Being Switchable with Acer: Me, My Job, and My Hobby

menyusun-annual-report

Sebagian tim redaksi Annual Report

Mei lalu, saya dan beberapa orang pegawai lain se-Indonesia yang lolos seleksi pegawai bertalenta di bidang jurnalistik berkesempatan terlibat dalam proyek penulisan annual report organisasi kami. Untuk penyelesaian proyek tersebut, kami sempat dikumpulkan selama sepekan di kantor pusat. Ketika bertemu teman-teman lain untuk pertama kali, terus terang reaksi pertama saya adalah agak minder. Bagaimana tidak, saya paling senior (untuk menggantikan kata ‘tua’ :D) di antara mereka, dengan jarak usia cukup lumayan. Apalagi saat mereka mengeluarkan perangkat masing-masing. Waah, canggih-canggih, pikir saya.

Saya tatap netbook berwarna hitam yang juga sudah ikut duduk manis di depan saya, di meja perpustakaan kantor pusat. Perangkat ini sungguh penuh kenangan. Jadi ceritanya suami saya mendadak dapat SK mutasi ke Jakarta tahun 2011, saat saya sedang hamil anak pertama. Divisinya yang terhitung baru sehingga sarana komputer juga masih terbatas, serta pekerjaan yang menuntut mobilitas membuat suami merasa perlu membawa notebook sendiri, notebook yang jadi milik kami bersama. Sebetulnya saat itu saya juga sedang ada kerjaan menulis yang cukup lumayan dari segi asah pengalaman (karena dibimbing langsung oleh para editor penerbit kenamaan) maupun bayaran (honor terbesar yang pernah saya terima), tapi saya juga tak sampai hati bilang mau ‘menahan’ agar laptop tetap saya gunakan di Pangkalpinang. Kejutan, ternyata suami saya kemudian membelikan Acer Aspire One untuk saya yang dititipkannya lewat rekan lain. Dengan netbook inilah saya menuntaskan beberapa tulisan di kala itu, beberapa di antaranya berhasil diterbitkan dalam buku atau memenangkan lomba.

Kini, putri pertama kami sudah bukan balita lagi. Episode long distance marriage kami baru saja memasuki babak berikutnya setelah sempat lima tahun bekerja di kota yang sama. Kali ini saya di Jakarta dan suami di Jogja. Netbook itu masih setia menemani saya, termasuk menyimpan memori kegiatan keluarga kecil kami. Setelah putri kedua melewati usia setahun, saya mulai lebih aktif menulis lagi. Mencoba ikutan event ini-itu, lagi-lagi dengan bantuan netbook kesayangan. Kebetulan awal tahun ini saya juga dimutasikan ke kantor dengan job desc baru: membuat beberapa macam laporan dan analisis. Ditembah dengan tugas mengelola website kantor.

Jika sebelumnya saya menjadi pengguna sistem terotomatisasi, kali ini saya dihadapkan pada pekerjaan yang sebetulnya merupakan hobi saya yaitu menulis, tetapi dengan tantangan baru yaitu menganalisis secara ilmiah. Artinya, makin sering saya berhubungan dengan aktivitas ketik-mengetik, mengirimkan surel, browsing rilis laporan dari lembaga lain maupun berita ekonomi, dan sejenisnya. Tentunya sudah tersedia fasilitas di kantor, tetapi adakalanya saya perlu menulis atau menyampaikan sesuatu di perjalanan. Sebab pekerjaan ini juga menuntut kami bertemu untuk berkoordinasi dengan banyak pihak ataupun melaksanakan survei di lapangan agar laporan yang tersusun lebih akurat dan bermanfaat. Ponsel pintar cukup membantu di waktu-waktu tertentu, tapi sering saya berharap punya gawai yang lebih bisa diandalkan untuk mendukung beragam aktivitas saya. Netbook kesayangan cukup mungil untuk ditenteng ke sana kemari dan cukup memadai untuk beberapa keperluan, tapi saya mulai browsing juga mengenai laptop lain.

acer-display

Display 12″ beresolusi tinggi QHD (2160 x 1440)

