Saya ‘mengaduk’ tumpukan baju di lemari. Aduh, benar dugaan saya. Baju suami yang satu itu tertinggal di rumah orangtua kami, entah yang di Solo atau di Pati. Saya lupa memperhitungkan kemungkinan ini ketika memesan gamis untuk kedua putri kami, yang warnanya disesuaikan dengan baju yang sudah saya dan suami miliki. Cita-cita bikin foto keluarga dengan busana senada terancam gagal.
Sejujurnya saya tidak terlalu mengikuti tren fashion muslim. Apalagi dulu. Sekarang sudah agak mending sih, walaupun tak sampai memaksakan ikut gaya yang ‘bukan saya banget’.
Kini saya lebih suka jilbab, pashmina, atau khimar yang longgar, menutup dada hingga bagian belakang. Bukaan depan baik berupa ritsleting/zipper atau kancing pada gamis, dress, blus, atau kaos agar nursing friendly karena status saya sebagai busui juga diutamakan. Alhamdulillah makin banyak penjual yang otomatis mencantumkan keterangan seperti ini di galeri produknya.
Bagi saya, tampil trendi ala hijabers tetap harus mempertimbangkan faktor kenyamanan dan kecocokan. Bahan, potongan, warna, semuanya menjadi penting. Plus harga, tentu saja, hehehe. Nah, untuk hal-hal seperti ini sebetulnya lebih pas kalau membeli langsung, ya, bisa melihat, menerawang, meraba… Hahaha, seperti memeriksa uang asli atau palsu saja, ya?
Namun, busana muslimah memang harus memenuhi beberapa syarat. Di antaranya tidak menerawang karena berisiko menampakkan aurat, dan bahannya harus yang nyaman agar pemakai betah mengenakannya untuk beraktivitas termasuk di luar ruangan. Ada pula kemungkinan perbedaan warna di layar akibat pencahayaan. Jadi, sebenarnya belanja ke toko atau pasar akan lebih memuaskan. Bahkan kalau memungkinkan, menjahitkan bahan akan lebih pas khususnya dari segi ukuran.
Sayangnya, seringkali waktu menjadi kendala. Saya sebagai ibu bekerja terus terang sekarang hampir selalu mengandalkan internet untuk berbelanja, termasuk belanja fashion muslim. Kalaupun tidak melalui online shop, ya ke teman atau tetangga yang karena sulitnya menyamakan jadwal juga tetap kirim-kirim katalognya lewat whatsapp misalnya, setelah deal baru deh ketemuan.
Nah, memilih baju dari katalog melalui browsing website maupun kiriman ini tetap saja agak lama, apalagi kalau yang dibeli lebih dari satu. Misalnya saat hendak membelikan baju untuk seluruh anggota keluarga. Adakalanya saya melihat baju anak yang ‘lucu’ buat kakak lalu terpikir bahwa kebetulan saya dan suami punya baju yang senada. Ujung-ujungnya beli yang dilihat lalu harus mencari lagi yang mirip untuk dedek. Lalu setelah tiga-tiganya ada, baru gedabrukan mencari baju suami yang perasaan ada tapi entah di mana.
Tampil dengan baju keluarga yang serasi memang kesannya enak dilihat. Jika diabadikan dalam bentuk foto pun tampak kompak, agar terpancar semangat happy family yang semoga terwujud dalam bentuk keluarga sakinah mawaddah warohmah yang sesungguhnya. Yang jadi pe-er–khususnya bagi ibu-ibu yang jadi penata gaya, pengelola jadwal kegiatan, sekaligus manajer keuangan keluarga– adalah mencari apa yang hendak dipakai.
Adanya kebetulan dan keberuntungan saat berburu secara dadakan bisa saja terjadi, tapi belanja terencana tentu lebih afdol. Apalagi kalau pilihan baju kompakannya sudah ‘tinggal tunjuk’ alias dipaket seperti yang disediakan oleh Ethica. Waktu yang diperlukan untuk memilah dan menentukan mana yang hendak dibeli jadi lebih hemat.
Merk ini awalnya saya kenal dari sebuah majalah wanita yang rutin diantar oleh loper koran ke meja kantor. Rupanya dulu nama yang
dipakai adalah Salsa, sebelum diubah menjadi Ethica. Tadinya sih saya amati produknya lebih banyak untuk anak dan remaja ya, tapi ternyata ada baju keluarganya juga, lho, dalam seri Hafa alias #HAppyFAmilyByEthica.
Koleksinya bisa diintip di website. Bahan yang dipakai seperti kaos pilihan dan katun mengakomodir kebutuhan akan material yang menyerap keringat dan luwes mengikuti gerakan, sesuai untuk iklim tropis.
Saya paling ‘jatuh cinta’ dengan model HAFA-20 yang terkesan bersih. Cocok untuk suasana bulan Syawal di mana seringkali ada kegiatan halal bihalal dengan dress code putih, atau event lain yang bernapas keagamaan atau semi-formal.
Sedangkan untuk kesempatan yang lebih santai saya rasa HAFA-19 bisa menjadi pilihan tepat. Model lain yaitu HAFA-23 dengan warna favorit saya, ungu, membuat saya sadar bahwa tampilan baju keluarga tak melulu harus dengan bahan yang persis, kombinasi bahan lain sesuai dengan karakter dan usia masing-masing juga bisa menyenangkan dipandang.
Contohnya, motif bunga nan ceria untuk ibu dan anak perempuan dan motif garis yang menghiasi baju koko atau kemeja untuk ayah dan anak laki-laki, keduanya dalam satu tone warna. Oh ya, sarimbit khusus untuk pasangan saja juga bisa, lho.
Yang saya suka juga, web resmi Ethica mencantumkan dengan komplet size pack untuk tiap jenis produknya. Ini penting karena patokan ukuran bisa jadi berbeda, dan memakai pakaian dengan ukuran yang tidak pas bisa mengurangi kenyamanan. Harga produk pun tercantum dengan jelas, jadi hitung-hitungan dapat segera dilaksanakan dan keputusan membeli bisa lebih cepat diambil (emak-emak banget, ya, hehehe).
Sistem penjualan dengan agen menurut saya punya nilai plus memudahkan calon pembeli mencari yang terdekat untuk menghemat ongkos kirim, siapa tahu bisa sekalian silaturahim dan memilih langsung jika ada stok, sekaligus membantu menggerakkan perekonomian masyarakat. Testimoni di situsnya juga membuat pengunjung lebih yakin akan kualitas dan keandalan Ethica.
Variasi warna dan motif yang beragam bisa disesuaikan dengan kesukaan tiap anggota keluarga atau tema acara yang hendak dihadiri. Produsen sekelas Ethica tentunya juga akan melakukan pemotretan dengan baik sehingga ketika barang sampai tidak mengecewakan akibat beda warna dengan ekspektasi misalnya. Pas banget lah jika Ethica dijadikan merk baju pilihan keluarga.