[Kliping] Batuk, Pneumonia dan Sesak Napas pada Anak

Awal masuk TK, Fathia malah batuk. Lumayan juga, dari yang tadinya sudah mendingan waktu mudik sepertinya ketularan lagi begitu kamu kembali. Karena sampai demam beberapa kali, jadinya Fathia harus nggak masuk sekolah selama tiga hari dalam dua minggu pertamanya bersekolah.
image

image

Dalam masa itu terus terang saya deg-degan ketika memantau hitung napasnya (selain juga asupan cairan). Soalnya sesak nafas merupakan salah satu tanda kegawatdaruratan, kan? Khawatir kalau ternyata pneumonia. Berikut dari Ayahbunda:

Sesak napas karena pneumonia beda dengan asma. Pada pneumonia, kesulitan napas terjadi pada saat anak menarik napas. Sedangkan pada asma, kesulitannya saat mengeluarkan napas, bahkan terkadang bunyi ngik-ngik atau mengi.
Pedoman Perhitungan Frekuensi Napas (WHO)
Usia anak    Napas Normal         Napas Cepat
0–2 bulan    30–50 per menit    > 60 per menit
2-12 bulan   25-40 per menit     > 50 per menit
1-5 tahun    20-30 per menit     > 40 per menit

Saya tetap kontak-kontakan sama dokternya, tentu. Dan buka-buka juga arsip milis sehat. Sekalian dikopi kemari biar gampang. Alhamdulillah sih, sudah berlalu. Tinggal PR balikin bb-nya yang sempat menyusut, huhuhu.

Dari arsip milis sehat bulan September 2013:

  • Dear Mba,

    Coba diperhatikan apakah napas cepat saja (yang umum terjadi kalau sedang demam) atau sesak napas? Coba pelajari ini:

    Definisi sesak napas:

    – tarikan otot-otot perut (sampe kalau napas tuh perutnya keliatan kembang kempis gitu)
    – tarikan otot-otot dada (sama juga kalau napas dadanya keliatan kembang kempis…bahasanya saya sampe keliatan “nekuk” ke dalam, mudah-mudahan bisa dibayangkan)
    – tarikan otot-otot leher
    – cuping hidung kembang-kempis

    Semakin ke atas semakin “parah” sesak napas ya (maksudnya kalau sudah sampe cuping hidungnya yang kembang kempis berarti sesak nafasnya bisa dikategorikan “parah”).

    Video Breathing Problems & Respiratory Distress
    Breathing difficulties:
    1. http://www.youtube.com/watch?v=GUkh1EGXvaE
    Retraksi dada; lekuk leher tertarik ke dalam kala menarik nafas; mengi terdengar jelas.

    2. http://www.youtube.com/watch?v=ZpGK8auKh0U&feature=related
    Retraksi dada; lekuk leher tertarik ke dalam kala menarik nafas; kemungkinan ada mengi (nggak terdengar di videonya)

    3. http://www.youtube.com/watch?v=U-RfbrnMJZE&feature=related
    Retraksi dada; lekuk leher tertarik ke dalam kala menarik nafas; kemungkinan ada mengi (nggak kedengeran di video-nya)

    Respiratory distress (derajatnya sudah lebih berat daripada breathing difficulties dalam ketiga video di atas):
    4. http://www.youtube.com/watch?v=pF_1wu4Q7wk
    Retraksi dada; lekuk leher tertarik ke dalam kala menarik nafas; mengi
    masih terdengar (ada juga suara lendir di tenggorokan).

    5. http://www.youtube.com/watch?v=sJLHiTaXrtc
    Retraksi dada; lekuk leher tertarik ke dalam kala menarik nafas;
    kemungkinan mengi sudah tidak ada (pada sesak napas berat atau repiratory
    distress, mengi malah sudah tidak ada lagi –lihat pocket guide GINA https://ginasthma.org/pocket-guide-for-asthma-management-and-prevention/).

    Anak sendiri apa lemas, tidak mau beraktivitas, makan minum sam sek? Berapa kali pipis dalam sehari?

    Bila Mba yakin sesak napas juga anak tidak mau makan minum dan menunjukkan tanda dehidrasi ya segera ke dokter.

    Mengenai pemberian paracetamol, pertimbangkan risk vs benefit Mba. Bisa dicoba dulu metoda membuat nyaman yang lain yang trik-triknya sudah buanyak banget di-share.