Baca di sana-sini, saya menemukan tulisan tentang Switch Alpha 12, Notebook Hybrid Intel Core Pertama Tanpa Kipas. Kenapa Acer? Jelas, karena ketangguhan perangkat sebelumnya yang saya miliki sudah menjadi bukti. Kata-kata “tanpa kipas” langsung menarik perhatian saya. Bisa, ya, tidak pakai kipas? Ternyata dengan teknologi LiquidLoop, suhu mesin netbook bisa tetap dingin tanpa kipas. Meminimalisir suara berisik juga, sekaligus mencegah debu masuk ke dalam badan netbook karena tanpa ventilasi, hingga netbook jadi lebih awet. Ukurannya sendiri tipis dengan bobot yang ringan, dengan display 12″ beresolusi tinggi QHD (2160 x 1440). Cocok nih dipakai untuk bekerja dengan spreadsheet atau mengutak-atik tampilan website maupun blog. Cocok juga untuk video call dengan suami atau eyang anak-anak yang nun jauh di sana (penting, lho!). Fitur Acer BlueLight Shield mampu melindungi mata pengguna, aset karunia Tuhan yang penting untuk tetap dijaga. Processor-nya sixth-generation Core i5 lho, dengan RAM 8GB, baca di review luar sih katanya bikin kerja sambil buka banyak tab terbuka sekaligus tetap lancar tanpa hang. Problem ngadat seperti itulah yang sering saya alami selama ini, mengingat saya merasa lebih mantap kalau membuka banyak referensi untuk cek dan ricek ketika menulis (biar hasil karya valid dan bisa dipertanggungjawabkan, kan).

acer-switchable

Switchable, bisa dikonversikan menjadi laptop maupun tablet

Hal lain yang bikin saya makin antusias adalah adanya kickstand yang bisa dimiringkan hingga 165 derajat supaya lebih nyaman digunakan. Keyboard docking Switch Alpha 12 terkoneksi melalui engsel magnetik, jadi bisa dikonversikan menjadi laptop maupun tablet, plus dilengkapi backlit untuk memudahkan pemakaian di tempat minim pencahayaan. Tahu aja nih, ibu-ibu kalau malam kadang masih perlu nulis sesuatu tapi kalau lampu dinyalakan semua si kecil ikut bangun, hehehe. Switchable banget, kan? As switchable as yang saya butuhkan, mengingat aneka keperluan saya yang kadang menuntut ‘gaya’ yang berbeda dalam mengoperasikan netbook.

acer-transfer-data

USB 3.1 Type-C dengan port bolak-balik dan transfer data lebih cepat

Bekerja dengan gawai acapkali juga berarti munculnya keperluan untuk memindahkan data. Nah, Switch Alpha 12 sudah pakai USB 3.1 Type-C, nih, yang port-nya bolak-balik dan transfer data juga bisa lebih cepat yaitu mencapai 5 Gbps (10 kali lebih kencang dibandingkan dengan USB 2.0). Tersedia juga stylus pen (dijual terpisah) untuk membantu presentasi menjadi lebih praktis. Kemudahan-kemudahan itu bisa menghemat waktu juga, demi kelancaran pertukaran peran working mom yang juga butuh me time seperti saya.

acer-1Jelas kan, Acer Switch Alpha 12 ini pas banget untuk saya. Masuk wish list pokoknya, semoga segera ada rezeki untuk mendapatkannya. Kalau sudah dapat, netbook yang lama dikemanakan, dong? Bisa dipakai anak pertama, lah, biar nggak hanya terbiasa dengan layar sentuh :).

acer

Batik Transformasi Kelembagaan

batik-transformasi-7Pada tanggal 11 November 2015 saya berkesempatan mengikuti seminar yang mengusung judul Unleashing the Potential of Financial Management Information System for Improved Government Effectiveness yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan tepatnya Ditjen Perbendaharaan bekerja sama dengan Bank Dunia. Bertugas, sih, sebetulnya, karena saya dan beberapa rekan diminta untuk mewawancarai beberapa hadirin terkait Sistem Anggaran dan Perbendaharaan Negara (SPAN) yang telah berjalan beberapa waktu. Sambil mencermati para peserta yang mengisi daftar hadir di meja registrasi untuk mencari calon narasumber, saya mengamati bahwa para pejabat eselon internal yang hadir mengenakan batik yang seragam. Motifnya anggun dan elegan dengan warna kuning keemasan pada latar belakang hitam pekat. 

batik-tk-transformasibatik-tk-batik

Kemudian baru saya tahu bahwa batik tersebut adalah Batik Transformasi Kelembagaan Ditjen Perbendaharaan yang diluncurkan sore hari setelah acara seminar. Seminar dimaksud memang mengundang juga para pejabat eselon III dan II yang sedang mengikuti rangkaian Rapat Pimpinan. Batik ini dirancang oleh Fithrah Fith, pegawai Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan Ditjen Perbendaharaan. Pemilihan motif dan warnanya penuh filosofi yang bertujuan agar tak hanya tampil sebagai baju melainkan juga mendorong insan DJPB berkomitmen menjadi semakin baik.

