Langkah-langkah Jitu Atasi Anak Demam

“Demam itu sebenarnya adalah sesuatu yang muncul karena alasan. Tidak mungkin tubuh kita memunculkan sesuatu yang tidak lazim kalau tidak ada alasan,” sebut dr. Apin.

Kalimat di atas bukan untuk pertama kalinya saya dengar atau baca. Dari Milis Sehat, milis tempat dr. Arifianto, Sp.A. dan rekan-rekan termasuk para senior beliau dan para orangtua (non-nakes) yang peduli kesehatan keluarga aktif berbagi, juga dari postingan dr. Apin dan kawan-kawan, saya banyak belajar mengenai hal-hal serupa. Sejumlah sesi Program Edukasi keSehatan Anak untuk orangTua (PESAT) yang diselenggarakan oleh para anggota milis (tahun ini adalah tahun penyelenggaraan yang ke-17 di Jakarta, belum terhitung yang di daerah lain) pun sudah saya ikuti, beberapa di antaranya diisi oleh dr. Apin.

Namun, kendati sudah belajar di sana-sini, keinginan untuk terus belajar membuat saya melangkahkan kaki ke stasiun untuk naik KRL menuju ke Depok pada tanggal 1 Oktober lalu. Tempat yang saya (bersama anak-anak dan pengasuh) tuju adalah Gramedia Depok, tidak jauh dari Stasiun Pondok Cina. Di sanalah diagendakan peluncuran buku Berteman dengan Demam yang ditulis oleh dr. Apin bersama dengan rekan sejawatnya sesama kontributor website Sehat (www.sehat.web.id), dr. Nurul Itqiyah Hariadi, FAAP. Pastinya bukan sekadar acara seremonial untuk menandai resminya buku tersebut beredar ya, tetapi ada pula sesi berbagi yang diisi oleh dr. Apin.

Kepada para hadirin dalam acara launching buku, dr. Apin mengungkapkan bahwa sejak abad ke-17, demam sudah diketahui sebagai sesuatu yang punya tujuan baik yaitu memusnahkan musuh-musuh (kuman penyakit) yang ada di dalam tubuh kita. Penelitian saat ini sudah membuktikan bahwa memang inilah yang terjadi. Jadi jika kita masih berpikiran sebaliknya, maka kita bisa dibilang ketinggalan 4 abad.

Untuk bisa bilang anak kita demam, biasanya kita melakukan pengukuran suhu. Nah, yang jadi masalah, seringkali pengukuran ini dilakukan secara subjektif, yaitu dengan rabaan tangan. Rabaan ini boleh saja digunakan untuk deteksi awal, tetapi untuk memperoleh suhu yang objektif maka kita harus menggunakan termometer.

Termometer yang bisa digunakan antara lain termometer digital maupun inframerah, sedangkan termometer air raksa sudah tidak disarankan lagi untuk dipakai karena logam berat yang dikandungnya (ada risiko bisa termakan oleh anak, limbahnya pun bisa mengotori tanah). Apa pun pilihan termometer kita, “Yang penting dipakai, ya!” tukas dr. Apin. Sebab adakalanya termometer tidak sempat dipakai karena suhu rabaan sudah cukup membuat orangtua panik, lantas langsung meminumkan obat penurun panas.

Berapa pun suhu anak, ketika sudah dianggap demam dan anak sudah tidak nyaman maka berarti sudah muncul alarm, tanda bahwa ada sesuatu yang tidak lazim yang membuat suhu tubuh naik.  Jadi, “Yang kita cari tahu adalah kenapa anak ini demam, bukan bagaimana harus segera menurunkan,” terang dr. Apin.

Memang, demam cenderung menjadi ‘hantu’ menakutkan bagi para orangtua. Pertama, jelas karena anak biasanya menjadi tidak nyaman dan rewel. Untuk menyamankan anak, orangtua bisa membantu misalnya dengan menyejukkan suhu ruangan. Pakaikan baju yang sesuai, tidak harus diberi baju tebal dan selimut seperti kebiasaan beberapa orangtua. Soal baju ini tergantung juga maunya anak bagaimana (bisa ditanya dulu), bahkan baju tipis bisa lebih membantu. Kompres air hangat (dan bukan dengan air es yang sifat mendinginkannya hanya sementara) juga dapat menolong agar aliran darah lebih lancar dan panas tubuh lebih cepat terbuang ke udara.

Kedua, orangtua khawatir anak akan kejang akibat panas yang terus naik, dan kejang demam (sebagian orang menyebutnya step, dari kata bahasa Belanda stuip) ini identik dengan risiko merusak otak.

Menanggapi hal ini, dr. Apin menjelaskan bahwa kejang demam pada umumnya tidak berbahaya. Apalagi kejang demam sederhana yang reda sebelum lima menit. “Mayoritas kejang karena demam tidak merusak otak,” tegas dokter yang berpraktik di rumah, Markas Sehat, dan RSUD Pasar Rebo ini. Yang patut mendapat perhatian khusus adalah kejang tanpa demam, atau kejang yang kejadiannya berulang dalam waktu 24 jam.