    HTH

    Your BFF-Breastfeeding Friend, F.B.Monika, @f_monika_b

    La Leche League (LLL) Leader of Roc, South NY,US

  • purnamawati.spak@…
    Sun, 05:44 PM
    Sesak (dyspnea) atau napas cepat (tachypnea)?
    Saat demam, napas pasti cepat.
    Kalau sesak, kan bukan sekedar frekuensi.
    Kedua, saat menghitung frekuensi napas, apakah anak sdg tidur? Ukur frek napas harus saat anak tidur.
    Apakah mungkin lebih dari sekedar common cold?
    Waktu ke IGD, diagnosisnya apa? Kok dinebul NaCl?
    Bukan pneumonia dong ya
    Bukan juga bronkiolitis

    Coba assessment nya diperbaiki

    Wati

    -patient’s safety first-

Yang ini email dr. Anto, Sp.A. Juli 2016

Pneumonia adalah diagnosis klinis, terdapat sesak napas yang ditandai dengan upaya peningkatan volume paru, gejala berupa retraksi atau cekungan dan peningkatan frekuensi napas.
Derajat pneumonia bisa ringan, sedang atau berat. Pada pneumonia terdapat peningkatan upaya pemenuhan kebutuhan oksigen dengan parameter obyektif saturasi oksigen. Bila kadar saturasi oksigen <92% maka perlu terapi oksigen atau bila saturasi >92% tetapi terdapat peningkatan upaya napas (frekuensi meningkat dan dada cekung) maka juga diperlukan oksigen.

Bagaimana penyebabnya?
Pneumonia bisa disebabkan virus atau bakteri bahkan jamur. Yang paling sering tentu virus atau bakteri. Bila gejal awal terdapat common cold maka mengarahkan kepada virus. Namun perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan, kenapa? karena tingkat kesakitan dan kematian pneumonia tinggi apalagi pada kelompok risiko tinggi (neonatus, bayi, gizi buruk, asma kronik, pemakaian steroid lama, penyakit jantung bawaan, gangguan sistem imunitas atau lansia)

Dari laboratorium dinilai adalah leukosit: secara umum 3-36 bulan, bila leukosit >15.000 maka mengarahkan kepada infeksi bakteri. Dilihat hitung jenis leukosit, bila peningkatan pada batang atau segmen maka mengarah kepada bakteri, sementara bila limfosit yang meningkat maka mengarah kepada virus.

Sementara pemeriksaan rontgen thoraks akan membantu: bila infiltrat (gambaran putih tampak pada satu lobus (bagian) paru maka mengarahkan kepada bakteri.

CRP merupakan protein reaktif akut yang meningkat pada proses peradangan, Peradangan dapat disebabkan oleh bakteri atau virus atau luka jaringan, jadi CRP membantu diagnosis, bukan standar emas. Standar emas adalah bilasan bronkus, tetapi ini tidak dilakukan rutin karena tingkat kesulitan dan manfaat dan risikonya.

Bila terdapat keraguan antara virus dan bakteri?
Bila terdapat fasilitas lengkap dan dapat diperiksa lengkap, secara umum bila didahului infeksi virus, tidak terdapat peningkatan leukosit, atau peningkatan pada limfosit saja, gambaran rontgen mendukung virus maka dapat diterapi sebagai pneumonia karena virus dengan pemantauan, dalam 48 jam bagaimana respons klinis, bila perburukan maka dilakukan evaluasi ulang.

Bila terdapat peningkatan leukosit, segmen atau batang, rontgen thoraks sesuai dengan bakteri maka diterapi antibiotik, dan pemantauan sama 48-72 jam harus memberikan respons perbaikan, bila tidak membaik maka perlu evaluasi ulang.

Kortikosteroid setahu saya tidak termasuk dalam tata laksana pneumonia (bisa cek di pneumonia guideline British Thoracic Society, atau IDSA)
semoga bisa membantu dan lekas sembuh.

salam,
-anto- (dr. Yulianto milis sehat)

Ada juga infografisnya lhoo…sila mampir ke blog Icha ini.

 

Catatan tambahan terkait salah satu obat batuk yang biasa digunakan (ambroxol): http://www.idionline.org/wp-content/uploads/2016/04/SURAT-KE-IDI-DAN-DDL-B-POM.pdf

Cerita Nama Fathia dalam Buku

Mbak Dewi Rieka atau biasa dipanggil mbak Dedew adalah penulis produktif sekaligus blogger yang saya kenal sejak kami sama-sama menjadi anggota milis pembaca majalah Cita Cinta, sekitar sepuluh tahun yang lalu.  Lantas kami pun cukup aktif ngeblog di Multiply. Kini Mbak Dedew makin moncer saja karier menulisnya (tahu seri Anak Kos Dodol yang salah satunya sudah difilmkan, kan?), saya mah masih begini-begini saja, hehehe. Pada suatu hari (ah, saya mencoba menghindari kata ini tapi kok ya susah) mbak Dedew menghubungi saya menanyakan kisah penamaan putri pertama saya dan suami. Berceritalah saya, yang sedang hamil Fahira, melalui pesan singkat.