Continue reading

Rokok, si Kebutuhan Pokok

garis kemiskinan I

Beberapa waktu yang lalu saya menyusun sebuah laporan dalam rangka pekerjaan, dan salah satu data yang harus saya kutip cukup membuat tercengang. Ternyata rokok adalah bahan pokok kedua penyumbang Garis Kemiskinan masyarakat terbesar, hanya kalah oleh beras. Pengeluaran untuk daging, susu, ikan kembung, dan telur berada di bawah rokok. Saya jadi ingat tulisan seorang dokter anak yang cukup populer karena rajin memberikan edukasi lewat media sosial, kata beliau rokok bisa menyebabkan anak jadi anemia. Pasalnya, uang yang seharusnya bisa digunakan untuk membeli daging merah (salah satu sumber zat besi yang paling mudah diserap) guna mencegah anemia malah dialokasikan untuk belanja rokok. (Masakan) dagingnya bisa untuk seisi rumah, pula. Tidak harus daging juga sebetulnya (yang harganya mungkin dianggap kemahalan), kalau dikonversi ke telur, ikan, sayur-sayuran, juga sudah lumayan, kan? Bandingkan dengan rokok yang hanya bisa ‘dinikmati’ oleh si pengisap, sedangkan penghuni rumah yang lain ‘menikmati’ efek sebagai perokok pasif bahkan bagi yang hanya menjadi third hand smoker.

BPS sendiri sudah memuat tulisan khusus mengenai hal ini. Tentu saja, ada yang membela dengan menyebutkan bahwa posisi itu diraih bukan karena segitu fanatiknya orang Indonesia pada rokok melainkan ada penyebab lain, tapi saya enggan mengutipnya di sini, dan saya tidak minta maaf untuk itu :D. Tapi saya masih tidak enggan mendoakan, semoga makin banyak yang menyadari dampak negatif rokok, dan berusaha menjauhinya.

(aslinya mau ditulis dekat-dekat Hari Anti Tembakau Internasional 31 Mei, tapi telat banget :D).

Tambahan:

Saat menyusun tugas tersebut saya juga sempat bertanya-tanya kenapa ada ikan kembung di situ. Kenapa bukan ikan lain? Saya tanyakan pada seorang kawan di BPS dan jawabannya seperti ini (sekaligus menjawab juga kenapa rokok bisa masuk penyumbang kemiskinan ya):

wp-1466632213626.jpegKarena ikan kembung termasuk dalam paket komoditas yang ada dalam diagram timbang. Penentuan satu komoditas masuk ke dalam paket komoditas berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup (SBH). SBH merupakan survei dengan unit penelitiannya adalah rumah tangga. Pertanyaannya tentang konsumsi rumah tangga dan seluruh anggota rumah tangga. Satu responden dikunjungi selama 3 bulan berturut-turut untuk menjaring seluruh komoditas yang dikonsumsi. Dari seluruh komoditas yang dikonsumsi secara nasional, maka akan diurutkan berdasarkan bobotnya. Komoditas dengan bobot di atas 20% akan dimasukkan dalam paket komoditas tadi. Jadi, si kembung tadi merupakan komoditas dengan bobot besar karena dikonsumsi oleh sebagian besar rumah tangga di seluruh Indonesia, karena harga relatif stabil dan mudah diperoleh. Jadi kalau si kembung ini harganya naik, maka akan berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia.

Oh ya, biasanya rokok dikonsumsi dengan alasan supaya nggak stres. Benarkah? Coba baca ini ya…
http://health.kompas.com/read/2015/02/28/161000223/Ternyata.Merokok.Tak.Hilangkan.Stres

“Apa yang dialami ketika kita menyalakan rokok adalah tanda awal dari gejala ketagihan. Dan, gejala-gejala itu sangat mirip dengan stres. Merokok akan menghilangkan gejala itu dan jika kita merasa lebih baik, sebenarnya itu adalah gejala awal ketagihan nikotin,” kata Mike Knapton dari British Heart Foundation.

