Writober 5: Atasi Potensi Badai Rumah Tangga Efek Pandemi, Pahami Kebutuhan Pasangan

 
Akhir-akhir ini banyak webinar atau kulwap yang bertema menjaga keharmonisan keluarga pada masa pandemi. Istilahnya, atasi dan cegah badai efek pandemi sebelum merusak ketahanan keluarga kita, termasuk ikatan pernikahan itu sendiri. Memang jadinya lebih menantang ya kondisi seperti ini, ketika nyaris 24 jam harus berkumpul di rumah dan tampak kebiasaan-kebiasaan yang mungkin selama ini hanya ditunjukkan di kantor atau sekolah. Ada pula yang terpengaruh dari segi ekonomi hingga kesusahan memenuhi kebutuhan pokok, atau stres karena tidak bisa lagi piknik. Maka, saya pun banyak belajar dari materi-materi dan diskusi yang diadakan.
 
Salah satunya, beberapa waktu yang lalu saya mengikuti kulwap Komunitas Ibu Bahagia yang menghadirkan Ibu Kisma Fawzea, S.Psi., atau biasa disapa dengan Bu Zeezee, dengan tema Merawat Cinta dalam Keluarga. Bu Zeezee memiliki usia pernikahan yang beda tipis dengan saya, yaitu 14 tahun, tetapi pengalaman dan ilmu beliau terlihat jelas jauh kalau dibandingkan dengan saya.

Menurut Bu Zeezee, sudah banyak yang membahas cara meng-upgrade skill untuk menjaga ketahanan keluarga, sayangnya seringkali sebatas teori. Maka dari itu, Bu Zeezee menyampaikan sharing yang sifatnya lebih riil. 

Pahami Pasangan

Pertama-tama, kita perlu terlebih dahulu mengenali situasi di dalam rumah tangga. Kadang ada keluarga yang lebih sering beraktivitas rutin atau sudah otomatis sehari-hari, hingga akhirnya mengeluh kenapa kehidupan pernikahannya membosankan. Kalau rumah tangga sepertinya baik-baik saja, artinya tinggal perlu di-maintain. Namun, kalau ada masalah, harus belajar lagi teknik komunikasi yang sehat agar tercapai komunikasi yang sifatnya teamwork, jadi bukan hanya satu yang mendominasi.
 
 
Kadang yang kita ucapkan ke pasangan tidak dipertimbangkan dulu, apakah pasangan merasa direndahkan atau tidak. Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah kita mendengarkan pasangan untuk membalas ucapan, bukan untuk memahami. Jadi sambil menyimak, kita sudah sibuk berpikir untuk menyiapkan argumen. Akhirnya obrolan jadi seperti lomba, bersaing siapa yang perkataannya lebih make sense. Masing-masing pihak merasa diserang sehingga sibuk melindungi diri, membuat tameng, bahkan membangun tembok yang makin sulit ditembus. Makin sulit membangun komunikasi yang sehat. 
 
Saran Bu Zeezee, sebaiknya kita lebih mindful atau menghayati apa yang kita rasakan. Kadang kita sebagai perempuan hanya ingin segera menumpahkan pikiran, padahal pasangan selalu pendengar belum tentu dalam keadaan baik untuk mendengar. Bu Zeezee juga mengingatkan perlunya membangun respek dan saling memahami. Kalau kita ketemu dengan pasangan, lihat dulu apakah suami sedang stres, lelah, dll. Jadi jangan langsung telan juga ucapan tidak enak dari suami karena suami bisa saja sedang memikirkan sesuatu yang belum ada jalan keluarnya.
 
Kalau pasangan mengatakan sesuatu yang menyakitkan, ya sudah kita pause dulu,  berjauhan dulu, diam dulu. Namun bukan ngambek ya, menahan diri saja jangan sampai ada perkataan dari kita yang semakin menyakitkan lagi.
 