Continue reading

Kakak Mia

Fathia termasuk pelanggan setia odong-odong yang lewat di depan rumah. Odong-odong yang biasa Fathia naiki bentuknya standar, berbentuk boneka hewan di baris depan dan kursi bersandaran di baris belakang. Baru belakangan saya tahu ada yang berbentuk roda juga, tapi jarang lewat di gang kami. Biasanya sih Fathia naik odong-odong bersama teman-temannya, alias tetangga satu gang, ditemani ibu atau pengasuh masing-masing. Ada masanya Fathia sampai nangis-nangis ketika odong-odong keburu berlalu dan ia tak sempat naik (biasanya karena sedang berada di dalam rumah), tapi kadang-kadang juga Fathia melengos begitu saja menanggapi lewatnya bapak operator odong-odong di depan mata.

Serius amat, Nak :D

Serius amat, Nak 😀

Di hari libur, Fathia jarang naik odong-odong karena saya dan suami suka mengajaknya jalan-jalan (entah ke taman atau sekadar ke pasar) pada jam lewatnya odong-odong. Bukan sengaja menghindari sih, hanya kebetulan jamnya kan pas tuh, belum panas-panas banget. Nah, ketika suatu hari saya cuti karena pengasuh Fathia belum kembali, saya berkesempatan menemani Fathia naik odong-odong. Selama odong-odong bergerak, musik pun mengiringi. Alhamdulillah bapak yang biasa lewat ini memutar lagu anak-anak, karena saya pernah dengar ada pula yang menyetel lagu dewasa populer dengan lirik lagu eksplisit. Sekali naik sama dengan dua lagu, cukup dengan membayar dua ribu rupiah perorang.

Sambil senyum-senyum menyaksikan tingkah laku lucu Fathia dan teman-temannya di atas odong-odong, saya menyimak lagu yang diperdengarkan. Salah satu lagunya agak asing di telinga saya, dan saya agak berjengit ketika menyimak lebih saksama.

“Kakak Mia, kakak Mia
Minta anak barang seorang
Kalau dapat, kalau dapat
Hendak saya suruh berdagang

Anak yang mana akan kaupilih?
Anak yang mana akan kaupilih?
Itu, yang gemuk yang saya pilih
Bolehlah ia berjual sirih
Sirih! Sirih! Siapa beli?
Sirih! Sirih! Siapa beli?

Kakak Mia, Kakak Mia
Minta anak barang seorang
Kalau dapat, kalau dapat
Hendak saya suruh berdagang

Anak yang mana akan kauambil?
Anak yang mana akan kauambil?

Itu, yang kurus yang saya ambil
Bolehlah ia jual kerambil
Krambil! Krambil! Siapa beli?
Krambil! Krambil! Siapa beli?”

Minta anak? Buat disuruh jualan? Ini… trafficking-kah? Setelah googling, ternyata tak hanya saya yang berpikir seperti itu yang artinya saya aja yang telat, termasuk penulis keren Sundea yang tentunya menuliskan hal ini dengan lebih baik. Ya, kalau mau berpikir positif sih, lagu yang aslinya konon punya judul ‘Bermain’ dan diciptakan oleh Ibu Sud ini barangkali hendak mengajarkan wirausaha sejak dini. Tapi kenapa harus minta anak ke orang lain segala, ya? Sampai ada blogger yang berpendapat Kakak Mia ini entah penyalur anak untuk dikaryakan atau pengurus panti asuhan. Oya, ternyata ada juga organisasi yang berkecimpung di bidang HAM yang menggunakan lagu ini untuk permainan anak dengan tujuan edukasi, dengan sedikit modifikasi lirik. Dalam materinya antara lain disebutkan “Adakalanya seorang anak harus bekerja, namun demikian anak tetap harus terlindungi hak-haknya dan pihak berwajib harus memastikan bahwa anak terhindar dari eksploitasi maupun trafficking.” (ada modul yang bisa diunduh melalui google, tapi tidak berhasil dicari tautan aslinya di situs yang bersangkutan).

Kenalan sama Sariawan

Akhirnya Fathia mengalami juga yang namanya sariawan. Jujur, ini salah satu yang paling saya takuti sejak dulu…. lha nggak sariawan aja makannya suka mood-mood-an, gimana kalau kena? Benar saja, Fathia bukan hanya tidak mau makan, bahkan air putih favoritnya pun ditolak! Tiga malam kami semua begadang karena Fathia terus-menerus menangis, hanya bisa terlelap beberapa menit untuk kemudian bangun lagi dan menangis lagi, sampai menjelang subuh. Saat terjaga pun, tertawa jadi hal yang menyakitkan, sampai nggak tega mau ngajakin bercanda (padahal maksudnya kan biar lebih ceria).

Begitu melihat gejala sariawan di Fathia, saya buka-buka lagi deh tulisan bu Julia. Karena panjang, nanti saya tempel di akhir tulisan ya. Sudah lama baca tulisan ini dikirim berulang kali di milis Sehat, copas ke sini saja sekalian buat arsip.

(update yang saya tambahkan belakangan)

Yang ini tulisan dr. Arifianto Apin https://www.facebook.com/arifianto.apin/posts/10205474698541285

Benarkah kebanyakan sariawan pada anak disebabkan oleh jamur?