Yang sesungguhnya lebih wajib diwaspadai dari demam adalah adanya risiko dehidrasi. Maka, menjaga asupan cairan menjadi penting. Cairan ini bisa diberikan oleh orangtua dalam bentuk air putih, kuah sup, jus buah, bahkan es krim. Ya, es krim. Ingat kan, resep dr. Apin yang diunggah ke facebook dan sempat viral beberapa waktu yang lalu, yang memuat es krim sebagai ‘obat’ untuk anak yang sedang sakit? Senada dengan uraian dokter keluarga kami yang juga teman dr. Apin, dr. Apin menggarisbawahi “Sebenarnya (es krim) nggak apa-apa.” Kalau anak happy dengan pemberian es krim favoritnya, justru bisa terbantu untuk lekas pulih.

Meski demikian, dr. Apin paham bahwa kejang khususnya yang terjadi untuk pertama kalinya pada anak tampak menyeramkan. Maka dr. Apin menyarankan untuk mengikuti kata hati termasuk segera menghubungi tenaga medis jika kejang pada anak berkelanjutan. Akan lebih baik sih jika orangtua tidak gampang panik. Termasuk saat berkonsultasi ke dokter pun, orangtua seyogyanya sudah punya bekal memadai.

Bagaimana cara memberdayakan diri agar jadi (orangtua) pasien yang cerdas? Kalau saya sih memilih untuk belajar dari dr. Apin dan kawan-kawan, baik melalui buku-buku mereka, seminar yang mereka isi, diskusi di milis, menonton video edukasi, memantau postingan di media sosial. Memang sih, ada yang bilang bahwa semua dokter kan sudah sekolah sekian lama. Apa susahnya sih tinggal ikuti saja apa pun kata mereka, siapa pun dokter yang kita temui, karena mereka pasti tahu yang terbaik.

Tapi, terus terang saya lebih condong ke gerakan dr. Apin dan rekan-rekan untuk memberdayakan pasien (atau orangtua pasien). Bukan untuk jadi keminter di hadapan dokter, melainkan agar lebih tanggap mengamati gejala dan ketika dokternya mengajak diskusi pun kita jadi lebih mudah memahami. Saat memeriksa, dokter biasanya juga sambil menanyakan gejala-gejala yang terlihat sebelumnya kepada kita yang membersamai anak, bukan? Kapan mulai demam dan sempat turun sendiri suhunya atau tidak, ruam muncul sejak kapan, bagaimana frekuensi pipis anak, sempat ada sariawan atau tidak, sesak napasnya seperti apa, dst. Jika kita sudah paham, pertanyaan tersebut akan lebih mudah kita jawab. Sebaliknya, jika dokter meresepkan sesuatu, dengan bekal pengetahuan, kita bisa memberikan tanggapan seperti adanya alergi obat tertentu, kebiasaan makan anak yang ada hubungan dengan cara minum obat, dst. Pastinya informasi yang kita jadikan bekal juga bukan sembarang asal googling, ya. Bahkan di Milis Sehat, nggak boleh tuh, pakai alasan ‘habisnya kata milis ini kan biasanya begini…’ Kalau kita hendak mengambil suatu keputusan di bidang kesehatan, harusnya kita juga berusaha mencari tahu latar belakangnya secara ilmiah, bukan sekadar katanya-katanya. Biar mantap juga kan, termasuk tidak salah tangkap maksud diskusi di milis. Ada lho yang menganggap ‘aliran’ Rational Use of Medicine yang diterapkan oleh Milis Sehat ini sebagai anti-obat. Padahal bukan seperti itu maksudnya. Penggunaan obat rasional yang antara lain juga dikampanyekan oleh WHO ini bertujuan agar kalaupun perlu pakai obat ya harus tepat dari segi indikasi, jumlah, biaya, dan seterusnya. Bukan berarti pula jadi orangtua yang tega dan cuek, karena justru dari sanalah saya belajar bagaimana memantau tanda kegawatdaruratan.

Tentu bisa dipahami juga bahwa banyak orangtua yang merasa kesulitan belajar soal kesehatan anak. Keterbatasan waktu sering menjadi rintangan. Oleh karenanya, lagi-lagi, saya senang dengan terbitnya buku Berteman dengan Demam ini yang menjadikan orangtua lebih mudah belajar secara menyeluruh dibandingkan dengan membaca sekilas-sekilas status facebook dr. Apin dkk yang kadang juga terhalang kualitas jaringan, pulsa, atau harus mencari-cari dulu, meskipun sarana ini juga sangat bermanfat untuk pengingat atau pemicu belajar lebih jauh. Salah satu buku dr. Apin sebelumnya, Orangtua Cermat Anak Sehat (buku lainnya adalah Pro Kontra Imunisasi) menjadi andalan saya untuk dihadiahkan pada teman-teman khususnya yang sudah menikah, karena menurut saya sangat informatif dan mendidik. Jadi nggak sabar menunggu buku ini sampai di rumah. Iya, saya sudah sempat memesan lewat sistem pre-order secara online, jadi kemarin di Gramedia Depok tidak ikutan beli, hehehe. Agak nyesel juga sih, karena jadinya harus menunda beberapa hari lagi untuk bisa membaca isinya. Semoga bukunya segera tiba, ya.

#ODOPOKT5

Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah.

2 thoughts on “Langkah-langkah Jitu Atasi Anak Demam

  1. Kalau bukunya udah sampe siap-siap nunggu baca resensinya ya 😁
    Memang awal-awal saya jadi ibu juga panikan sampe menggunung buku-buku dan tabloid tentang pengasuhan anak saya beli. Kalo udah 7 anak kayak sekarang udah terlatih banget buanget tapi tetep waspada kalo anak demam.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s