Nama Rumah Vaksinasi yang didirikan oleh dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A. (K) sudah sering saya dengar. Beberapa teman keluarga kami juga mengimunisasikan anaknya di sana. Namun, kami sendiri belum pernah secara langsung ke Rumah Vaksinasi cabang mana pun karena beberapa alasan. Tahun ini Rumah Vaksinasi sudah berusia lima tahun dan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memperingatinya adalah dengan menyelenggarakan seminar sehari “All About Vaccination” pada tanggal 2 April 2017. Melihat nama-nama pembicara, materi yang menarik, dekat pula lokasinya, yaitu di Hotel Balairung Matraman, saya pun segera mendaftar setelah mendapat informasi acara tersebut dari teman.
Karena anak-anak masih seru main pasir di RPTRA pagi-pagi (kegiatan yang mereka tunggu setiap kali ayahnya pulang), jadinya kami kesiangan berangkat dan saya melewatkan sesi awal dari Prof. DR. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD-KAI, FINASIM, FACP. tentang peran vaksinasi, padahal saya sebetulnya paling ingin mendengarkan langsung penjelasan dari Ketua Satgas Imunisasi Dewasa Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia yang beberapa bukunya saya miliki ini. Sesi berikutnya ketika dr. Piprim menceritakan sejarah dibangunnya Rumah Vaksinasi juga saya cuma dapat sepotong karena mengantar anak-anak dulu ke kids corner yang disediakan panitia di lantai lain. Tapi alhamdulillah sesi-sesi lainnya bisa saya ikuti, kecuali lagi-lagi sesi dr. Piprim tentang kehalalan vaksin yang disampaikan ketika kami pulang sebentar mengantar anak-anak yang sudah ngantuk. Nggak apa-apa deh, toh saya sudah pernah dapat presentasi dr. Piprim soal halal-haram vaksin ini di Jakarta Islamic Medical Updates (JIMU) di UI tahun lalu.
Baca juga: Jadwal imunisasi anak rekomendasi dari IDAI 2017.
Para dokter yang setelahnya bergantian menyajikan materi vaksinasi pada seminar tersebut adalah dokter-dokter dari berbagai cabang Rumah Vaksinasi. Mengawali rangkaian materi tentang vaksin untuk berbagai rentang usia, dr. Ferina Rachmi memaparkan penjelasan tentang Vaksinasi pada Bayi dan Balita. Disebutkan olehnya, kadang definisi imunisasi dan vaksinasi jadi rancu. Imunisasi merupakan upaya untuk menimbulkan kekebalan secara aktif terhadap penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit, atau hanya mengalami sakit ringan. Sedangkan vaksinasi menggunakan bahan antigenik untuk merangsang terbentuknya kekebalan aktif. Atau dengan kata lain vaksinasi adalah memasukkan komponen kuman yang telah dilemahkan ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu, yang cukup untuk merangsang terbentuknya antibodi tanpa membuat individu menjadi sakit.
Vaksinasi telah menyelamatkan banyak jiwa bayi dan anak, karena vaksinasi itu:
1. Melindungi terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Vaksin unggul dari segi cost effective dibandingkan dengan intervensi medis lainnya selama kurun waktu 50 tahun terakhir, melindungi bayi dari berbagai jenis penyakit berbahaya, juga berhasil meng-eradikasi atau membuat punah penyakit seperti smallpox/variola/cacar.
2. Melindungi diri sendiri dan individu lain yang tidak bisa memperoleh vaksinasi.
3. Standar keamanan sangat tinggi, sesuai ketentuan WHO.
Biasanya kekhawatiran orangtua adalah kandungan dari vaksin. Vaksin sebetulnya memiliki kandungan zat aktif dan zat aditif/tambahan.
Zat aditif vaksin terdiri atas:
1. Adjuvants untuk memaksimalkan respons imun tubuh (antigen+adjuvant dikenal oleh tubuh jauh lebih cepat daripada antigen saja).