Ya, tidak jarang seorang anak pergi ke dokter dan dinyatakan mengalami sariawan. Lalu pulang dari dokter dengan membawa resep: nistatin alias antijamur.

Benarkah demikian?

Ternyata tidak. Infeksi jamur penyebab sariawan terjadi pada anak-anak dengan daya tahan tubuh menurun, seperti mereka yang sakit leukemia (kanker sel darah putih) dan mendapatkan kemoterapi. Atau anak-anak dengan HIV/AIDS.

Lalu apa penyebab tersering sariawan pada anak?

Seperti yang ada di foto-foto, secara umum sariawan (sores) dibagi 2: cold sores dan canker sores. Nah, cold sores ini letaknya biasanya di bibir dan gusi. Penyebabnya adalah virus herpes simpleks (HSV). Canker sores lokasinya lebih ke dalam lagi, bisa sampai ke langit-langit. Dan bentuknya bisa lebih putih, yang kadang dipikirkan sebagai infeksi jamur, padahal bukan. Penyebab canker sores lebih variatif dan belum jelas benar, bisa karena trauma gigitan, stres psikologis, sampai “bakat” alias keturunan (ada kaitannya dengan sistem imun juga).

Prinsip penanganannya adalah: baik cold maupun canker sores akan sembuh dengan sendirinya dalam 1 sampai 3 minggu. Lalu apa obatnya? Lagi-lagi dan lagi-lagi…. SABARRR. Ya, pemberian antivirus, apalagi antibiotik bahkan antijamur tidak terbukti mempercepat penyembuhan. Tega bener, anak kesakitan, ngeces terus, nggak bisa makan, nggak mau menetek, kok disuruh SABAR aja??

Pemberian minuman dingin, pokoknya yang adem-adem bisa membantu menyamankan (biasanya saya menyarankan anak mengemut es batu, atau sekalian saja makan es krim. Hmmm, enaakk). Yang penting: anak tidak boleh dehidrasi. Yang paling dikhawatirkan adalah kekurangan cairan. Jadi, perbanyak saja minum dan cairan.

Saya jadi ingat putra saya mengalami sariawan yang putih-putihnya hampir memenuhi seluruh rongga mulutnya, sampai ke langit-langit. Ya, butuh kurang lebih seminggu sampai akhirnya putih-putih tersebut hilang dengan sendirinya.

Yang lagi pada sariawan, semoga cepat sembuh semua ya.
Yang pengalaman anaknya diobservasi saja sesuai tulisan ini dan sariawan sembuh sendiri, silakan berbagi pengalamannya, supaya yang lain juga makin mantap.

Bisa baca lanjutannya yang fokus ke seriawan jamur di (https://m.facebook.com/arifianto.apin/posts/10205483438959790).

Referensi lain yang juga sempat saya baca: http://kidshealth.org/parent/general/aches/canker.html (kalau yang jamur di http://m.kidshealth.org/parent/infections/skin/thrush.html). Meski agak stres karena khawatir badannya tambah susut, apalagi minum pun sempat nggak mau sama sekali, saya mencoba mencari cara untuk menyamankan Fathia.

Mengingat yang dingin-dingin biasanya ampuh, saya beli saja es krim, dan ternyata memang lumayan bisa masuk untuk menambah tenaganya (kendati tidak banyak juga). Tetap saja saya cemas, sih, dan akhirnya bersama suami memutuskan untuk ke dokter langganan kami :D. Alasan saya sih, biar bisa dicek langsung gitu, siapa tahu jamur, kan bisa diobatin lebih awal. Tetep ya, namanya juga panik, padahal sudah pernah lihat foto-foto oral thrush di https://www.dermnetnz.org/topics/oral-candidiasis/. Beda kan ya dengan sariawan yang satunya, yang lebih mirip dengan yang Fathia alami https://www.dermnetnz.org/topics/aphthous-ulcers/.

Di rumahnya, tante dokter nan sabar mengulangi lagi materi yang sebetulnya juga saya sudah baca berkali-kali, ampun Dok, memang sayanya masih suka galau nih :D. Intinya, kalau sampai nggak mau minum sama sekali, bisa saja dikasih obat, tapi mengingat isi obatnya kortikosteroid yang efek sampingnya lumayan, alangkah lebih baik tunggu dulu saja.

Alhamdulillah, ternyata memang sariawan Fathia sembuh sendiri di hari kelima. Nafsu makannya pun berangsur kembali, sudah bisa minta kerupuk pula…. (waktu lagi parah-parahnya itu, minta nasi aja terus langsung nangis sendiri karena ingat bakalan sakit kalau dimasukin ke mulut).