Dengan kata lain, jika kita mengira merokok bisa mengendalikan stres, sebenarnya adalah rokok justru memperburuk.

Penelitian tersebut dilakukan tim dari University College London dan British Heart Foundation dengan melibatkan 6.500 orang berusia di atas 40 tahun. Diketahui bahwa lebih dari 18 persen perokok dalam studi tersebut melaporkan memiliki kecemasan dan depresi, dibandingkan dengan 10 persen pada nonperokok dan 11,3 persen pada mantan perokok.

“Rasa high yang kita dapatkan dari rokok tidak berguna karena justru merusak tubuh. Banyak cara lain untuk mengatasi stres, misalnya bicara dengan teman, berolahraga, atau memasak. Lakukan hobi yang disukai sehingga mood lebih baik,” kata Michael Roizen, pakar wellness dari Cleveland Clinic’s.

Penerapan Cashless pada Pemprov DKI Jakarta

Daripada blognya kosong…sekali-sekali posting yang agak serius 😀 (walaupun sebagian besar cuma kompilasi terkait pekerjaan dan ada tambahan beberapa kalimat dari atasan — ini sekalian buat nyimpan link sumbernya).

Pembatasan transaksi tunai, di mana transaksi dengan nilai di atas batas yang ditentukan harus dilakukan melalui sistem perbankan, merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah korupsi maupun pencucian uang. Ide pembatasan transaksi tunai ini di-launch pada saat pendaftaran Calon Pengganti Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 14 Juni 2010. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37-39/PUU-VIII/2010 halaman 38 menyebutkan bahwa program prioritas pihak terkait untuk pemberantasan korupsi di Indonesia di antaranya adalah melalui pembatasan transaksi tunai. Transaksi keuangan di perbankan akan mudah dideteksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sehingga apabila didapatkan informasi transaksi keuangan yang mencurigakan dapat disampaikan kepada lembaga yang berwenang. Negara lain seperti Perancis, Italia, Rusia, Belgia, Meksiko, Armenia, Ukraina, dan Argentina telah menerapkan pembatasan transaksi tunai (www.ori.or.id).

Pemerintah Pusat telah menyiapkan RUU tentang Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal yang dalam konsideransnya menyebutkan “Penggunaan transaksi keuangan non-tunai melalui lembaga keuangan bermanfaat untuk membatasi penggunaan transaksi keuangan tunai untuk tujuan tindak pidana atau menjadikannya sebagai sarana pencucian uang”. Dalam RUU tersebut, yang diwajibkan menggunakan pembayaran non-tunai adalah transaksi dalam jumlah 100 juta rupiah atau lebih.

Bank Indonesia pun mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Selain efek transparansi dan akuntabilitas, transaksi non-tunai diharapkan juga berdampak pada meningkatnya kecepatan peredaran uang. Lancarnya sistem pembayaran, selain akan memberikan kepastian masyarakat dalam bertransaksi, juga akan mempercepat peredaran uang (velocity of money) dan mengurangi floating dana dalam setelmen. Perputaran uang yang semakin cepat dalam masyarakat akan menstimulasi pertumbuhan ekonomi sebagai dampak dari money multiplier yang diciptakannya (www.bi.go.id).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta turut ambil bagian dalam gerakan menuju pembatasan transaksi tunai. Dalam acara penandatanganan kesepakatan bersama dengan PPATK pada bulan Januari 2015 untuk Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Gubernur DKI Jakarta menyampaikan bahwa transaksi tunai membuka peluang terjadinya kecurangan. Sebagai langkah nyata, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkecil besaran Uang Persediaan cash yang dipegang oleh Bendahara Pengeluaran, dimulai dari pengurangan uang pada bendahara semula Rp25.000.000 menjadi Rp2.500.000 pada tahun 2015, dan pada tahun 2016 sudah menjalankan prinsip cashless. Bendahara Pengeluaran sama sekali tidak diperkenankan menyimpan uang tunai di brankas. Dana UP/TUP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran seluruhnya berada di rekening bank. Hal ini diatur dalam Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Transaksi Non Tunai (Transaksi Non-Cash).