2. Preservativers untuk mencegah timbulnya jamur/bakteri khususnya selama proses pembuatan vaksin (terutama pada vaksin multidosis yang dalam satu kemasan untuk diberikan ke beberapa orang).
3. Stabilizer untuk menjaga kestabilan vaksin pada kondisi ekstrem, misalnya suhu yang panas. Salah satu bahan stabilizer ini adalah gelatin, ini yang kemudian menjadi perhatian apabila gelatinnya dari bahan yang tidak halal misalnya babi.
Hal lain yang menakutkan di mata beberapa orang adalah daftar efek samping vaksin yang jelas tertera pada kemasannya. Padahal pencantuman ini justru penting dan diharuskan agar semua kemungkinan bisa diantisipasi.

Di Indonesia ada dua jadwal imunisasi yang beredar, yaitu:
1. Jadwal dari Kementerian Kesehatan yang biasanya ada di buku KIA (versi terbaru 2016 bisa diunduh di sini). Jadwal ini memuat vaksin-vaksin yang disubsidi oleh pemerintah yaitu BCG, polio, Hepatitis B, HiB, DPT, dan campak. Jadwalnya sengaja dibuat agar tiap bulan bisa kunjungan imunisasi, supaya lebih mudah diingat dan berdampak pada cakupan imunisasi makin luas, apalagi medan dan jalan menuju fasilitas kesehatan tidak seragam di seluruh nusantara.
2. Jadwal dari IDAI yang menganjurkan untuk diberikan pada usia yang memberikan respons imun maksimal. Beberapa vaksin di jadwal IDAI yang belum disubsidi pemerintah adalah influenza (bukan untuk batuk pilek biasa ya…), rotavirus (untuk diare dan muntah yang spesifik karena virus rota), MMR (untuk campak/measles/morbili, gondongan/mumps, dan campak jerman/rubella), hepatitis A, tifoid, cacar air, PCV (untuk penyakit karena virus pneumonia/terutama radang paru-paru yang juga bisa menyebabkan meningitis), HPV.
[Baca juga Jadwal Imunisasi Anak di sini]
Jadwal yang disusun pastinya sudah berdasarkan keilmuan yang paling mutakhir, sehingga aman dan efektif serta memberikan perlindungan yang optimal. Ngomong-ngomong soal jadwal, ada waktu-waktu tertentu di mana bayi jadi harus menerima lebih dari satu suntikan dan/atau tetesan vaksin dalam satu kali kunjungan. Inilah yang dinamakan dengan imunisasi simultan. Imunisasi simultan bisa menghemat waktu dan mengurangi jumlah kunjungan ke dokter atau RS, juga mengurangi risiko bayi/anak trauma terhadap jarum suntik. Risiko terjadinya efek samping sama saja baik diberikan secara terpisah ataupun simultan, bukan jadi berlipat ganda karena pemberian yang sekaligus bersamaan. Jadi ingat 2F nih, rekor anak-anak sih sejauh ini tiga suntikan (kakak) dan satu suntikan+dua tetes (dedek). Ada mungkin yang memilih untuk memberikannya di waktu terpisah karena tidak tega, tetapi yang begini berpotensi ada jadwal yang jadinya mundur bahkan terlewat.
Jarum suntik, bagi sebagian orang, memang menakutkan. Bahkan yang saya amati, ada juga yang tidak mengimunisasi anaknya dengan alasan semata kasihan anak kena jarum, bukan alasan ‘idealis’ seperti takut tidak halal, efek merkuri dst. Kalau orangtua sudah takut, kemungkinan besar anak juga bisa terpengaruh. Apalagi ada juga orangtua yang suka menakut-nakuti anaknya dengan “nanti disuntik, lho” jika anak sedang melakukan sesuatu yang tidak sesuai harapan orangtua. Tambah takut deh, anaknya. Nah, berikut ini beberapa tips saat menjelang dan saat memberikan imunisasi yang bisa dilakukan oleh orangtua agar ‘acara’ berjalan lebih lancar:
Tips #1: Persiapkan anak sebelum kunjungan.