Pada dasarnya, kedua belah pihak seharusnya menghindari perkataan yang sifatnya menyalahkan, melabel, maupun menyudutkan. Jangan sampai menyakiti lisan dan fisik. Mental pembelajar dalam keluarga harus selalu dijaga terus. Jaga curiosity, pahami gelagat pasangan. Kira-kira, kalau kita berbuat sesuatu, pasangan bangga, sedih, merasa disudutkan, atau tersinggung ya. Batasan ini bisa kita jauhi.
 
 
Berikutnya, kita perlu berusaha membuat kondisi suami nyaman. Sesuai dengan piramida kebutuhan dasar, yang paling perlu dipenuhi adalah kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, dan seks. Di atasnya ada rasa aman, bukan dari kriminalitas melainkan aman dari serangan psikologis dan aman dari insecurity. Makanya insting yang biasa orang lakukan adalah serang balik, atau menangis/marah/menjauh kalau tidak sanggup menyerang balik. Perbanyak kata yang menunjukkan sikap saling menghargai, mengapresiasi, dan memuji. Misalnya pasangan bawakan makanan enak padahal kita sedang diet, tetap apresiasi perbuatannya, jangan sebut bahwa kita sedang diet. 

Jaga Kemesraan

Acapkali yang dikatakan sebagai penghalang terjaganya romantisme dalam keluarga adalah peran yang bergeser lebih ke sebagai orang tua. Padahal peran kita sebagai orang tua dan sebagai kekasih jangan dipisah. Walaupun serumah dengan anak, kita tetap bisa mesra dengan suami, misalnya duduk sebelahan, pijit-pijitan.
 
Lewat apa yang kita tunjukkan, anak juga jadi bisa belajar, begini lho keluarga yang hangat, begini lho cara memperlakukan pasangan hidup. Jadi jangan bubar jalan ketika gandengan begtu anak datang misalnya, meski mungkin ada yang jadi malu ya meneruskan kebiasaan romantis seperti ini. Sebaliknya, jika kita cekcok, jangan sampai terdengar anak. Anak yang mendengar bahkan meski cuma sekali dua kali bisa kepikiran, apalagi jika di kalangan pertemanannya ada yang membahas perceraian. 
 
Makanya harus ada momen spesial agar bisa berdua dengan pasangan. Yang masih sekamar dengan anak, sebetulnya kan ada adabnya untuk memisahkan tempat tidur dengan anak-anak, setidaknya pindah ke ruangan lain. Kalau sampai anak memergoki orang tua bermesraan, kadang ada anak yang jadi trauma bahkan sampai ia kemudian menikah.

Cintai Diri Kita Sendiri

Nah, bicara soal kemesraan, rasanya memang tidak afdol kalau tidak lebih jauh membahas perkara kedekatan fisik. Kita sebagai perempuan kadang minder dengan kondisi tubuh sekarang, sehingga malu atau menghindar dari suami. Di sinilah Bu Zeezee menggarisbawahi perlunya belajar mencintai tubuh kita agar lebih percaya diri, sehingga lebih nyaman juga tampil di depan suami. Laki-laki memang makhluk visual, kan. Mencintai diri beda dengan egois, ya. Self love beda dengan selfish yang merendahkan orang lain.
 
Self-love bisa diartikan kita tahu kekurangan maupun kelebihan kita, sambil terus berusaha meng-update agar semakin terbuka wawasan. Menjauhkan diri dari lingkungan yang toxic kemudian hanya bergaul dengan orang yang memberikan efek positif juga penting.
 
Jika perempuan lupa mencintai dirinya sendiri, ia bisa kehilangan arah, karena akan terlalu berharap suami atau anak menghargai jerih payahnya. Ia juga akan haus terhadap pujian orang, antara lain bisa dilampiaskan di media sosial. Daripada kita berharap dari suami, kita apresiasi diri kita sendiri. Kalau kita sudah paham, penuhi diri kita dengan apa yang kita butuhkan.
 