Seluruh pembayaran transaksi belanja daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus dilakukan secara elektronik via perbankan melalui transfer dan/atau pemindahbukuan tanpa ada batasan nominal rupiah tertentu. Oleh karena itu, seluruh Kepala SKPD/UKPD melakukan pembayaran kepada pihak ketiga, penerima hibah, dan bantuan sosial yang dananya bersumber dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) melalui mekanisme non tunai. Untuk itu pihak ketiga dihimbau untuk membuka rekening pada Bank DKI selaku bank yang memegang rekening Kas Umum Daerah Provinsi DKI Jakarta. Implementasi cashless ini juga dapat meminimalisir kesalahan penghitungan dan kesalahan pencatatan transaksi oleh bendahara pengeluaran.

Beberapa tantangan dalam penerapan pembatasan transaksi tunai adalah perlunya waktu untuk beradaptasi, ketersediaan infrastruktur keuangan yang memadai belum merata, serta bahaya cyber crime. Sosialisasi kepada masyarakat, pembangunan infrastruktur transaksi keuangan yang baik, serta pembangunan sistem pengaturan dan pengawasan yang baik untuk menjaga keamanan dapat menjadi solusi dalam menghadapi tantangan tersebut (Buletin Hukum Kebanksentralan, volume 12, nomor 1/2015).

Corner Day Expo Transformasi Kelembagaan Ditjen Perbendaharaan 2016

Sebagai sarana penyampaian informasi dan progress transformasi kelembagaan (TK) tahun 2016 yang telah dicapai oleh Ditjen Perbendaharaan, Project Management Office Ditjen Perbendaharaan menyelenggarakan Corner Day Expo 2016 di Gedung Jusuf Anwar (ex MA), Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta pada tanggal 23 s.d. 27 Mei 2016. Kegiatan ini dikemas dalam konsep tour ke negara-negara di dunia untuk mencoba menggambarkan visi Ditjen Perbendaharaan “to be a world-class state treasury manager”. Gambaran komprehensif bisa didapatkan oleh para pengunjung melalui display, simulasi interaktif dan penjelasan host di tiap booth yang dikelola oleh masing-masing unit. Tiap booth menyajikan sejumlah inisiatif dan adopsi best practices internasional dalam pengelolaan keuangan negara yang diterapkan oleh Ditjen Perbendaharaan guna memberikan layanan terbaik dan mendorong kinerja Kementerian Keuangan dalam menjalankan fungsinya secara keseluruhan.

Saya kebagian jadwal berkunjung pada hari pertama, sebagai salah satu Duta Transformasi Kelembagaan unit. Kami masuk dalam regu yang sama dengan para kepala KPPN di wilayah Jakarta. Dan ternyata bareng juga dengan Duta TK kantor pusat, alias ketemu dengan rombongan suami di sana. Sebelum memasuki ruangan dalam, pengunjung diminta untuk check-in terlebih dahulu dan mendapatkan tas kecil berisi ‘paspor’ dan alat tulis yang nantinya akan diberi stempel di tiap booth. Setiap rombongan diarahkan oleh tour guide yang nanti sekaligus mengingatkan batas waktu, sebab memang alokasi waktu kunjungan dibatasi untuk efektivitas penyelenggaraan kegiatan. Hari-hari berikutnya, expo akan dihadiri oleh lebih banyak orang (sebagian besar terdiri dari pegawai se-Jakarta yang sudah diatur jadwalnya) sehingga lalu lintas pengunjung harus benar-benar diperhatikan.

Berikut booth yang kami kunjungi di sana:

13233163_10210046477224693_6163234068574800514_n

Prancis: Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan.
Quickwins: Implementasi SAKTI secara penuh di seluruh satker lingkup DJPBN, pengembangan portal K/L yang terkoneksi dengan SPAN, peluncuran HAI (Help, Answer, Improve) DJPBN sebagai Helpdesk Terpadu, peluncuran Online Monitoring SPAN G2.

13226899_10210046482024813_1047108813469715463_n

Amerika Serikat: Direktorat Pelaksanaan Anggaran.
Quickwins: Peluncuran Ikhtisar Pelaksanaan Anggaran K/L, peluncuran aplikasi terpadu satuan kerja dan K/L (e-sintesa).

