Pesona Buku Fisik Yang Masih Tetap Menarik

Waktu pindahan tahun lalu, barang yang paling memakan tempat ketika diangkut ke rumah baru ataupun dikirimkan ke rumah orang tua di Solo (ceritanya titip karena rumah baru kami cukup mungil) adalah buku. Ada sekitar selusin kardus besar yang mayoritas memuat buku-buku koleksi saya dan anak-anak. Bagaimana, ya, bahkan di era serbadigital seperti sekarang, buku cetak punya pesonanya sendiri.

Memang, sih, buku digital atau e-book itu sangat praktis dan tidak makan tempat. Seorang teman yang dalam dua tahun ini pindah tugas dari Australia ke Makassar lanjut ke Jakarta (di sini pun sempat pindah dari kos ke apartemen ke rumah dinas) lalu ke Ambon, bercerita bahwa ia akhirnya menyerah membeli buku cetak dan beralih sepenuhnya ke e-book. Andalannya adalah perpustakaan digital milik salah satu penerbit terkemuka. Jadi jika ternyata harus pindahan lagi, bawaannya bisa terkurangi secara signifikan. Di ponsel saya sendiri, aplikasi ini pun ada, di samping Let’s Read dan tentunya Google Play Books. Selain membeli, saya juga memasang aplikasi peminjaman buku digital gratis seperti iPusnas dan iJakarta.

Belum lagi, jika menilik faktor kelestarian alam. Buku cetak jelas memerlukan kertas yang berasal dari pohon yang ditebang. Meskipun buku bisa dibilang cukup mudah terurai di tanah kalau sampai tidak digunakan lagi, tetapi masih ada bahan lem, tinta, bahkan mungkin pelapis sampul yang tidak sepenuhnya ramah lingkungan. Faktor ini yang paling bikin merasa bersalah sebenarnya. Namun, tetap saja saya belum bisa meninggalkan kebiasaan menambah buku fisik di rumah.

Ternyata, saya tak sendirian. Survei di beberapa negara menunjukkan bahwa buku fisik masih menjadi primadona. Penjualan e-book dikabarkan tak mengalami peningkatan signifikan, bahkan cenderung menurun. Jika industri lain seperti musik terdisrupsi oleh platform digital, bahkan media seperti koran, tabloid, dan majalah cetak banyak yang berhenti terbit atau minimal beralih media menjadi versi digital saja, tidak demikian halnya dengan buku. Masih banyak yang terpesona dan susah berpaling dari buku fisik ini. 

Apa saja alasannya?

  • Lebih sehat untuk mata. Membaca lewat layar memang cenderung melelahkan mata. Akibatnya, mata menjadi kering atau justru berair terlalu banyak, terkadang penglihatan juga jadi kabur. Apalagi sekarang, sudahlah sehari-hari sekarang kita bekerja dan belajar nyaris seharian di depan gawai, rasanya capek kalau masih harus bekerja keras membaca layar ketika harusnya membaca buku ini adalah sesi relaksasi. 
  • Studi di Harvard juga menyatakan bahwa sinar dari penggunaan gawai khususnya menjelang waktu tidur akan membuat kita sulit terlelap, bahkan bisa mengganggu ritme sirkadian di tubuh kita. Jika ini berlarut-larut, hingga sampai menjadi gangguan tidur kronis, hubungannya bisa ke peningkatan risiko penyakit kardiovaskular maupun metabolik seperti obesitas dan diabetes.
  • Buku cetak cenderung membuat pembacanya lebih fokus, sehingga membantu terutama untuk belajar. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa siswa yang belajar dari buku cetak mendapatkan nilai yang lebih baik daripada yang membaca buku digitalnya. Studi kedua oleh peneliti yang sama menyoroti keberadaan fitur visual di salah satu penyedia layanan buku digital yang memang menarik, tetapi juga membuat pembaca mudah teralihkan perhatiannya. Penelitian lainnya menyebutkan bahwa sensasi taktil lewat sentuhan jari-jari kita yang menelusuri kata demi kata maupun membolak-balik halaman juga membuat informasi dalam buku cetak lebih mudah terserap.
  • Berdasarkan wawancara CNBC dengan salah satu jajaran pengurus Asosiasi Bookseller di Inggris, buku cetak masih terlihat keren jika ditenteng dan dikoleksi. Selain itu, kedekatan emosional dengan cerita yang disajikan dalam buku juga cenderung lebih terasa jika kita membaca buku cetak yang berbeda-beda, daripada membaca banyak buku dalam satu gawai yang sama.
  • Potensi diambil orang cenderung kecil, beda halnya kalau e-book reader kita atau gawai lainnya tercecer atau tertinggal di suatu tempat. Kalaupun basah, buku juga cenderung bisa lebih mudah dikeringkan, meskipun mungkin tergantung intensitasnya juga ya *teringat dua kardus buku yang kena banjir menjelang pindahan.
  • Khususnya untuk buku anak-anak, membaca buku fisik bersama orang tua akan menjadi pengalaman interaktif yang menyenangkan. Apalagi banyak buku berfitur, ya, yang menarik dieksplorasi tanpa perlu menggunakan teknologi di sisi kita. Kalaupun ada e-book yang punya fitur interaktif, tetap saja khawatirnya orang tua akan lebih sibuk menjelaskan soal fitur itu sendiri dan bagaimana menggunakannya, alih-alih berfokus pada menceritakan isi bukunya. Hal ini dibuktikan lewat sebuah studi yang meskipun sampelnya termasuk sedikit, tetapi mencoba menunjukkan bahwa batita yang dibacakan buku fisik lebih aktif memberikan tanggapan, baik lewat perkataan maupun gerak-gerik yang mengekspresikan bonding dengan orang tua. 