Berikut saya sertakan juga hasil pencarian terkait obat-obatan yang sering disarankan untuk sariawan, penjelasannya adalah sebagai berikut:
– Antijamur mis. nystatin, ada merk mycostatin, candistin: tentu hanya untuk jamur. Lebih lengkap bisa dibaca di sini http://www.drugs.com/mtm/nystatin.html
– Gom: isinya borax glycerine. Pernah baca tulisan yang menyebutkan bahwa sekarang sebaiknya tidak dipakai lagi karena bikin rongga mulut kering dan pastinya tambah nyeri, tepatnya di http://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/a?dbs+hsdb:@term+@DOCNO+328 . Kalau di milis sih, simpelnya, yah, borax gitu lho…
– Kenalog in orabase: Isinya triamnicolone acetonide yang termasuk kortikosteroid dengan efek antiperadangan, antigatal, antialergi, sebaiknya dengan petunjuk dokter. Selengkapnya di sini http://www.drugs.com/kenalog.html.
– Albothyl: saya pernah coba waktu zaman sekolah, dan suakiiittt…. efeknya kan memang mematikan jaringan, ya. Sekali lagi, yakin, mau ngasih ke anak? Dulu pun, saya takjub membaca keterangan di kemasannya yang sebetulnya bukan diperuntukkan bagi sariawan mulut. Trus sariawan di mana, dong? Ng, sila baca selengkapnya di sini, ya, http://www.mims.com/malaysia/drug/info/Albothyl/?type=full.

Berikut ini tulisan bu Julia selengkapnya.

SARIAWAN

Apa sih sariawan itu?

Sariawan adalah istilah yang digunakan luka-luka/lesi-lesi di dalam mulut. Dalam bahasa kedokteran digunakan istilah APHTHAE. Bentuk luka macam borok dengan selaput putih, permukaan rata. Tempat yang terkena adalah bagian-bagian selaput lendir/mukosa mulut yang bisa digerak-gerakkan yaitu daerah pipi bagian dalam, bibir bagian dalam. Gejalanya perih, sakit jika digerakkan dan sensitif terhadap rasa pedas. Tidak demam. Sembuh sendiri.

Penyebab: BELUM DIKETAHUI
Mungkin karena genetik, hormon, stress, daya tahan tubuh (faktor imun sehingga kecolok sikat gigi bisa menjadikannya sariawan, tergigit), alergi pasta gigi, obat, makanan.

Ada dua kelompok Aphthae:
– minor
– mayor/kronis

Minor Aphthae akan sembuh sendiri dalam tiga – lima hari. Tidak demam, dan tidak menimbulkan rasa lemah. Tidak muncul berulang-ulang. Tidak perlu diobati.

Mayor aphthae:
Adalah sariawan yang berulang-ulang, luka lebih dalam, lebih sakit, kadang diikuti rasa demam-demam, dan lemah. Bentuk sariawan bisa bergerombol bisa melebar dengan pinggiran merah. Seringkali diikuti infeksi sekunder (bakteria). Munculnya berulang-ulang, ada yang muncul saat-saat menstruasi, atau jika terlalu lelah, stress. Lamanya muncul lebih lama daripada Aphthae minor tadi. Bentuk Aphthae ini kadang juga sebagai manifestasi (muncul gara-gara) penyakit lain yang lebih parah, misalnya HIV/AIDS, gangguan hormon, gangguan imunologi.

Pengobatan:
Antibakteria kumur untuk mencegah infeksi sekunder.
Vitamin untuk menunjang daya tahan tubuh.
Penghilang rasa sakit
Salep mulut kortikosteroid (hanya dengan resep dan di bawah pengawasan dokter).
Jaga kebersihan mulut.

http://www.aafp.org/afp/20000701/149.html

INFEKSI JAMUR

TIDAK DISEBUT SARIAWAN (tolong jangan menyebut sariawan buat infeksi jamur, bisa membingungkan), karena memang bukan sariawan, tetapi infeksi jamur. Yang paling sering adalah infeksi jamur candida, maka disebut candidiasis. Infeksi jamur ini yang paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Warnanya gumpalan-gumpalan putih creamy macam susu. Tempatnya terutama di lidah, tetapi juga bisa menyebar ke mana-mana hingga selaput lendir atau mukosa mulut lainnya yaitu pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, bawah lidah, gusi, pinggiran mulut, bahkan ke luar rongga mulut sekitar mulut. Selain dapat menyebar ke luar mulut, dapat juga menyebar ke dalam yaitu ke tenggorokan, kerongkongan, dan masuk ke dalam usus. Jamur yang menggerombol dan menempel ini kadang lepas akan menyebabkan luka-luka yang sangat sakit. Jika penyebarannya mencapai tenggorokan anak akan selalu menangis karena sulit menelan dan sulit makan.

PERLU DIOBATI dengan antijamur dengan resep dokter. Jaga kebersihan supaya tidak menular ke mana-mana. Bagi ibu yang sedang menyusui maka si ibu juga perlu mendapatkan pengobatan candida di puting susu. Pengobatan harus tuntas, karena itu jika obat telah habis tetapi belum sembuh juga, perlu kembali ke dokter yang merawatnya.

