Mengoptimalkan Manfaat Teknologi, Si Pisau Bermata Dua

Memesan jasa kurir untuk mengambilkan buku yang saya beli, memilih aneka kue kering untuk dikirim ke mertua di kota lain, melakukan transfer untuk transaksi baju lebaran dan oleh-oleh, mengecek video acara workshop kepenulisan tempo hari, menjelajahi web Jakarta Smart City untuk mencari data guna keperluan pekerjaan, mencari tahu harga tiket kembali setelah mudik, booking kursi travel, tilawah dengan Qur’an digital, semua itu hanya sebagian dari agenda saya sepekan terakhir ini. Semuanya melibatkan perangkat teknologi.

Bisa dibilang saya bahkan sudah jarang membeli groceries di hipermarket offline. Apalagi untuk urusan fashion wanita yang teramat banyak ditawarkan di dunia maya.

Teknologi memang menawarkan aneka kemudahan, tetapi bak pisau bermata dua, juga ada dampak negatifnya. Selain mudahnya hal-hal dengan pengaruh buruk menyebar (misalnya pornografi yang disebut sebagai The Drug of The New Millennium oleh Mark B. Kastleman, juga berita bohong alias hoax yang tampil amat meyakinkan) dan efek ke kurang fitnya badan akibat jarang bergerak jika tidak bisa mengambil sisi positif teknologi yang mendukung kesehatan, gampangnya akses informasi juga punya sisi gelap lain.

Beberapa waktu yang lalu saya dan beberapa teman membahas tentang kondisi amnesia teknologi. Seperti diungkapkan oleh Nicholas Carr dalam bukunya “The Shallows“, internet mendangkalkan cara berpikir kita.

Rentang perhatian kita jadi terbatas dengan tersedianya berbagai artikel, gambar, dan video yang seakan berlomba menarik perhatian, daya ingat menurun karena sudah terbantu oleh banyak aplikasi, daya tahan membaca artikel panjang berkurang, tingkat empati mulai luntur ketika tragedi keterlaluan diekspos, ketangkasan menganalisis bisa jadi ikut pudar karena segalanya sudah tersedia di ujung jari. Bahkan menurut penelitian, struktur fisik otak kita ikut berubah.

Saya dan teman-teman sesama pengelola grup di media sosial facebook juga sempat mengobrolkan fenomena ibu-ibu muda masa kini yang cenderung membaca selintas saja sehingga menanyakan hal yang sebetulnya sudah tercantum dalam postingan, kemudian saran yang to the point meski salah kaprah lebih berpotensi ditanggapi dengan penuh terima kasih dibandingkan dengan masukan agak panjang lebar (karena harus sekalian menjelaskan latar belakang tindakan) yang sesuai panduan ilmiah. Mungkinkah ini ciri-ciri generasi baru yang dininabobokkan oleh era informasi serbainstan?

Tentunya, sebagaimana banyak hal lain di dunia ini, kunci menghindari dampak negatif tersebut adalah dengan membekali diri dengan penangkalnya. Ilmu agama, kemampuan menyaring informasi, semangat untuk terus belajar, dan kemauan menyusun prioritas. Kok, jadi nyambung ke prioritas? Iya, karena pengelolaan yang baik ikut andil untuk mengurangi risiko terbuangnya waktu kita yang berharga itu akibat teknologi yang melenakan.

Beberapa pilihan yang bisa diambil (yang sekaligus juga memaksimalkan nilai plus kecanggihan teknologi) adalah menggunakan aplikasi rangkuman berita di ponsel pintar, aplikasi penyaring konten negatif, memanfaatkan cloud storage, sampai membayar pihak ketiga untuk jasa pemesanan akun penyimpanan. Jadi harus keluar uang memang, tapi sebanding lah dengan keuntungan yang didapatkan.

“Lomba ini diselenggarakan oleh IDCopy.net dan Eliska.id”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s