– Semua usia:
Ortu/pengasuh bersikap tenang selama berdiskusi dengan dokter, karena anak sangat sensitif dengan emosi pengasuhnya. Gunakan pendekatan yang suportif, pakaikan pakaian yang nyaman dan mudah dibuka. Bayangkan kalau buka pakaiannya saja ribet (kata dr. Ferina, kadang bayi mau diimunisasi dipakaikan baju dengan gaya sungguh maksimal sampai bukanya susah), kan bisa bikin hawa jadi nggak enak juga bahkan sebelum jarum suntik melaksanakan tugasnya.
– Balita dan anak usia sekolah:
* Beritahukan bahwa akan dilakukan imunisasi sebelum kunjungan, bisa sehari atau lebih jauh sebelumnya, tergantung karakter anak juga.
* Gunakan bahasa yang tenang dan lembut saat memberi tahu anak, sampaikan vaksin ini diperlukan untuk membuatnya tetap sehat.
* Jangan membohongi anak dengan mengatakan ‘tidak sakit’, lebih baik mengatakan bahwa hal ini hanya sebentar dan setelahnya akan baik-baik saja.
Tips #2: Menenangkan anak di ruang periksa
-Semua usia:
* Berikan pelukan, pangku anak.
* Gunakan mainan atau buku untuk mengalihkan perhatian anak.
– Bayi: susui bayi sebelum, saat, dan setelah vaksinasi. Jangan khawatir bayi akan trauma menyusu karena mengasosiasikan nyusu=disuntik ya.
-Anak di atas tiga tahun bisa diajari melakukan gerakan seperti meniup/mengembuskan napas lewat mulut saat disuntik.

dr. Ferina yang juga aktif di grup facebook Gerakan Sadar Imunisasi (Gesamun) ini juga menampilkan data situasi imunisasi di Indonesia, di mana cakupannya masih belum begitu tinggi. Saat mengakhiri materi, beliau berpesan bahwa dengan memberikan imunisasi lengkap artinya kita membantu mewujudkan generasi muda Indonesia yang sehat dan berkualitas.
Sesi selanjutnya dari dr. Tafdhilla Rahmaniah mengupas seputar Vaksinasi Anak Usia Sekolah dan Remaja. Dokter Dhilla kembali menerangkan pengertian imunisasi dan vaksinasi. Imunisasi adalah proses di mana seseorang (makhluk hidup) menjadi terlindung dari penyakit. Proses ini terjadi di dalam tubuh sendiri. Imunisasi dapat bersifat aktif (hasil dari vaksinasi) maupun pasif (hasil dari pemberian serum atau hasil dari terkena penyakit). Adapun vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan pemberian vaksin/antigen yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh.
Mengapa perlu imunisasi? Imunisasi punya manfaat preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Vaksinasi terbukti mampu menekan angka kesakitan secara dramatis. Imunisasi juga berguna untuk komunitas, lewat pembentukan herd immunity, sebab ada anak-anak yang tidak bisa diimunisasi karena kondisi kesehatan khusus, juga untuk melindungi bayi yang belum bisa mendapatkan imunisasi karena belum sampai usianya.