Untuk infeksi jamur, antibiotika adalah kontraindikasi.
http://www.nutrition4health.org/nohanews/NNS95OralYeastInfections.htm
http://www.mayoclinic.com/health/oral-thrush/DS00408/DSECTION=2

INFEKSI VIRUS

Juga TIDAK DISEBUT SARIAWAN. Tetapi infeksi virus. Biasanya virus yang mengenainya adalah virus herpes, umumnya disebabkan karena virus herpes simplex atau herpes zozter. Gambaran virus herpes simplex mempunyai luka-luka soliter (satu-satu sendiri-sendiri) dan herpes zoster bisa menggerombol. Bentuk luka/lesi-lesi bulat-bulat kecil sekitar 2 – 3 mm – bisa menyerang seluruh bagian mulut. Biasanya dimulai dengan gelembung yang segera pecah meninggalkan luka-luka yang sakit, daerah mukosa menjadi merah, mudah berdarah, dan kadang diikuti pembengkakan. Gejalanya: high fever, rasa sakit, tidak enak badan, tidak nafsu makan, lemah, ada pembengkakan kelenjar di bawah rahang, MENULAR.

Harus segera mendapatkan penanganan segera, makanan tinggi kalori tinggi protein, untuk mengurangi sakit diberi obat oles yang mengandung lidocain (anastesi lokal) atau analgesik telan. Jika tanpa medikasi akan sembuh sendiri antara 10-14 hari. Pemberian antivirus hanya untuk memperpendek waktu sakit. Untuk anak kecil harus dijaga agar tidak terjadi penyebaran ke mata yang membahayakan penglihatan (buta).
http://dentistry.ouhsc.edu/intranet-WEB/ContEd/OPCE/PHG.html
http://www.dentistry.bham.ac.uk/ecourse/cal/stlesions/stltn24.htm

Diagnosis pembanding: HFMD (Hand–Foot-Mouth-Disease) gambaran di dalam mulut mirip-mirip.

INFEKSI BACTERIA

Infeksi bakteria (biasanya mix bacteria anaerob) SERING terjadi di daerah-daerah miskin yang kurang perhatian kebersihan terutama kebersihan mulut, ditambah dengan daya tahan tubuh kurang akibat gizi kurang baik. Tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada kelompok-kelompok ekonomi baik, sebab infeksi ini SANGAT MENULAR. Ginggivo stomatitis necrotica, atau Necrotica Ginggivostomatitis, atau Necrotica Ulcerative Ginggivostomatitis (NUG), bentuk yang akut disebut Acute Necrotica Ulcerative Ginggivostomatitis (ANUG).

Juga TIDAK DISEBUT SARIAWAN.

Dulu di sekitar Jakarta banyak ditemukan, lama-lama menghilang, tetapi kini dilaporkan sudah ada lagi pasien yang datang ke rumah sakit di Jakarta. Di daerah-daerah banyak ditemukan yang sudah melanjut kronis menjadi NOMA (kanker mulut).

Gejala awal, terjadi sangat cepat dengan rasa sakit pada gigi geligi hampir semua bagian di rahang atas dan bawah, gusi-gusi sekitar gigi-gigi merah meradang, untuk selanjutnya daerah gusi bagian yang runcing di antara dua gigi (papil) akan menumpul, menunjukkan adanya pembusukan (gangrena) dengan bau busuk yang sangat khas dan keras. Kondisi anak demam, lemah, rasa sakit, yang menyebabkan tidak mau makan. Jika dibiarkan pembusukan akan meluas mengenai gusi dan mukosa pipi bagian dalam. Pembusukan di daerah ini akan menyebabkan rusaknya jaringan yang akhirnya menyebabkan pembukaan dengan proses seperti kanker. Dalam keadaan ini kemungkinan meninggal dunia sangat besar, karena kondisi tubuh yang terus merosot dan dehidrasi. Kalau mencari laporan dan tidak ada laporan adanya ANUG di Indonesi bukan berarti di Indonesia penyakit ini tidak ada, tapi studi/penelitiannya dan laporannya ke dunia internasional yang tidak ada.

Pengobatan untuk ANUG: segera kumur atau basuh mulut dengan hidrogen peroksida, tingkatkan kebersihan mulut, vitamin, makanan tinggi kalori tinggi protein, banyak minum.

Keadaan kronis, perlu antibiotika (karena infeksinya mix perlu dilakukan tes lab). Kadang juga disertai dengan infeksi virus.

Noma perlu tindakan operasi dan perbaikan kondisi tubuh secara menyeluruh.

ANUG:

Click to access folayan.pdf

Gambar NOMA dapat dilihat di sini.

Click to access ph0004_176.pdf

Click to access 2187.pdf

ORAL ULCER (luka/lesi mulut) lain
Karena penyakit rongga mulut banyak, jika masih penasaran dapat membaca di sini serta membandingkannya.

