Writober 5: Saat Manusia Menjadi Parasit

Takut. Itulah kesan pertama saya begitu melihat poster film Parasite ini. Kesannya suram, mungkin karena ada kaki dengan posisi yang cukup aneh di halaman berumput, yang bisa saja bagian tubuh dari seseorang yang sudah meninggal atau setidaknya kehilangan kesadaran. Mata para tokoh pun ditutup dengan ‘pita’ hitam bak sekawanan pelaku kriminal.

Meski rasanya merinding memandangi poster film Parasite, saya memberanikan diri untuk menonton. Bagaimana tidak, film ini memenangkan penghargaan tertinggi di Festival Film Cannes yang bergengsi itu. Saya buru-buru mencari jadwal terdekat, karena sempat berpikir keburu filmnya tidak tayang lagi mengingat temanya agak berat. Ternyata film ini malah bertahan cukup lama di jaringan bioskop CGV.

Sebelumnya, saya tetap menyempatkan diri untuk mencari tahu cerita filmnya dulu sebelum akhirnya memesan tiket. Bukan apa-apa, saya malas kalau ternyata ini film horor πŸ˜…. Alhamdulillah, ternyata saya menemukan sejumlah ulasan yang menggambarkan isi filmnya tanpa terlalu banyak membocorkan kejutan yang akan ditemui. Bagi saya, sedikit informasi soal kejutan kadang ada baiknya diketahui supaya saya sebagai penonton juga siap-siap dulu, kapan perlu mantengin layar lebih intens biar petunjuk tidak terlewatkan.

Jadi, Parasite ini sejatinya film thriller. Menegangkan dan bikin bulu roma berdiri, memang. Apalagi ketika ada adegan berdarah-darah. Syukurlah, bukan genre horor. Visualisasi dalam film banyak menyajikan simbol yang belum tentu kita sadari pada pandangan pertama dan sebagian topik pembicaraan para tokohnya mungkin hanya bisa dipahami oleh yang mengikuti situasi sosial di Korea sana. Akan tetapi, filmnya secara keseluruhan tetap dapat diikuti dengan cukup mudah.

Parasite membahas perbedaan kelas sosial yang begitu mencolok. Ada kelas atas yang dengan cuek tetap menggelar pesta mewah di kala masyarakat sedang terkena bencana banjir hingga harus diungsikan, ada pula kelas bawahnya yang tergiur dengan segala kemewahan itu. Ya, harta memang merupakan godaan besar yang akhirnya membuat sebagian orang menghalalkan segala cara, mulai dari menipu sampai menghilangkan nyawa. Tangga dan perbedaan ketinggian tempat yang beberapa kali disoroti menjadi analogi dari perbedaan dan proses tersebut.

Yang saya masih penasaran sebetulnya adalah apakah istri tuan kaya itu memang sepolos itu hingga dengan mudah percaya pada orang yang baru dikenalnya. Saya sempat menebak barangkali nyonya ini hanya berpura-pura, untuk kemudian melakukan pembalasan. Namun, ternyata tidak demikian. Mungkin pembuat film ingin menunjukkan bahwa memang ada orang yang senaif itu karena sejak lama sudah terbiasa dengan segala kemudahan dan kelancaran.

 

Writober Rumah Belajar Menulis Ibu Profesional Jakarta hari kelima, tema “Takut”.

#Writober #RBMIPJakarta #IbuProfesionalJakarta

5 thoughts on “Writober 5: Saat Manusia Menjadi Parasit

  1. Huaaa Parasite..

    Waktu buat review tentang Film ini waktu habis menontonnya, kalau ada yang tanya apa aku merekomendasikan film ini? aku akan jawab engga, walaupun filmnya bagus dan terbukti menang di Festival Film.

    Bagiku film ini menyeramkan :”””
    Cara penyampaian “hikmah” nya benar-benar menyeramkan >,<", walaupun ga memungkiri di dunia nyata bukan tidak mungkin ada yg seperti itu :". Tetap seram bagiku :(.

    Unpopular opinion,
    aku paling kagum sama sosok Ibu Moon Gwang, yang bakti to the Max bangat sama suaminya, huhu. Walaupun suaminya ga kerja, ga ngapa-ngapain hanya bersembunyi di banker. Tapi Ibu Moon Gwang tetap melayani dan memenuhi kebutuhan suaminya, heuheu. #IstriSholihaSekali, wkwk

  2. Pingback: Rekap Writober | Leila's Blog

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s