emosi bukan untuk ditahan melainkan untuk disalurkan. “Keluarkan emosi negatif kita sebelum pulang ke rumah, diungkapkan ke diri sendiri juga boleh. Kalau sampai masih ada emosi negatif tersisa, biasanya jadi korban emosi pasti orang yang tidak bisa melawan, yaitu anak kita. Apa pun perasaan kita hari itu, ceritakan ke suami. Suami adalah satu-satunya orang yang akan membersamai kita hingga akhir hayat, semoga hingga di surga kelak. Suami memilih kita sebagai istrinya artinya ia berani bertanggung jawab atas apa pun pada diri kita. Maka ajari suami mengambil tanggung jawabnya dengan cara mempercayainya untuk tempat kita curhat,” tutup ibu empat anak ini.
Pingback: Kenali Diri untuk Jadi Muslimah Berkepribadian Unggul | Leila's Blog