 

 
Ada yang punya alasan lain kenapa lebih asyik membaca buku fisik ketimbang buku digital? Atau justru berpendapat sebaliknya? 
 
#Writober2021
#RBMIPJakarta
#Pesona
 

Sumber: The Tech Advocate, CNBC, Mental Floss, Huffpost, Study International

Sumber gambar: freepik

26 thoughts on “Pesona Buku Fisik Yang Masih Tetap Menarik

  1. Masya Allah… saya juga masih cintaaaaa buku fisik. Punya ebook itu seperti memiliki tapi tidak memiliki. Tapi ya memang sekarang sedang saya coba kurangi dengan lebih memilah buku fisik yang dibeli. Sedangkan untuk buku yang sekedar pengen baca, saya lebih memilih pinjam ebook di iPusnas atau nyari di Play Book.

    • Ini sebetulnya juga alasan kuat untuk mengurangi beli buku fisik, ya, Mbak. Ada hisabnya juga nanti, huhuhu. Sekarang juga sudah ada ya sarana tukar baca buku yang difasilitasi oleh komunitas (atau bahkan sudah ada aplikasinya ya?), rasanya akan membantu memenuhi keinginan baca buku yang bikin penasaran tapi karena satu dan lain hal belum terbeli.

  2. Aku banget ini sukaaa banget beli buku fisik apalagi kalau dari penulis favorit! Kayak ada sensasinya gitu lho karena wanginya yang khas dan bisa dibaca dimanapun!

  3. kalau dipikir-pikir, memang lbh praktis buku dalam versi digital, gak ribet nympen, ngrawat dan gak repot kalau pindahan. Juga mendukung kelestarian lingkungan. Tapi ya gimana, saya juga masih termasuk aliran yang merasa lbh nyaman dan sreg baca buku fisik dan suka banget kalau beli buku ini dan itu.

  4. Bener juga ya, meski sekarang jaman digital, saya malah tetap berusaha mengumpulkan buku fisik, untuk bacaan anak anak di kampung saya ini. Yah mereka kan tidak pada punya gadget jadi buku fisik sangat masih dibutuhkan.

  5. buku fisik tetap seksi mba, gada yang bisa gantiin sensasi baca buku tuh, sama pas beli buku fisik tuh ada kebahagiaan tersendiri

  6. Daku pribadi tetep asik baca buku fisik.
    Kenyamanannya itu beda dari buku digital. Apalagi kalau buat temen perjalanan, gak bikin sepet mata, dan kalau digital kan kudu di swipe ya kalau gak hati² bisa bablas itu halaman 😁

  7. tooosss Mbak, samaan nih kita, saya pun juga sampai sekarang masih lebih suka dan nyaman baca buku fisik ketimbang ebook, walau kadang juga sih baca novel online gitu.
    ada rasa puas tersendiri ketika membaca buku fisik, membuka lembaran demi lembarannya dan kadang juga suka cium aroma buku yang khas gitu 😀

  8. Kalo aku udah jarang beli buku fisik sih, tapi jujur baca buku fisik tuh bikin mata gak mudah lelah kayak kalo baca buku digital. Dan kalo baca buku digital kayaknya lebih enak baca di laptop ketimbang hape, hehe.

  9. Aku juga masih suka baca buku fisik. Ga tau knp, aku lebih fokus baca buku fisik drpd e-book. Beberapa kali baca e-book, kudu ngulang beberapa kali baca baru deh paham maksudnya haha..

  10. ada sensasi sendiri ya kalau baca buku fisik tuh, rasanya lebih dapat feelnya hehe.. memang sekarang jadi lebih rumit perawatannya ketimbang buku biasa, tp bentuk fisik ini tetap menarik

  11. Walau sekarang sudah banyak buku cerita non fisik dan menarik tapi aku lebih suka buku fisik. Anak-anak juga lebih terasa kalau membaca kalau pakai buku fisik. Hihi.

  12. Wah aku juga senang pegang buku fisik. Tapi kalo misal ada buku import yang agak susah dicari di Indonesia aku menjatuhkan pilihanku dengan membaca versi digitalnya saja. 🙂 salam kenal kak.

Leave a reply to Ririe Cancel reply