Contohnya, jika rumah terus berantakan, alih-alih terbawa emosi, mendingan ya sudah coba cari penyaluran kelelahan kita, misalnya menyendiri. Bagi orang introvert memang lebih menantang, bisa pakai sudut khusus di rumah untuk bisa menyendiri. Menelepon teman, video call dengan orang tua bisa jadi penyaluran kegalauan bagi orang yang ekstrover, bahkan meski bukan mengobrolkan kegalauan yang sedang terjadi. 
 
Jangan lupa, kalau mau meng-handle sebuah tugas, coba berkaca dulu, apakah baterainya cukup. Kalau tidak, kita bisa ngomel terus. Tubuh juga bisa protes. Bisa istirahat dulu misalnya, meski rumah memang sedang berantakan, ketika memang sedang sangat lelah, daripada memaksakan plus nanti jadi dongkol. 

Hobi, Cara Men-Charge Diri

Salah satu cara untuk men-charge kembali baterai kita adalah dengan melakukan hobi. Lakukan hobi lama kita selama tidak madharat. Apalagi kalau ternyata bisa menghasilkan, bisa untuk membelikan sesuatu buat orang tua. Hobi, recreational activity ini untuk “mengisi” diri kita sendiri, bukan orang lain, bahkan meskipun hobinya ini melelahkan.
 
Kalau kita bisa jadikan hobi ini menjadi sesuatu yang membuat kita rileks, maka hargai juga hobi suami kita selama itu positif, seabsurd apa pun itu. Kalau kita sering omelin, batasin, atau larang, nanti suami terpancing untuk bohong. Misalnya hobinya itu memerlukan dana yang besar, komunikasikan, ajak mengatur skala prioritas bersama-sama. Kalau tidak, bisa terbangun tembok yang sulit ditembus dan suami bisa mencari kenyamanan di luar, pada orang yang bisa menghargai dirinya. Kita juga bisa menujukkan dukungan dengan menyediakan bekal saat suami hendak berangkat menjalani hobi misalnya. 

Dengan pemahaman yang tepat, diharapkan kita bisa lebih bahagia dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Jika sudah demikian, insya Allah rumah tangga kita pun akan lebih tangguh kalaupun ada badai yang datang, tentunya atas izin Allah swt.

Ilustrasi: Pexels
 
#Writober2020
#RBMIPJakarta
#Badai

22 thoughts on “Writober 5: Atasi Potensi Badai Rumah Tangga Efek Pandemi, Pahami Kebutuhan Pasangan

  1. semoga cara-cara di atas terbukti ampuh untuk menjaga keharmonisan rumah tangga ya mbak. intinya memang saling percaya, mengerti, dan support, bukan malah menuntut.

  2. Masalah komunikasi produktif masih jadi PR besar sih buat saya dan pasangan. Tapi karena kami masih tetep LDM jadi ada sedikit jeda menjaga kewarasan. pokoknya emak harus tetep waras, dan bisa menjalankan hobby sebagai salah satu cara men-charge diri.

  3. Betul nih mbak, pandemi bisa membuat hubungan dengan pasangan menjadi renggang. Apalagi salah satu penyebab keretakan RT banyak yang karena ekonomi

  4. Ibaratnya me time lah ya, penting untuk luangin waktu untuk diri sendiri. Sekadar menjalankan hobi lama kita

  5. Yah, aku cuma bisa baca kiat-kiatnya aja niih. Belum dapat diterapkan mwkwk. Tapi emang sepakat sih, pasangan suami istri entah berapa lama menikah, emang kudu tetep romantis dan selalu self-love biar makin mesra

  6. Duh bener bangett kak. Kalo udah suntuk dan banyak hal yg belum terselesaikan tapi badan dah capek satu2nya cara biar bahagia yaa melakukan hobi yg kita suka. Alhamdulillah jadi membaik gitu rasanyaaa.