13227103_10210046503985362_2883538371567884424_n

Inggris: Direktorat Sistem Perbendaharaan
Quickwins: Pembayaran gaji langsung ke rekening pegawai Kemenhan/TNI tahap I dan sertifikasi bendahara pada satker pengelola APBN. Di sini ada pegawai yang berperan sebagai tentara kerajaan Inggris dan laris dimintai foto bersama :D.

13241373_10210046513465599_8397768132806956158_n

Korea: Direktorat Sistem Manajemen Investasi.
Quickwin: Implementasi Sistem Informasi Kredit Program Tahap I untuk fasilitas subsidi bunga KUR.
Quickwin yang ini paling berkaitan dengan pekerjaan saya saat ini, dan memang banyak yang belum terinformasikan mengenai aplikasi yang bisa dibilang baru dirilis ini, berikut mekanismenya dan apa peran Ditjen Perbendaharaan di situ. Penyajian dari Dit. SMI cukup memberi pencerahan terkait apa itu SIKP dan apa tujuannya, termasuk bikin penasaran mencari tahu lebih lanjut. Masuk ke booth ini kami disambut dengan seruan lantang annyonghaseyoo…. Walaupun temanya Korea, tapi ada pak tani yang membawa-bawa hasil bumi, juga tawaran minum jamu. Mereka mencerminkan para pelaku UMKM yang menjadi sasaran bantuan Kredit Usaha Rakyat.

13226816_10210046529586002_6167125473215185270_n

Kanada: Direktorat PPK Badan Layanan Umum
Quickwin: Implementasi BLU Electronic Services (BLUES). Diharapkan pengajuan persetujuan untuk menjadi BLU bisa lebih praktis dan singkat dengan aplikasi ini.

13265849_10210046535346146_404380072242252595_n

Swiss: Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Quickwins: Penempatan Uang Negara di Bank Umum, piloting penggunaan cash management system/internet banking pada rekening bendahara pengeluaran, dan peluncuran aplikasi informasi setoran ke rek-KUN. Oleh-oleh dari booth ini cukup bisa ditebak: coklaaatt…

13226638_10210046536266169_5576885076403962353_n

Australia: Direktorat Akuntansi dan Pelaoran Keuangan.
Quickwin: Peluncuran program telaah laporan keuangan K/L berbasis akrual. Di sini ada kuis akuntansi yang hadiahnya menggiurkan, boneka koala, asli dari Australia.

13233059_10210046718110715_7995852432160480764_n

Jepang: Bagian SDM Setditjen
Quickwin: Pengembangan SDM melalui mekanisme pemilihan pegawai berprestasi. Booth-nya cantikk dengan pernik oriental, kalau mau foto dengan pinjam yukata dan katana boleh, lho (lagi-lagi, saya sungkan :D).

13220893_10210046718310720_3625410160288860103_n

Turki: Bagian Umum Setditjen
Quickwins: Kartu Identitas Multifungsi, Batik transformasi kelembagaan, aplikasi Sistem Pengelolaan Kinerja Keuangan. Menarik nih yang terakhir ini karena pegawai jadi bisa memantau gaji langsung di aplikasi yang terintegrasi dengan data kepegawaian yang selama ini sudah digunakan.

13254563_10210051030898532_2805915995017426579_n

Jerman: Bagian Organisasi dan Tata Laksana Setditjen.

Quickwin: Co-location dengan DJKN.

13255934_10210046719070739_7228090081970510265_n13245325_10210046718510725_8334159831031688006_n

Ruangan PBB: CTO Setjen dan PMO DJPB
Di ruangan ini, tuan rumah memberikan penjelasan terkait perkembangan transformasi kelembagaan sekaligus mengajak pengunjung untuk diskusi interaktif. Pengunjung juga diingatkan untuk mengisi lembar evaluasi kegiatan dan memilih booth dengan pemberian informasi terbaik maupun terfavorit. Kertas pilihan booth ini nantinya akan dilepas dari buku paspor dan dimasukkan dalam kotak dekat pintu keluar.