Click to access 11_schneider.pdf

Salam,
Julia Maria van Tiel

sumber: milis Sehat

Oh ya, kata yang baku ternyata seriawan, lho. Dalam KBBI (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/seriawan) disebutkan bahwa kata sariawan tidaklah baku. Di situ sih diartikan sebagai n penyakit pada gusi, bibir bagian dalam, langit-langit mulut, atau lidah (tampak merah atau putih dan melepuh) .

Time Will Heal

Belajar jadi pasien yang rasional, apalagi dalam posisi sebagai orangtua, susah-susah gampang. Godaan sering muncul, apalagi kalau anak terlihat begitu ‘menderita’. Menangis sepanjang malam, tak mau makan, tak mau minum… ortu pun seringkali jadi harus mengorbankan waktu tidur yang bisa berefek ke pekerjaan (di rumah maupun kantor) esok harinya. Belum lagi khawatir menularkan sakit yang sama ke anak-anak yang lain, atau minimal anak yang lain jadi ‘nggak kepegang’ dan malah ikutan rewel.

Hal-hal seperti ini ternyata bagi sebagian orang jadi pertimbangan untuk memberikan obat pada anak. Meskipun tahu bahwa sebetulnya bisa sembuh sendiri. Walaupun sudah pernah baca bahwa tatalaksananya memang tidak perlu obat.

‘Tega’? Iya, label seperti itu akan mudah sekali melekat pada ortu yang ‘nggak ngapa-ngapain’ saat anaknya sakit. Padahal, sebetulnya bukan dicuekin juga sih. Tetap dinyamankan, ditawari makan, terutama minum, dan tentunya dilimpahi kasih sayang. Ada pula yang saking takutnya pada obat lalu mengejar penanganan yang ‘alami’, biasanya diidentikkan dengan herbal. Padahal yang alami itu belum tentu aman, dan seringkali sulit diukur berapa dosis yang tepat, dipantau efek sampingnya, dst.

Ada pula terapi yang sepertinya aman, minim efek samping, tapi kalau mau betul-betul mengikuti prinsip pengobatan rasional, tetap tidak tepat dari segi biaya, dan tidak disebutkan pula dalam panduan dasar dari WHO misalnya. Ada lho yang sampai titip-titip dicarikan karena di kotanya tidak ada, benar sih kita selalu rela berkorban demi anak termasuk dalam hal biaya, tapi sekali lagi, apakah memang perlu? Lebih banyak manfaatnya untuk mengobati kekhawatiran orangtuanya, sepertinya. Berikut saya kutipkan e-mail dari dr. Purnamawati di milis Sehat:

Sebetulnya, pemakaian kayu putih dll kan tidak ada ya dalam guidelinenya. Kalau ingusnya kental – mungkin membantu. Tetapi kalau ingusnya encer, kan akan keluar dengan sendirinya tanpa harus uap “sepanjang masa”. Saya tidak tahu apakah eucalyptus oil boleh dan aman untuk bayi tetapi yang jelas, kan tidak perlu. Kadang saya pikir, pemakaian breathy, sterimar, NaCl 0.9 persen – sebetulnya juga merupakan salah satu manifestasi bahwa parents di indonesia masih sulit menerima kenyataan bahwa batpil, runny nose, memang tdk ada obatnya – sehingga … Baik dokter dan orangtua (sadar tak sadar) merasa “harus” ada tindakan; harus ada terapi; butuh ada “intervensi”. Mbok biasa2 saja Kalau boleh usul lho ya Wati

Juga komentar dr. Endah Citraresmi, Sp.A. (K), DSA subspesialis alergi anak, yang kemudian terkenal dengan slogan “Time will heal“-nya….

Dear Smart Parents,

Sibuk mencari sesuatu cara untuk ‘do something‘ saat anak batuk pilek? Obat katanya gak boleh. Nebulizer kan cuma buat anak asma. Gemes kaaan, kalo gak bisa melakukan sesuatu? Kesannya menelantarkan anak?

Aha! Meluncurlah ke apotik beli br**thy, beli tr***p**m*n – obat batpil gak dibeli tapi tetap aja beli ‘sesuatu’. Gak cukup sampai di situ, masak air mendidih lalu diuapkan ke anak kita.

Kesemua itu gak perlu. Hal terpenting dari perlawanan terhadap virus adalah daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh dapat disokong oleh istirahat yang cukup (siapkan fisik untuk menggendong anak yang super rewel ya), makanan (bujuk – dan bukan paksa – anak untuk makan, 1-2 sendok secara berkala sudah lumayan banget), dan yang sangat penting: cairan! Telateni untuk memberi minum pada anak. Bayi ASI perlu disusui lebih sering. Sering lepas-lepas karena mampet? Perah ASInya lalu sendoki.

Sisanya? Time will heal.

