Presentasi kelompok 7 yang terdiri atas mba Pipit dan Ika (Lathifah) ini cukup detil memaparkan data. Data yang diangkat adalah angka-angka terkait akses terhadap pornografi dan pergaulan bebas berdasarkan survei. Cukup membuat miris, memang.
Dari sini kita diingatkan kembali bahwa kasus-kasus terkait fitrah seksualitas yang tidak bangkit dengan baik adalah nyata ada.
Selain dari beberapa Fakta dan Data di atas, di sebutkan juga beberapa ciri-ciri anak yang sudah teradiksi menurut Bu Elly Risman selaku Psikolog dan Pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati,
Di antaranya :
1. Suka menyendiri
2. Bicara tidak melihat mata lawan bicara
3. Prestasi di sekolah menurun
4. Suka berbicara jorok
5. Berperilaku jorok (menarik tali bra, menyenggol dg sengaja bagian tubuh tertentu, dll)
6. Suka berkhayal tentang pornografi.
7. Banyak minum dan banyak pipis.
8. Suka menonton, bila dihentikan akan mengamuk (tantrum).
PANDANGAN ISLAM
🔴Islam adalah agama yang sesuai dengan fithrah manusia.
🔴 Islam memberikan panduan dalam setiap prilaku & perbuatan, ada yang bersifat petunjuk (preventif), kuratif ataupun yang bersifat rehabilitatif.
🔴Islam memandang persoalan perilaku manusia adalah integralistik, bukan saja merupakan tanggung jawab suatu disiplin ilmu tertentu atau dalil tertentu, melainkan suatu
proses rekayasa sosial yang lebih luas.
Kemudian pada bagian solusi, disajikan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian orangtua.
Review dari saya:
Saya sempat menanyakan tentang slide ke-15 ini
Apakah maksudnya yang terkait interaksi secara jasmani, ya? Kalau peran keayahan, bagaimana menjadi suami yang mengayomi gitu, apakah perlu ditunda juga?
Jawaban (mba Ika): Jadi maksud slide 15 ini lebih kepada pembelajaran mengenai hubungan suami istri. Umumnya yang kita pelajari selama ini masalah pendidikan seks itu sudah diajarkan di bangku SMP- SMA.
Bahasanya pun langsung vulgar. Bahkan ada yg diajarkan langsung bagaimana tata caranya.
Nah, dalam Islam, mau belajar demikian harus memang sudah matang dan sudah siap menikah. Jangan diajarkan saat remaja
Kalau mengenai karakter agar menjadi suami yang mengayomi atau istri yang Sholihah, perlu dididik karakternya sejak kecil. Sangat perlu peran orang tua dalam membentuknya. Jangan sampai anak kehilangan figur ayah dan ibu.
Pertanyaan saya yang lain:
Untuk materi dari mba Ika bahwa: “Ustadz Budi Ashari, Lc dalam sebuah kajian di tahun 2014 menyatakan bahwa masalah besar jika pendidikan seksual yang diberikan justru membangkitkan syahwat dan mengeruhkan otak para pelajarnya. Dr. Adnan Baharits termasuk orang yang tidak setuju dengan pelajaran Biologi mengenai alat reproduksi untuk para pemuda (setingkat SMP-SMA). Menurutnya, hal itu justru membangkitkan syahwat yang tidak perlu. Pendidikan seksual adalah lahan subur bagi pengikut syahwat untuk menebarkan kebatilan, penyimpangan moral, dan pemikiran sesat mereka dengan dalil ilmiah. Salah satu contoh kesesatan dalam pendidikan seksual adalah anak boleh melihat aurat orangtuanya.”
Nah, ini mengingatkan saya pada pendapat teman yang tidak mau menyiapkan anaknya terkait mimpi basah dst, padahal dia dokter, dengan alasan nanti malah mempercepat puber. Berbeda dengan materi bu Elly Risman yang justru mengajarkan perbedaan mani, wadi, madzi dengan cairan yang mirip konsistensinya (lem dkk). Ternyata memang ada pakar lain yang berpendapat demikian ya, bahwa pengenalan justru bisa berdampak negatif.
Jawaban (mba Ika):
Iya mba. Jadi kalo Bu Elly Risman masih cukup banyak memakai cara pendidikan seks barat.
Dalam Islam, pengenalan mani madzi tidak perlu langsung di perhatikan demikian.
Jika anak sudah masuk usia tamyiz (mampu membedakan baik dan benar), mereka sudah dapat di ajak diskusi secara logika.
Nanti yang perlu menjalankannya adalah orang tua masing2. Jika anak laki, dikenalkan utk masalah baligh ini oleh ayahnya.
Misalnya, bisa diberitahu, “Abang, kalo nanti tahu-tahu Abang ngompol, tapi airnya bukan air pipis, namun lebih kental seperti lem, Abang kasih tau ayah ya. Karena tandanya Abang sudah baligh”
Atau kepada anak perempuan, pendekatan kepada ibunya yg melakukan. Dijelaskan saja apa itu haid,seperti apa awalnya.
Kesimpulan saya: Memang setiap orangtua bisa mencari tahu landasan mana yang lebih sesuai diterapkan di keluarganya, termasuk menetapkan prinsip mana yang akan diambil, pendapat pakar mana yang hendak diambil dan diikuti.