13254331_10210046475624653_2182298207965336506_n

Booth photowall 3D. Sayang, tulisannya nggak kefoto :D. Dan baju pengantin betawi-nya baru siap ketika kami sudah hendak pulang, padahal teman-teman di hari berikutnya ada lho yang berpose dengan baju itu di booth ini.
Di antara produk quickwin yang dipamerkan di #CornerDayExpo2016 ini, yang paling familiar penggunaannya bagi kami berdua tentulah OM SPAN. Cek status invoice, mantau realisasi, sampai sekarang bikin laporan pun salah satu yang dituju http://spanint.kemenkeu.go.id/. Semoga versi G2-nya makin mempermudah pekerjaan sekaligus kian meningkat kecepatan dan keamanannya.

Contoh bagian dalam paspor yang sudah distempel di tiap booth:
13267951_10210051032858581_9083810053541501767_n13256141_10210051035058636_7718180019728130756_n13254227_10210051036098662_351185856727284460_n13254093_10210051033618600_7073066813131238078_n

Sebagian publikasi yang bisa dibawa pulang dari tiap booth #CornerDayExpo2016

13263942_10210051032098562_2331924439259739077_n
Tas, paspor, gantungan kunci oleh-oleh dari acara juga. Payung yang kami dapatkan di booth PBB (untuk semua pengunjung) sama-sama ditinggal di kantor, yang ada di foto ini payung hadiah kuis yang diperoleh suami di salah satu booth. Beberapa booth memang mengadakan kuis, games, atau sejenisnya yang berhadiah. Pengin boneka koala atau kanguru atau tumbler bolehlah sebetulnya, tapi malu jawab :D. Oh iya, dapat snack dan minuman juga, gak ikut difoto karena udah abis hehehe.

13230147_10210051036938683_5206041742593483494_n

 

Maternity Room di Kantorku

Awal Desember 2011 saya melangkahkan kaki dengan sedikit waswas ke gedung yang masih asing ini. Betapa tidak, inilah hari pertama saya resmi menyandang status sebagai ibu bekerja. Berhubung saya mendapatkan SK mutasi kemari saat masih cuti bersalin, salah satu hal yang menggelayuti benak saya adalah, “Nanti merah ASI-nya gimana?”. Maklum, saya sering membaca kisah pegawai wanita yang bahkan sampai harus memerah ASI di toilet kantor gara-gara tak ada tempat yang memadai untuk kegiatan yang idealnya perlu ruangan yang bersih dan nyaman itu.

Alhamdulillah, ternyata malah sudah ada beberapa ‘mamaperah’ lain di kantor baru saya itu, KPPN Jakarta I. Biasanya mereka memerah ASI di musholla khusus wanita, dan ada pula kulkas untuk menyimpan ASI perah walaupun masih bercampur dengan bahan makanan/minuman milik pegawai lainnya. Memasuki tahun 2012 saya dan beberapa teman kasak-kusuk setelah saya membaca komentar teman bahwa di KPPN Malang ada ruang khusus untuk memerah ASI. Salah satu teman sekantor sesama busui kemudian mengonfirmasi kabar tersebut kepada rekan lain, dan dijawab bahwa sebetulnya ada kok aturan tentang keberadaan ruang memerah ASI.

Usut punya usut ternyata instansi eselon I kami memang telah mengeluarkan panduan standar tata ruang/desain bangunan untuk kantor perwakilan dan kantor pelayanan, di dalamnya termasuk keberadaan Maternity Room. Alhamdulillah kantor saya yang memang sedang mengadakan renovasi langsung mengadaptasi panduan tersebut, jadi kami bisa memerah ASI secara lebih privat.

mr2mr5mr3mr4

(sumber: https://kppntanjungbalai.files.wordpress.com/2013/12/pedoman-layout-design-bangunan-kppn.pdf)

475632_3751040460781_207023486_o904760_10201238323226348_699611683_o

Setahun kemudian, kantor saya mengikuti semacam seleksi kantor pelayanan terbaik. Maternity room ikut kecipratan berkah dan dipercantik. Lantainya dilapisi karpet empuk dan yang paling menyenangkan adalah tersedia lemari es mungil yang sudah cukup memadai untuk kebutuhan kami.

Nah, tahun ini rencananya akan ada perubahan layout kantor lagi yang cukup signifikan. Maternity room kabarnya juga akan dipindah dan dilengkapi kulkas yang lebih besar. Penasaran dengan hasil akhirnya yang dengar-dengar akan siap digunakan bulan depan. Mungkin memang tak selengkap seperti yang disyaratkan dalam Permenkes Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu, tetapi semoga tetap menambah nyaman dan semangat saat harus memompa ASI ya :).