Berkali-kali saya menemukan anak yang mengalami reaksi alergi terhadap balsam. Tersering akibat diberikan bawang. Ortu panik, dikira campak. Padahal dermatitis kontak. Yang menyedihkan, sudah dua kali menemukan kasus anak luka bakar akibat ‘terapi uap’. Yang pertama karena anak tidak bisa diam, meronta, ember berisi air panas tertendang dan airnya menciprati badannya. Kasus kedua, memasang magic jar di kamar tidur supaya mengeluarkan uap air panas, lalu ditinggal tidur. Anaknya sudah bisa turun sendiri, lalu memainkan magic jar tadi, melepuhlah kulit tangan sampai mukanya. Sedih sekali melihatnya.

Satu-satunya yang aman dan efektif yang perlu diberikan ke anak yang batuk pilek cuma minum yang banyak. Gak perlu ya perintilan-perintilan ‘home treatment‘. Siapkan stok sabar. Observasi tanda-tanda bahaya. Sisanya, serahkan pada tubuh anak. Sekali lagi, time will heal. Badai pasti berlalu.

Maaf jika tidak berkenan,

Endah

Serius sekali ya saya nulisnya? Padahal, jujur saja, saya juga masih suka panik. Beli juga balsem bayi untuk jaga-jaga kalau Fathia batuk-pilek. Dulu masih menguapi kamar dengan minyak kayu putih yang diteteskan ke panci berisi air panas (kira-kira ada lah 4 kali sepanjang usia Fathia yang sekarang 2 tahun). Waktu Fathia sariawan, masih sibuk mencari tahu kapankah kira-kira boleh dikasih obat oles, saking nggak tega mendengarnya menangis 10 menit, tidur 10 menit dst tiga malam berturut-turut.

Sudah baca teori berulang kali, dijelaskan oleh ahlinya, baca-baca pengalaman orangtua lain, ternyata tetap ada kalanya panik juga. Pernah juga saya ‘panik karena tidak merasa panik’, hahaha. Boleh kan ya dianggap sebagai bagian dari proses belajar? Semoga tidak terlihat seperti pembelaan diri semata, ya :).

Edit April 2015: alhamdulillah ada penguatan lagi dari dr. Arifianto, Sp.A (dokter yang aktif di milis sehat juga)

Arifianto Apin
11 April at 10:44 · 
Semua orangtua pernah mendapatkan anaknya mengalami selesma alias batuk pilek. Mayoritas berakhir dalam waktu yang tidak lama, sekitar semingguan. Tapi sebagian lainnya bertahan hingga berminggu-minggu, bahkan melampaui angka 1 bulan.

Orangtua yang awalnya paham bahwa selesma dibiarkan saja dan akan sembuh dengan sendirinya, tidak perlu minum obat apapun, toh infeksi virus yang ringan, menjadi khawatir. Apalagi kata orang, batuk yang dibiarkan lama bisa jadi “paru-paru basah”, flek, pneumonia, dan bronkitis.

Mulailah mereka membawa anaknya ke dokter. Sebagian khawatir akan kemungkinan TB, sehingga dilakukan foto ronsen dan tes Mantoux. Sebagian lagi curiga alergi atau asma, maka diberikanlah obat-obatan asma dan alergi. Masih tak kunjung sembuh juga. TB bukan, alergi bukan, asma juga tidak. Lalu apa? Infeksi virus ping-pong ternyata. Ya, awalnya si anak sakit, lalu bapak-ibunya tertular, lalu di sekolah teman-temannya juga sakit. Lengkap sudah.

“Ibu mau anaknya sembuh? Gampang Bu. Ibu taruh anaknya di suatu tempat yang tidak ada orang lain yang sakit batuk-pilek juga. Satu minggu aja. Nanti juga insya Allah sembuh sendiri.” Kata dokter sambil tersenyum.

Ujung-ujungnya pasti orangtua bertanya, “Lalu apa obatnya??”
“Sabar,” jawab dokter. “Obatnya adalah: sabar menunggu anak sembuh sendiri. Toh ini infeksi virus ringan yang hilang seiring waktu. Tapi ya harus sabar. Karena banyak orang di sekelilingnya yang sakit serupa dan bolak-balik menularkan.”

Satu lagi. Anak seringkali mengalami demam saat selesma. Suhunya bisa mencapai 40 derajat selsius. Ia menjadi rewel. Sudah diberi obat penurun panas, hanya turun sedikit jadi 38,5. Itupun kalau mau diminum obatnya. Banyak yang langsung muntah saat ia dipaksa orangtuanya minum parasetamol. Makin stres si ayah-ibu. Semalaman tidak tidur. Maunya digendong saja. Ditaruh sebentar di kasur, langsung nangis lagi. Hidungnya mampet. Batuknya grok-grok.

“Jadi saya harus kasih obat apa?” tanya orangtua lagi.
“Anaknya nyaman dan anteng kalau digendong kan?” tanya dokter.
“Iya….”
“Ya itu obatnya: gendong!”

Ya, semalaman menggendong anak tentunya melelahkan. Harus masuk kerja pula pagi-pagi.

Nikmatilah! Tidak akan lama masa-masa ini Anda alami. Anda akan segera merindukannya ketika anak-anak besar