  7. masyaa Allah lengkap banget ilmu nih yang mungkin sering kali ga disadari sepenting itu poin2 yang dijelasin di atas. thank u mbak udah sharing 🙂

  8. masyaa Allah dapet ilmu lagi nih, semoga bisa mengamalkan ini semua biar bisa membina keluarga yg samawa. aku berdoa buat yg udah berkeluarga semoga samawa dilancarkan kehidupan berumahtangganya, buat yg belum semoga disegerakan dgn jodoh terbaik pilihan Allah aamiin

  9. Melakukan hobi emang bisa mencharge diri kita ya mba. Dari segala macam lelahnya ngejalanin hidup hahaha kok jadi kaya curhat ya 🤣

    Merawat suatu hubungan memang tidak mudah kan ya. Harus “saling” menurut ku.

  10. Ini banyak berita memang sejak Pandemi perceraian meningkat di hampir semua wilayah ya mbak? Pandemi ini memang banyak banget memberi efek disemua aspek kehidupan. Semoga kita termasuk dalam golongan orang yang sabar menghadapi ujian.

  11. Waahh aku harus banyak belajar nih dari yang sudah lebih dulu berkeluarga. Ternyata, merawat sebuah hubungan perlu harus banyak belajar. Belajar mengenal diri sendiri dan mengenal pasangan kita sepenuhnya. Apalagi yang nggak biasa bersama 24 jam, terus karena pandemi jadi 24 jam bareng terusss gara2 WFH. Pasti harus banyak trik biar nggak bosen dan penat, dan pasangan kita nggak kena sasaran 🙂

  12. Waahh aku harus banyak belajar nih dari yang sudah lebih dulu berkeluarga. Ternyata, merawat sebuah hubungan perlu harus banyak belajar. Belajar mengenal diri sendiri dan mengenal pasangan kita sepenuhnya. Apalagi yang nggak biasa bersama 24 jam, terus karena pandemi jadi 24 jam bareng terusss gara2 WFH. Pasti harus banyak trik biar nggak bosen dan penat, dan pasangan kita nggak kena sasaran karena kita kurang peka 🙂

  13. Memang kak pandemi ini jadi banyak masalah di keluarga
    Ya itu td ,yg biasanya jarang ketemu jd ketemu terus hahahaha.trus yang aku juga agak miris banyak kasus perceraian juga kak..dari mulai masalah keuangan sampai perselingkuhan.banyak2 bersyukur deh kita yang masih menjalani hidup dengan baik dan normal.semangat

  14. Sepertinya ii jadi kasus paling banyak teradi saat pademi ya mbak. Nah, aku sedang coba melakukan tahap menjauhkan diri dari lingkungan yang toxic. Semoga aja ada perubahan sedikit demi sedikit

  15. Aku belum berumah tangga, jadi agak kurang paham sama problem yang dialami sama pasangan berumah tangga. Bisa jadi bekal juga buat aku kelak.
    Btw, pemahaman pasangan itu penting banget ya mbak, makanya ditaruh di list paling atas. Aku pun yg sekarang masih pacaran juga menyadari pentingnya saling memahami pasangan.

  16. Tiga poin penting ini jadi pemacu daku saat nanti berumahtangga, karena dengan memahami pasangan bisa lebih klop ya. Masukan yang baik nih buat daku besok.

  17. Sejak Pandemi dan WFH emang akhirnya lebih sering ketemu suami hehehe. Makasih tipsnya mbak dan pengingatnya. Semoga bisa tambah awet dan mesra dengan suami

  18. Semenjak pandemi, saya juga merasa lebih intens ketemu dan komunikasi dengan suami. Semoga bisa tetap menjaga hubungan hehhee. Makasih reminder dan tipsnya mbak

  19. Betul Mbak. Sejak pandemi makin banyak ya kulwap membahas soal hubungan pasutri. Karena memang cukup ngefek selama pandemi ini hehe. Tips nya aku banget. Apalagi soal mencintai diri sendiri hehe

Leave a reply to ivacwicha Cancel reply