Tantangan Level 8 Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional — Mendidik Anak Cerdas Finansial Sejak Dini, Hari 6, 19 September 2017
Kecerdasan finansial menurut saya perlu disertai juga dengan pengetahuan syariah, karena ada hukum Allah swt yang sudah mengaturnya. Amal harus didahului oleh ilmu, bukan? Saya jadi ingat obrolan dengan beberapa teman di grup yang membuka mata saya bahwa beberapa transaksi yang lazim di masa sekarang seperti preorder dengan uang muka, sistem penjualan dropship, dan jasa titip ternyata punya beberapa titik rawan, yang kalau tidak hati-hati bisa terpeleset ke transaksi yang haram hukumnya. Belum tuntas juga sih belajarnya, tapi sambil jalan –di antaranya dengan membaca buku Harta Haram Muamalat Kontemporer tulisan Ustadz Erwandi Tarmizi– saya juga ingin mengenalkan ke anak-anak soal sejumlah hukum muamalah.
Beberapa waktu yang lalu saya membeli buku Muamalah untuk Anak yang juga mendapatkan kata pengantar dari Ustadz Erwandi. Belum sempat dibuka sih, bungkusnya. Maka kemarin saya bacakan buku tersebut untuk anak-anak. Tampilan buku bersampul tebal ini menarik, penuh warna dan gambar, sampai-sampai beberapa detik sekali Fahira selalu menyela dengan celetukan mengomentari salah satu bagian gambar atau kata yang belum ia mengerti (dan Fathia jadi agak terganggu, hehehe). Berhubung istilah muamalah itu sendiri memang bukan melulu terkait transaksi jual-beli (meskipun bisa diartikan muamalah itu ada hubungannya dengan pertukaran manfaat), jadi cerita-cerita pendek dalam buku dengan tokoh utama anak bernama Zaid ini memuat juga fragmen tentang jauhi permainan yang mengarah ke perjudian dan jangan mencontek. Tapi karena tugas tantangan level 8 ini adalah tentang kecerdasan finansial, jadi saya bahas yang ada hubungannya dengan keuangan saja, ya.
Cerita pertama dalam buku ini membahas bahwa ayah Zaid punya usaha peternakan ayam untuk diambil telurnya. Dari situ bergulir percakapan antara Zaid dan ayahnya, apa nggak kasihan ayam dipisahkan dari telurnya? Ayah Zaid menjelaskan bahwa telur ayam halal, banyak manfaat, dan juga tidak ada larangan jual beli telur ayam ini. Dengan menjual telur ayam, keluarga Zaid bisa memperoleh uang untuk kebutuhan hidup, juga bisa mempekerjakan pegawai, sehingga pegawai tersebut juga memperoleh gaji untuk keluarganya. Saya menyambungkan cerita ini dengan mata pencaharian eyang anak-anak (mertua) yang berjualan ayam potong di pasar.
Judul berikutnya menerangkan bahwa kotoran hewan halal boleh juga diperjualbelikan, dalam hal ini kotoran ayam yang bisa digunakan untuk pupuk. Seperti cerita-cerita lainnya, di bagian akhir disajikan hikmah cerita, yang memuat penjelasan mengenai hukum (dengan bahasa yang mudah dipahami) disertai dengan dalilnya.