Berikutnya, dr. Innes Ericca mengajak belajar tentang Vaksinasi pada Dewasa dan Lansia. Ada beberapa vaksin yang disarankan oleh PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) sebagaimana tergambar dalam jadwal berikut ini:

Salah satu imunisasi dewasa yang menjadi program pemerintah adalah imunisasi TT (tetanus toxoid) untuk wanita usia subur. Kalau mau komplet sih, berikan lima kali. Selama ini untuk calon pengantin wanita umumnya diminta dua kali. Suntikan pertama bisa melindungi 4 minggu, suntikan kedua (4 minggu setelah suntikan pertama) melindungi 6 bulan, suntikan ketiga (6 bulan setelah suntikan kedua) melindungi 1 tahun, suntikan keempat (1 tahun dari suntikan ketiga) melindungi selama 5 tahun, dan suntikan kelima (1 tahun dari suntikan keempat) melindungi cukup lama yaitu 25 tahun. Saya pernah membaca bahwa kalau sudah pernah mendapatkan imunisasi tetanus dalam bentuk DPT ketika bayi dilanjutkan dengan Td sewaktu SD bisa dihitung juga sebagai suntikan awal sehingga ketika dewasa tinggal lanjutkan saja, tapi belum ketemu lagi referensinya. Lagipula kalau mau memperhitungkan ini, tentu perlu dipastikan lagi dari catatan riwayat yang ada, dan seringkali catatan imunisasi kita semasa anak-anak sudah entah ke mana.

Lansia pun perlu imunisasi, apalagi mengingat usia lanjut membuat tubuh manusia lebih rentan karena ada beberapa penurunan fungsi. Untuk lansia, direkomendasikan vaksin pneumococcus, zoster, dan meningitis. Pada penjelasan tentang herpes zoster, saya merinding sedikit karena masih ingat sekali bagaimana sakitnya, yang belum lama ini saya alami. Sambil penasaran juga sih, karena stres disebut-sebut sebagai salah satu pemicu utama, dan kayaknya sih nggak ada sesuatu yang memancing saya stres di masa itu (apa iya gara-gara SK mutasi kemarin? hehehe).
Selain berdasarkan usia, ada juga kelompok yang dianjurkan mengambil vaksin tertentu misalnya calon jamaah haji atau mereka yang hendak melakukan perjalanan. Pemberian vaksin ini, selain yang diwajibkan untuk calhaj, mempertimbangkan juga riwayat imunisasi sebelumnya, riwayat kesehatan apakah immunocompromised atau punya kondisi khusus seperti hamil dan lansia, juga melihat negara mana yang dituju, medannya seperti apa, serta berapa lama. Vaksin untuk mereka yang akan bepergian ini bertujuan mencegah pelaku perjalanan terinfeksi penyakit menular di tempat tujuan, mencegah pelaku perjalanan membawa penyakit menular dari tempat asal ke tempat tujuan, dan mencegah pelaku perjalanan membawa penyakit menular dari tempat tujuan ke tempat asal.
Jenis vaksin terus bertambah meskipun tidak bisa meningkat pesat karena proses ujinya yang memakan waktu cukup lama. dr. Oktafiani Mayang Suri memperkenalkan vaksin-vaksin terbaru di Indonesia.
Ada beberapa vaksin yang tergolong baru masuk ke Indonesia, yaitu:
1. Japanese encephalitis
Penyakit ini disebarkan oleh nyamuk, biasanya gejala paling berat terjadi pada anak dan lansia, bisa disertai nyeri otot, nyeri perut, bahkan bisa menyebabkan radang otak dan kematian.
2. Dengue.

Sebetulnya sebelum sesi dr. Oktafiani ada sesi khusus pengenalan aplikasi PRIMA dari IDAI, tapi saya akan tulis di postingan tersendiri. Oh ya, seperti sudah saya sebutkan di awal, panitia menyediakan kids corner gratis. Kembali dari Bambino Piccolo, sebagaimana di event The Urban Mama yang pernah saya ikuti tahun lalu [Raising Children Who Think for Themselves]. Bersyukur ada fasilitas ini, karena jadinya anak-anak bisa asyik main, apalagi ada mainan favorit mereka yaitu perosotan.

Pingback: Aplikasi PRIMA untuk Generasi Prima | Leila's Blog
Pingback: Kaum Lanjut Usia Bukan Berarti Tak Berdaya | Leila's Blog
Pingback: Imunisasi Terjangkau dan Praktis, Ke Sini Aja! | Leila's Blog
Pingback: Tantangan Level 12 Kelas Bunda Sayang IIP Hari ke-7 | Leila's Blog