Sugar Rush, Mitos atau Fakta?

Di grup ibu-ibu di whatsapp maupun di kantor (yang isinya padahal mayoritas lelaki), bahasan mengenai ‘mabuk gula’ ini mengemuka beberapa hari belakangan. Katanya, anak-anak memang jadi cenderung susah di-stop, cenderung lebih semangat lari-larian, lompat-lompat, hingga begadang kalau sudah banyak makan kue manis atau minum minuman manis. Bahkan tak hanya ‘di dunia nyata’, dalam trailer film Olaf’s Frozen Adventure yang sempat saya tonton tampak mata Olaf berputar begitu menggantikan wortel yang selama ini menjadi hidungnya dengan permen berbentuk tongkat (candy cane). “Sugar rush!” teriak si orang-orangan salju ‘hidup’ ini.

Sugar rush atau sugar high biasanya diartikan sebagai kondisi amat aktif atau kelewat bersemangat dalam berkegiatan, biasanya terjadi pada anak-anak, yang dipicu oleh banyaknya konsumsi gula. Sekilas sepertinya hal ini logis, karena kalori yang masuk menjadi bahan bakar dalam beraktivitas, bukan? Gula yang tinggi kalori pun lalu menjadi kambing hitam atas ulah anak-anak yang tampak berlebihan.

Dikutip dari WebMD, tahun 1973 orang-orang mulai menaruh perhatian terhadap kandungan pada makanan yang dianggap bisa berpengaruh ke perilaku. Yang memicu kepedulian tersebut adalah dokter ahli alergi Benjamin Feingold dengan pengaturan makannya yang populer, Feingold Diet. Sang dokter percaya bahwa hiperaktivitas bisa dikendalikan dengan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung salisilat, pewarna makanan, dan perisa buatan. Sebetulnya tidak ada penyebutan gula secara spesifik dalam aturan dr. Feingold, tetapi masyarakat yang membaca, terutama para orangtua jadi berpikiran bahwa bahan tambahan makanan pada umumnya juga sebaiknya dihindari, termasuk gula.

Dalam sepuluh tahun terakhir, tulis WebMD, sudah ada beberapa penelitian yang berfokus pada efek gula terhadap perilaku anak. Sejumlah studi ini cukup tepercaya, antara lain karena kuantitas gula dalam pola makan anak-anak yang diteliti sudah dipantau dengan baik, sudah ada perbandingannya dengan pemberian plasebo, dan metodenya sudah double-blind. Sebuah meta-analisis menyeluruh atas penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, yang kemudian diterbitkan dalam Journal of the American Medical Association, menyimpulkan bahwa asupan gula secara umum tidaklah memengaruhi perilaku anak. Namun memang, disebutkan juga bahwa barangkali bisa saja ada sejumlah kecil anak yang terpengaruh samar-samar.

David Benton, profesor psikologi dari Swansea University mengungkapkan pada Telegraph bahwa sebetulnya sugar rush ini cuma masalah persepsi orangtua saja. Biasanya anak-anak akan jadi ‘hiperaktif sesaat’ di pesta-pesta atau sewaktu bertemu teman-temannya, karena memang suasananya mendukung. Seru, kan, main dengan teman-teman sebaya. Belum lagi kalau penyelenggara acara menyediakan sarana permainan atau games berkelompok yang menarik. Karena orangtua, terutama para ibu, sudah menganggap bahwa bakal ada pengaruh kue-kue atau minuman manis yang dikonsumsi di acara tersebut, maka sudah ada antisipasi terhadap kejadian aktifnya anak-anak. Ekspektasi orangtua terhadap perilaku anak pun jadinya berbeda, dan ini seolah-olah membenarkan mitos sugar rush.

Perkataan ini sejalan dengan studi dalam Journal of Abnormal Child Psychology, yang juga menunjukkan bahwa ibu yang percaya bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh gula yang dikonsumsi ternyata akan lebih mengawasi dengan ketat dan banyak menegur anak ketika mereka diberitahu anaknya habis minum minuman bergula ketimbang ibu yang diberitahu bahwa anaknya diberi minuman dengan pemanis non-gula. Otomatis anak ibu-ibu yang percaya anaknya habis minum minuman bergula tampak lebih hiperaktif di mata ibu mereka, kan memang lebih ‘dipelototin dan dikritik’.

Hanya saja, masih dari sumber yang sama, Profesor Graham Macgregor dari Wolfson Institute at Queen Mary University of London juga memberi peringatan akan bahaya obesitas yang mengancam. Ya, kalaupun konsumsi gula tidak bikin anak-anak amat-sangat-aktif, masih ada risiko kegemukan yang mengintai kalau mereka kebanyakan mengonsumsi yang manis-manis tanpa kendali. Belum lagi potensi diabetes dan kerusakan gigi (jika gigi tidak dibersihkan dengan baik).

BBC menyebutkan bahwa ada pula penelitian yang mencari hubungan antara konsumsi gula yang terlalu banyak dalam jangka waktu lama dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (ADHD-attention-deficit/hyperacivity disorder), tetapi hubungan sebab akibat yang jelas masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Memang ada beberapa anak yang ‘sensitif’ atau menunjukkan reaksi alergi jika menyantap makanan/minuman bergula, tetapi menurut peneliti, jumlah ini tidak cukup untuk dijadikan acuan terhadap populasi secara umum.

Kalaupun memang orangtua merasa anaknya hiperaktif (dan secara medis, pemakaian istilah ini juga tidak bisa sembarangan, lho), maka temuilah ahlinya. Konsultasikan dengan dokter, ahli gizi, atau subspesialis alergi agar bisa diperiksa terlebih dahulu dan ditetapkan langkah berikutnya. Langsung menerapkan sendiri pendekatan yang ekstrem seperti tidak memberikan makanan tertentu yang dipercaya berpengaruh, malah bisa berbahaya.

Sumber tulisan:

 

https://www.webmd.com/parenting/features/busting-sugar-hyperactivity-myth#1

http://www.telegraph.co.uk/news/science/science-news/11657719/Sugar-does-not-make-children-hyperactive-claims-psychologist.html

http://www.bbc.com/future/story/20130722-does-sugar-make-kids-hyperactive

http://www.yalescientific.org/2010/09/mythbusters-does-sugar-really-make-children-hyper/

foto: sxc.hu

#ODOPOKT12

Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah.

4 thoughts on “Sugar Rush, Mitos atau Fakta?

    • Nah, para ahli yang saya kutip di atas justru menemukan bahwa alasan tersebut tidak ada hubungannya, Mba. Kalau dikaitkan ke risiko obesitas, diabetes, atau kerusakan gigi masih bisa.

  1. Pingback: Jurnal Ulat-ulat 3 Bunda Cekatan: Kumpul Keluarga | Leila's Blog

  2. Sempet kebayang nih aku kira abang aktif tuh salah satu nya karna aku kasih dia permen atau minuman manis sejenis nya smp kadang waktu nya jam tidur mereka pun masih aktif

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s